Mengapa Yahudi-Israel Serakah dan Lupa Sejarah?
Oleh: Dr. Adian Husaini
BELUM lama terjadi gencatan senjata Israel dan Hamas, dunia tiba-tiba dikejutkan dengan rencana Israel untuk membangun 3.000 permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem. Dunia pun tersengat. Bahkan, sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana Israel itu.
BELUM lama terjadi gencatan senjata Israel dan Hamas, dunia tiba-tiba dikejutkan dengan rencana Israel untuk membangun 3.000 permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem. Dunia pun tersengat. Bahkan, sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana Israel itu.
Sebelumnya, Israel mengungkapkan rencana-rencana pembangunan rumah baru itu setelah Palestina memperoleh pengakuan sebagai negara non-anggota di PBB. Menurut seorang pejabat Israel kepada AFP, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan membangun 3.000 rumah sebagai tanggapan atas keberhasilan Palestina di PBB.
Sekjen PBB Ban Ki Moon juga mengecam rencana Israel dan menyebut tindakan itu melanggar hukum internasional. Inggris dan Prancis sampai memanggil Duta Besar Israel di negara masing-masing. Dunia Islam tentu saja lebih keras lagi mengecam aksi Israel.
Tapi, seperti biasa, Israel terus membandel. Negara Yahudi ini seperti tak menggubris semua protes yang ditujukan kepadanya. Situs sahabatalaqsha.com melaporkan, Perdana Menteri Zionis Israel’ Benjamin Netanyahu semakin tidak peduli pada kritik dan kecaman masyarakat internasional. Maan News melaporkan, kemarin (2/12/2012) Netanyahu menyatakan pihaknya akan tetap membangun 3.000 unit rumah baru bagi pemukim ilegal Yahudi di atas tanah Palestina. “Kami akan melakukan pembangunan di Yerusalem dan tempat-tempat lainnya yang berada dalam peta strategis ‘Israel’,” ujar Netanyahu.
Keputusan pembangunan itu diungkapkan setelah PBB menaikkan status Palestina sebagai “negara pemantau non-anggota” dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York. Melalui status barunya ini, Palestina dapat bergabung dengan badan-badan PBB, terlibat dalam perjanjian internasional serta memungkinkan Palestina menuntut zionis ke pengadilan internasional.
Lupa sejarah
وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ
“Dan kamu akan jumpai mereka adalah manusia-manusia yang paling tamak terhadap dunia, bahkan dibanding kaum musyrik… (QS al-Baqarah [2]:96).
Ketamakan
Yahudi Israel itu juga menunjukkan betapa mereka adalah kaum yang tidak
tahu berterimakasih. Mereka lupa, bahwa sebelum negara Yahudi Israel
berdiri di Palestina, 14 Mei 1948, mereka adalah bangsa yang teraniaya
di berbagai penjuru dunia; terusir dari negeri mereka sendiri, dan
kemudian selama beratus tahun mendapatkan perlindungan dari kaum
Muslimin di Andalusia dan Turki Utsmani.
Yahudi Israel seperti
lupa sejarah. Selama beratus tahun, sejarah Eropa bergelimang dengan
kisah penindasan dan pembantaian Yahudi. Sejumlah Paus di Vatikan
dikenal sangat anti-Yahudi. Pada tanggal 17 Juli 1555, hanya dua bulan
setelah pengangkatannya, Paus Paulus IV, mengeluarkan dokumen (Papal
Bull) bernama “Cum nimis absurdum”. Paus menekankan, bahwa para
pembunuh Kristus, yaitu kaum Yahudi, pada hakekatnya adalah budak dan
seharusnya diperlakukan sebagai budak. Yahudi kemudian dipaksa tinggal
dalam ‘ghetto’, yang hanya memiliki satu pintu masuk. Yahudi dipaksa
menjual semua miliknya kepada kaum Kristen dengan harga sangat murah;
maksimal 20 persen dari harga yang seharusnya. Di tiap kota hanya boleh
ada satu sinagog. Di Roma, tujuh dari delapan sinagog dihancurkan. Di
Campagna, 17 dari 18 sinagog dihancurkan. Yahudi juga tidak boleh
memiliki Kitab Suci. Saat menjadi kardinal, Paus Paulus IV membakar
semua Kitab Yahudi, termasuk Talmud. Paus Paulus IV meninggal tahun
1559. Tetapi cum nimis absurdum tetap bertahan sampai tiga abad.
Sikap
tokoh-tokoh Gereja semacam itu terbukti sangat berpengaruh terhadap
nasib Yahudi di wilayah Kristen Eropa. Di Spanyol, misalnya, Yahudi
sudah ada di wilayah ini, sekitar tahun 300 M. Raja Aleric II (485-507),
diilhami oleh Code of Theodosius, memberikan batasan ketat terhadap
Yahudi. Nasib Yahudi Spanyol semakin terjepit, menyusul konversi Raja
Recarred I (586-601) menjadi Katolik. Sang Raja melakukan konversi itu
pada The Third Council of Toledo (589), dan kemudian menjadikan Katolik
sebagai agama negara. The Council of Toledo itu sendiri membuat
sejumlah keputusan: (1) larangan perkawinan antara pemeluk Yahudi dengan
pemeluk Kristen, (2) keturunan dari pasangan itu harus dibaptis dengan
paksa, (3) budak-budak Kristen tidak boleh dimiliki Yahudi (4) Yahudi
harus dikeluarkan dari semua kantor publik, (5) Yahudi dilarang membaca
Mazmur secara terbuka saat upacara kematian.
Dalam periode
612-620, banyak kasus tejadi dimana Yahudi dibaptis secara paksa. Ribuan
Yahudi melarikan diri ke Prancis dan Afrika. Pada 621-631, di bawah
pemerintahan Swinthila, perlakuan Yahudi agak lebih lunak. Pelarian
Yahudi kembali ke tempat tinggalnya semula dan mereka yang dibaptis
secara paksa kembali lagi ke agama Yahudi. Tetapi, Swinthila
ditumbangkan oleh Sisinad (631-636), yang melanjutkan praktik
pembaptisan paksa. Pada masa pemerintahan Chintila (636-640), dibuatlah
keputusan dalam The Six Council of Toledo (638), bahwa selain
orang Katolik dilarang tingal di wilayahnya. Euric (680-687) membuat
keputusan: seluruh Yahudi yang dibaptis secara paksa ditempatkan di bawa
pengawasan khusus pejabat dan pemuka gereja. Raja Egica (687-701)
membuat keputusan: semua Yahudi di Spanyol dinyatakan sebagai budak
untuk selamanya, harta benda mereka disita, dan mereka diusir dari
rumah-rumah mereka, sehingga mereka tersebar ke berbagai profinsi.
Upacara keagamaan Yahudi dilarang keras. Lebih dari itu, anak-anak
Yahudi, umur 7 tahun keatas diambil paksa dari orang tuanya dan
diserahkan kepada keluarga Kristen.
Di Prancis, Louis IX (1226-1270), memerintahkan pengusiran semua
orang Yahudi dari kerajaannya, sesaat setelah Louis berangkat menuju
medan Perang Salib. Perintah itu memang tidak dijalankan dengan
sempurna. Banyak orang Yahudi yang meninggalkan Prancis kemudian kembali
lagi. Tetapi, Philip the Fair (1285-1314) kemudian memerintahkan semua
Yahudi Prancis untuk ditangkap. Kemudian, Raja Charles IV, kembali
mengusir Yahudi Prancis pada tahun 1322. Josephine Bacon mencatat
pengusiran dan pembantaian orang-orang Yahudi di Prancis dalam kurun
tahun 800-1500. Tahun 1420, komunitas Yahudi dimusnahkan dari Toulouse.
Pada tahun yang sama, Yahudi juga diusir dari Kota Lyon. Tahun 1321, 160
Yahudi dikubur dalam satu lobang di Kota Chinon. Tahun 1394, seluruh
Yahudi diusir dari Kota Sens.
Pada tahun 1495, orang-orang Yahudi diusir dari Lithuania. Padahal di
negara ini, orang-orang Yahudi itu mengungsi dari persekusi kaum
Kristen Barat, karena mereka tidak menerima agama Kristen. Di Rusia,
sebagai akibat dari kebencian yang disebarkan oleh gereja Kristen
Ortodoks Rusia, kaum Yahudi dikucilkan dan diusir dari Rusia dalam kurun
waktu mulai abad ke-15 sampai dengan tahun 1722. Ketika itu, secara
umum, bisa dikatakan, tanah Kristen Eropa bukanlah tempat yang aman bagi
kaum Yahudi.
Abad ke-15 menyaksikan pembantaian besar-besaran kaum Yahudi dan Muslim di Spanyol dan Portugal. Pada tahun 1483 saja, dilaporkan 13.000 orang Yahudi dieksekusi atas perintah Komandan Inqusisi di Spanyol, Fray Thomas de Torquemada. Selama puluhan tahun berikutnya, ribuan Yahudi mengalami penyiksaan dan pembunuhan. Jatuhnya Granada, pemerintahan Muslim terakhir di Spanyol, pada 20 Januari 1492, telah mengakhiri pemerintahan Muslim selama 781 tahun di Spanyol. Kejatuhan Granada ke tangan Kristen ini dirayakan dengan upacara keagamaan di seluruh Eropa. Kemudian, Paus mengundang seluruh bangsa Kristen untuk mengirimkan delegasi ke Roma, guna mendiskusikan rencana ‘crusade’ terhadap Turki Uthmani. Tahun 1494, pasangan Ferdinand dan Isabella diberi gelar ‘the Catholic Kings’ oleh Paus Alexander VI. Pasangan itu sebenarnya telah banyak melakukan pembantaian terhadap Yahudi dan Muslim sejak dibentuknya Inquisisi di Castile dengan keputusan Paus tahun 1478.
Abad ke-15 menyaksikan pembantaian besar-besaran kaum Yahudi dan Muslim di Spanyol dan Portugal. Pada tahun 1483 saja, dilaporkan 13.000 orang Yahudi dieksekusi atas perintah Komandan Inqusisi di Spanyol, Fray Thomas de Torquemada. Selama puluhan tahun berikutnya, ribuan Yahudi mengalami penyiksaan dan pembunuhan. Jatuhnya Granada, pemerintahan Muslim terakhir di Spanyol, pada 20 Januari 1492, telah mengakhiri pemerintahan Muslim selama 781 tahun di Spanyol. Kejatuhan Granada ke tangan Kristen ini dirayakan dengan upacara keagamaan di seluruh Eropa. Kemudian, Paus mengundang seluruh bangsa Kristen untuk mengirimkan delegasi ke Roma, guna mendiskusikan rencana ‘crusade’ terhadap Turki Uthmani. Tahun 1494, pasangan Ferdinand dan Isabella diberi gelar ‘the Catholic Kings’ oleh Paus Alexander VI. Pasangan itu sebenarnya telah banyak melakukan pembantaian terhadap Yahudi dan Muslim sejak dibentuknya Inquisisi di Castile dengan keputusan Paus tahun 1478.
Puncaknya
adalah tahun 1492, saat mereka memberikan pilihan kepada Yahudi: pergi
dari Spanyol atau dibaptis. Setelah jatuh ke tangan Kristen, kaum Muslim
Granada (yang oleh diberi sebutan Moors oleh kaum Kristen Spanyol)
masih diberi kebebasan menjalankan beberapa ritual dan tradisi agama
mereka. Archbishop yang diangkat di Granada juga seorang yang memiliki
interes terhadap kebudayaan Arab. Ia diharapkan melakukan konversi kaum
Muslim ke Kristen secara gradual. Tapi, Isabella tidak sabar, dan
memaksakan dilakukannya pembaptisan massal. Akhirnya, kaum Muslim
melakukan perlawanan pada tahun 1499, tetapi berhasil ditumpas pasukan
Kristen. Setelah itu, sebagaimana kaum Yahudi, mereka juga diberi
pilihan: meninggalkan Spanyol atau dibaptis. Jika menolak, kematian
sudah menunggu.
Jatuhnya Granada, juga sekaligus merupakan
bencana bagi kaum Yahudi di Spanyol. Hanya dalam beberapa bulan saja,
antara akhir April sampai 2 Agustus 1492, sekitar 150.000 kaum Yahudi
diusir dari Spanyol. Sebagian besar mereka kemudian mengungsi ke wilayah
Turki Uthmani yang menyediakan tempat yang aman bagi Yahudi. Ada yang
mencatat jumlah Yahudi yang terusir dari Spanyol tahun 1492, sebanyak
160.000. Dari jumlah itu, 90.000 mengungsi ke Turki/Uthmani, 25.000 ke
Belanda, 20.000 ke Maroko, 10.000 ke Prancis, 10.000 ke Itali, dan 5.000
ke Amerika. Yang mati dalam perjalanan diperkirakan 20.000 orang.
Sedangkan yang dibaptis dan tetap di Spanyol sebanyak 50.000. Selain
bermotif keagamaan, pengusiran kaum Yahudi dan Muslim dari Spanyol oleh
Ferdinand dan Isabella juga memberikan banyak kekayaan kepada para
penguasa Kristen Spanyol. Dengan pengusiran itu, mereka berhasil
menguasai seluruh kekayaan Yahudi dan Muslim dan menjual mereka sebagai
budak. Bahkan, diantara mereka yang diusir itu, mereka dirampok di
tengah jalan dan sering dibedah perutnya untuk mencari emas yang diduga
disembunyikan dalam perut kaum yang terusir itu. Masa kekuasaan
Ferdinand dan Isabella dicatat sebagai puncak persekusi kaum Yahudi di
Spanyol. Keduanya dikenal sebagai “the Catholic Kings”, yang dipuji
sebagai pemersatu Spanyol.
Dibawah Muslim
Kondisi
Yahudi di wilayah Kristen Eropa itu begitu bertolak belakang dengan
perlakuan yang diterima Yahudi saat di bawah kekuasaan Islam. Sejumlah
penulis Yahudi menggambarkan kondisi Yahudi di Spanyol di bawah
pemerintahan Islam ketika itu sebagai suatu “zaman keemasan Yahudi di
Spanyol” (Jewish golden age in Spain). Martin Gilbert, sebagai
misal, mencatat tentang kebijakan penguasa Muslim Spanyol terhadap
Yahudi. Dia katakan, bahwa para penguasa Muslim itu juga mempekerjakan
sarjana-sarjana Yahudi sebagai aktivitas kecintaan mereka terhadap sains
dan penyebaran ilmu pengetahuan. Maka mulailah zaman keemasan Yahudi di
Spanyol, di mana penyair, dokter, dan sarjana memadukan pengetahuan
sekular dan agama dalam metode yang belum pernah dicapai sebelumnya.
Kaum Yahudi itu bahkan menduduki jabatan tertinggi di dunia Muslim,
termasuk perdana menteri beberapa khalifah di wilayah Islam bagian Timur
dan Barat.
Mantan biarawati yang juga penulis terkenal Karen Armstrong juga
menggambarkan harmonisnya hubungan antara Muslim dengan Yahudi di
Spanyol dan Palestina. Menurut Armstrong, di bawah Islam, kaum Yahudi
menikmati zaman keemasan di al-Andalus.
Musnahnya Yahudi Spanyol telah menimbulkan penyesalan seluruh dunia dan dipandang sebagai bencana terbesar yang menimpa Israel sejak kehancuran (Solomon) Temple. Abad ke-15 juga telah menyaksikan meningkatnya persekusi anti-Semitik di Eropa, dimana kaum Yahudi dideportasi dari berbagai kota. “Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in al-Andalus,” tulis Karen Armstrong.
Setelah mengalami berbagai kekejaman di Eropa, kaum Yahudi di wilayah Utsmani merasakan hidup di tanah air mereka sendiri. Selama ratusan tahun mereka tinggal di sana, menikmati kebebasan beragama, dan berbagai perlindungan sebagai kaum minoritas dengan status sebagai ahlu dhimmah. Selama itu, kaum Yahudi tidak berpikir untuk memisahkan diri dari Utsmani. Sebagai contoh, di Jerusalem, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Agung (Suleiman the Magnificent--1520-1566), Yahudi hidup berdampingan dengan kaum muslim. Sejumlah pengunjung Yahudi dari Eropa sangat tercengang dengan kebebasan yang dinikmati kaum Yahudi di Palestina. Pada tahun 1535, David dei Rossi, seorang Yahudi Italia, mencatat bahwa di wilayah Utsmani, kaum Yahudi bahkan memegang posisi-posisi di pemerintahan, sesuatu yang mustahil terjadi di Eropa. Ia mencatat, “Here we are not in exile, as in our own country. (Kami di sini bukanlah hidup di buangan, tetapi layaknya di negeri kami sendiri) (NB. Referensi dan paparan lebih jauh tentang sejarah Yahudi, lihat: Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen dan Islam (Jakarta: GIP, 2007).
CM Pilkington, dalam bukunya, Judaism (London: Hodder
Headline Ltd., 2003). Menyebut jumlah kaum Yahudi kini hanya sekitar 13
juta jiwa, di seluruh dunia. Bangsa yang kecil ini begitu banyak
disebut sifat-sifatnya dalam al-Quran. Salah satunya, adalah sifat tidak
tahu berterimakasih, bangsa pelanggar janji,
lupa diri, dan serakah. Sampai-sampai Nabi Musa a.s. yang menyelamatkan
mereka dari penindasan Fira’un pun mereka khianati dan sakiti hatinya. “Dan
ingatlah saat Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, mengapa
kalian menyakiti aku, dan sungguh kalian tahu bahwa aku adalah utusan
Allah untuk kalian.” (QS 61:5). [Baca juga: Yahudi Bangsa Pelanggar Janji]
Agar jangan mencontoh sifat buruk kaum Yahudi itu, kita selalu berdoa: “Ya Allah tunjukkanlah kami jalan yang lurus; yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat; bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” Amin.*/Kinabalu, Sabah, 13 Desember 2012
Agar jangan mencontoh sifat buruk kaum Yahudi itu, kita selalu berdoa: “Ya Allah tunjukkanlah kami jalan yang lurus; yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat; bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” Amin.*/Kinabalu, Sabah, 13 Desember 2012
Penulis Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan [CAP] adalah hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com
Posting Komentar untuk "Mengapa Yahudi-Israel Serakah dan Lupa Sejarah? "