Ada asing dalam desakan pensahan RUU Pendanaan terorisme?
JAKARTA - Menteri
Keuangan Agus DW Martowardojo ingin supaya pengesahan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Pencegahan dan Pendanaan terorisme dipercepat,
sehingga bisa segera menjadi UU pada Februari 2013.
Percepatan pengesahan RUU ini dinilai penting, karena hampir semua
negara anggota G-20 memiliki aturan antisipasi pendanaan teroris,
kecuali RI dan Turki. Apabila RI belum juga memiliki RUU Anti Pencegahan
Pendanaan Terorism, maka lembaga internasional FATF (Financial Action
Task Force), akan memberikan stempel sebagai negara dengan yurisdiksi
tidak kooperatif (non cooperatif jurisdiction).
Menurut Menkeu FATF akan menurunkan standar kelayakan bertransaksi
keuangan dengan Indonesia apabila dalam reviewnya belum mendapati adanya
aturan pencegahan pendanaan teroris. Namun dia menyatakan tidak ingin
terjadi salah presepsi di masyarakat bahwa Indoensia bisa didikte
lembaga asing.
"Mohon jangan ditangkap salah ya, saya nggak mau didikte orang. tapi
kita harus tahu bahwa di negara G-20 itu semuanya sudah punya UU
pencegahan dan penghindaran pembiayaan terrorisme. Kalau kita diturunkan
jadi non cooperative jurisdiction itu kita akan disamakan dgn negara
yang dianggap tidak layak utk bertransksi keuangan international," jelas
dia.
Dia berpendapat apabila terjadi penurunan peringkat transaksi itu,
maka akan berpengaruh kepada kondisi ekonomi RI yang kinerjanya sedang
baik. Selain itu peringkat utang RI yang telah masuk investment grade
dari Fitch Rating dan Moody's juga dinilai akan terpengaruh penilaian
FATF yang memiliki batas waktu hingga 23 Februari 2013.
Oleh karenanya Menkeu berpendapat pemerintah dan DPR harus
bekerjasama dan lebih cepat memberikan putusan pengesahan UU tersebut.
Dia tidak ingin supaya terjadi penyesalan, yang akan berdampak buruk
bagi keadaan ekonomi RI
"Ini kan (DPR) sudah mau reses. Kita pembahasan kan tinggal satu kali masa sidang. Ini bisa nggak kita selesaikan? Saya nggak bermaksud untuk harus. Tapi kita alokasikan wktu utk bs menyelesaikan ini supaya jangan nanti sudah di putuskan bahwa kita masuk dalam kategori itu batu kita ramai. Kita mencegah supaya ekonomi kita tidak bahaya gitu," pungkasnya.
"Ini kan (DPR) sudah mau reses. Kita pembahasan kan tinggal satu kali masa sidang. Ini bisa nggak kita selesaikan? Saya nggak bermaksud untuk harus. Tapi kita alokasikan wktu utk bs menyelesaikan ini supaya jangan nanti sudah di putuskan bahwa kita masuk dalam kategori itu batu kita ramai. Kita mencegah supaya ekonomi kita tidak bahaya gitu," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Pansus RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme DPR RI Adang Daradjatun memastikan
bahwa dalam masa persidangan mendatang pembahasan RUU akan segera
selesai dan menjadi UU.
Terlebih, pembahasan RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme ini sudah diperpanjang hingga dua kali masa
sidang.
"Sehingga pembahasan RUU pada masa sidang mendatang merupakan
kesempatan yang terakhir. Karena sesuai UU MD3, pembahasan RUU di DPR
hanya bisa dilakukan perpanjangan sebanyak tiga masa persidangan saja,"
ujar Adang kepada jurnalparlemen.com, Kamis (13/12).
Adang mengatakan, sebenarnya pembahasan RUU ini tinggal menyisakan
beberapa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Namun, karena masa
persidangan saat ini relatif singkat dan pekan depan DPR sudah reses
kembali, akhirnya pembahasan akan dilanjutkan dalam persidangan
mendatang. "Akan kita lanjutkan Januari 2013 mendatang," ujarnya.
Tidak jauh berbeda, Politisi PKS ini menegaskan, kehadiran UU
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme ini
sangat penting sekali dalam mendapatkan kepercayaan negara-negara luar.
"Karena ini menyangkut kepercayaan dari dunia internasional juga
bahwa kita nantinya setelah memiliki UU tersebut memiliki payung hukum
yang jelas dalam pencegahaan aliran dana untuk kegiatan terorisme," kata
mantan wakapolri ini.
Konsekuensi penetapan UU
Jika UU ini disahkan, maka konsekuensinya lembaga-lembaga milik umat
Islam yang kerap dituding melakukan terorisme atau yang dicurigai berbau
radikal akan dipantau oleh sebuah lembaga pengawas seperti tertuang
dalam Bab IV Pasal 10:
Lembaga Pengawas dan Pengatur berwenang melakukan pengawasan dan
pengaturan terhadap Pihak Pelapor dan badan atau lembaga yang melakukan
pengumpulan atau penerimaan sumbangan.
Begitu juga dengan ganjaran bagi mereka para donatur. Pihak berwenang
tidak segan untuk memberikan sanksi berat hukuman penjara belasan tahun
dan denda satu milyar seperti tertuang dalam BAB II Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Pasal 2:
Setiap orang yang dengan sengaja menyediakan, mengumpulkan,
memberikan, atau meminjamkan Dana baik langsung maupun tidak langsung,
dengan maksud akan digunakan atau patut diduga akan digunakan seluruhnya
atau sebagian untuk melakukan tindak pidana terorisme dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (bilal/arrahmah.com)
Posting Komentar untuk "Ada asing dalam desakan pensahan RUU Pendanaan terorisme?"