Berlepas dari Riba, Bisa!




Harun Musa
Praktisi Bisnis Syariah Bidang Media & Pendidikan
Koordinator LKP JawaTautan Timur

Beda dengan tulisan sebelumnya, kali ini Muslimpreneur dan pembaca budiman akan disuguhi kisah kesadaran dan upaya sungguh-sungguh seorang pengusaha untuk keluar dari sirkuit kemaksiatan bisnis yang bernama riba. Sebuah upaya yang tak mudah. Hanya keimanan dan dorongan kemauan beramal shalih yang membuatnya bisa menempuh semua itu. Semoga jadi inspirasi solusi, khususnya bagi Anda atau kolega Anda yang tengah mengalaminya. Demi menghindari riya/ujub, nama yang bersangkutan disamarkan, red.

Tsunami Aceh adalah pemantik kesadaran itu. Sebelumnya, saya telah memiliki cara pandang hidup seperti kebanyakan orang. Setelah lulus SMA, saya akan cari harta/materi sebanyak-banyaknya. Alhamdulillah impian itu telah menjadi kenyataan. Saya sukses dan semua harta impian sudah dimiliki: mobil, rumah, tanah dan banyak lagi. Namun, begitu tsunami Aceh itu terjadi, saya menangis melihat kejadian itu. Dalam benak saya, apalah arti materi yang selama ini saya kejar hingga melupakan Allah. Padahal kalau Allah berkehendak mengambilnya kembali, tentu tidak butuh waktu lama. Hanya hitungan detik saja semua itu lenyap. Lalu, apa yang akan saya persiapkan untuk menghadapi kematian. Seperti harta, ajal pun sewaktu-waktu datang menjemput. Kesadaran inilah yang membawa saya kembali kepada Islam, Din mulia yang telah lama tak saya gubris, khususnya dalam berbisnis.

Tak lama, alhamdulillah Allah SWT mempertemukan saya dengan Islam melalui syabab Hizbut Tahrir. Saya diajak ke acara-acara kajian Islam yang diadakan oleh Hizbut Tahrir. Saya ingat sekali, saat itu pertama kalinya, diajak ke Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Betapa terkejutnya saya ketika mendengar paparan pemateri yang menjelaskan tentang dosa-dosa riba, yang mereka kutip dari sebuah hadits, yang artinya: “Apabila zina dan riba telah tampak di suatu kampung, menghalalkan azab Allah untuk ditimpakan kepada mereka”. Juga hadits lain yang artinya, “Ada 70 pintu dosa riba, dan yang paling ringan sama dengan menzinai ibu kandungnya sendiri”; “sama berzina dengan 36 pelacur”. Pembicara hanya memberi satu opsi, yakni tobat dan segera selesaikan! Jangan tunda-tunda! Waduh di zaman sekuler seperti ini, rasanya sulit untuk bisa melakukannya! Parahnya lagi, siapa yang mau bantu?

Setelah acara itu, saya mengalami guncangan hebat, gelisah, takut, tidak tenang dalam hidup. Saya tak mengira sedahsyat itu dosanya. Saya sampaikan kepada istri tentang masalah ini dan ternyata istri juga mengalami perasaan yang sama hingga kami memutuskan menyelesaikan masalah riba yang sudah kami lakukan pada awal buka usaha tahun 1996. Tapi masalah lain muncul. Kami hitung aset yang kami miliki lalu kami bandingkan dengan utang riba, ternyata masih lebih banyak utangnya. Karena itu, opsi melepas semua aset tidak mungkin saya lakukan. Kekayaan saya selama ini ternyata hanya ‘looking rich’. Kelihatannya saja kaya karena ditopang utang riba! Saya dan istri terus cari solusi dan tiap malam kami sholat malam dan berdoa supaya terlepas dari dosa riba. Akhirnya kami sepakat untuk kerja keras dan hasilnya untuk bayar utang.

Alhamdulillah, pertolongan Allah pun datang dari jalan yang tak disangka-sangka. Seorang teman yang sebenarnya tidak kenal dekat, datang memberi barang (gula 5 ton) untuk saya jualkan sampai 3 bulan lamanya. Ada orang lain lagi memberi bantuan dengan cara yang sama, bahkan sampai terulang 3 kali. Hingga akhirnya hanya dalam waktu lebih kurang 8 bulan, utang riba saya lunas, tanpa ada satu pun aset yang terjual. Subhanallah.

Kenapa saya bisa keluar dari masalah ini? Sungguh, saya merasa, ini semua karena saya memasrahkan sepenuhnya kepada Allah agar dapat segera keluar dari dosa riba yang sudah menggunung ini. Saya dan istri berikhtiar pantang menyerah dan Allah SWT membukakan pintu rizki-Nya yang Mahaluas. Namun, memang tidak semudah membalik tangan. Semua ini butuh proses yang sistematis. Pertemuan dengan Islam melalui syabab Hizbut Tahrir dan proses pembinaan (kajian) yang dilakukannya, menjadikan saya punya kesadaran dan bisa keluar dari cara berpikir kapitalis sekuler yang menghalalkan segala cara termasuk berbisnis dengan riba menuju cara berpkir Islam yang produktif dan memastikan bisnis yang halal dan thoyib, penuh ‘berkat’ dan berkah. Dan ternyata, tidak saja masalah riba saya yang terselesaikan, tetapi masalah-masalah lain termasuk masalah kesyirikan, bid’ah, khurafat, tahayul juga ikut terselesaikan, karena sebelumnya setiap ada masalah larinya ke dukun, lantaran setiap apa yang kami doakan tidak pernah terkabul.

“Seakan-akan saya baru terlahir kembali”. Perasaan inilah yang menjadikan saya berazam dengan segenap kemampuan untuk menyadarkan saudara-saudara kita, khususnya para pengusaha, yang sadar atau tidak sadar telah terjebak dalam kehidupan kapitalis sekuler. Kita kembalikan kepada Islam yang utuh.

Jangan membuatmu takjub, seseorang yang memperoleh harta dari cara haram, jika dia infakkan atau dia sedekahkan maka tidak diterima, jika ia pertahankan maka tidak diberkahi dan jika ia mati dan ia tinggalkan harta itu maka akan jadi bekal dia ke neraka (HR ath-Thabarani, ath-Thayalisi dan al-Baihaqi, lafal ath-Thabarani)

Seperti dikisahkan ulang oleh Muhammad Alngawiy, Muslimpreneur pejuang syariah dan khilafah.

Sumber : mediaumat.com

1 komentar untuk "Berlepas dari Riba, Bisa!"

  1. Bisakah kita berlepas diri dari bank yg penuh dengan riba..?? Setiap kita punya tanggung jwb melihat dan bagi yang mampu utk melakukan pengawasan kepada bank syariah,apakah sudah benar syariah? Atau cuma ganti nama aja....biar klihatan islam..?

    BalasHapus