Dicari Pemimimpin Yang Bisa turunkan Harga Jengkol

Dicari Pemimimpin Yang Bisa turunkan Harga Jengkol
"Jengkolnya empat ya mpok," celetuk seorang lelaki berusia 50 tahunan.
 
"Atunya serebu (satu Rp1.000) pak, harga jengkol mahal banget," timpal si mpok sambil melayani pembelinya itu dengan logat Betawinya.
"Harga-harga pada naik pak, pusing dah ah," tambahnya. "Ya udah mpok gak apa-apa, mau harga seribu pun satunya gak masalah," jawab lelaki yang gemar makan jengkol tersebut.
 
Itu merupakan dialog antara penjual nasi uduk khas Betawi dan seorang pembelinya di Jalan Lenteng Agung Raya, Jakarta Selatan, Jumat (6/6/2014) malam.
 
Sang pembeli nasi uduk dengan lauk semur jengkol dicampur tahu itu seperti tidak habis pikir dengan kenaikan harga komoditas tersebut. Satu keping jengkol (sebelah) yang sudah dimasak semur harganya Rp1.000,- dinilainya sangat keterlaluan.
 
Dalam benaknya harga satu keping semur jengkol paling pantas harganya Rp5,-. Alasannya, tumbuhan jengkol sangat banyak dan dulunya tidak mempunyai nilai jual di Indonesia. Berbeda mungkin di negara lain yang memang sulit dicari, jika harga jengkol mahal menjadi wajar.
 
Di Indonesia yang agraris ini banyak masyarakatnya yang meremehkan drajat jengkol dengan alasan baunya yang tak sedap. Orang yang suka dengan masakan jengkol pun dikesankan sebagai kaum pinggiran. Tapi tidak sedikit juga yang malu-malu makan jengkol walaupun sebenarnya dia menyukai. Padahal diakuinya jengkol punya rasa yang "maknyos".
 
Sebagian anak Betawi menyebut jengkol dengan istilah kancing Jepang. Ini karena ukurannya disamakan dengan kancing yang melekat pada baju tentara Jepang di zaman penjajahan.
 
Aroma tak sedap sudah bukan alasan lagi bagi para penikmat jengkol itu. Apalagi zaman sekarang bau jengkol bukan lagi persoalan. Sebab saat ini sudah banyak pengharum mulut jika habis memakannya. Bagi mereka yang tahu cara memasaknya, aroma tidak sedap pada jengkol bisa dihilangkan.
 
Lelaki setengah tua itu asyik menyantap nasi uduk khas Betawi yang sudah disajikan si mpok tadi. Sambil makan, dia seperti gundah dengan keadaan ekonomi negeri ini yang dirasakan terus membebani rakyat. Harga-harga kebutuhan pokok terlebih menjelang Ramadhan terus membumbung. Kenaikan harga-harga memang sejak lama terjadi. Rezim pemerintah terus berganti, tapi tidak satupun yang mampu mengendalikannya.
 
Saat ini pemilu presiden tengah berlangsung. Semua calon presiden mengumbar janji akan menurunkan harga-harga, meningkatkan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat.
 
Janji-janji calon pemimpin sudah menjadi makanan rakyat. Tapi harga-harga tetap tak terkendali dan terus bergerak naik. Setelah berkuasa, paling-paling tindakan yang dilakukan operasi pasar, harga-harga hanya turun sesaat. Usai operasi pasar, harga tetap saja melambung. Kini harga jengkol mencapai Rp70.000 per kilogramnya.
 
Mbak Sri, penjaja masakan Warung Solo, di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pun geleng-geleng kepala dengan kenaikan harga-harga. Dia mengeluhkan harga-harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan yang dirasakan mencekik leher.
 
Keadaan itu memaksa Sri tak punya pilihan. Dia mau tak mau menaikkan harga masakannya kepada para konsumennya.
 
"Mau pemilu presiden ini, ada ndak ya pak pemimpin yang bisa bikin harga-harga jadi murah semua dan selamanya," tutur Sri seraya bertanya kepada lelaki yang juga langganannya itu. 
 
Oleh: Yayat Hidayat -- inilah.com
[www.bringislam.web.id]

Posting Komentar untuk "Dicari Pemimimpin Yang Bisa turunkan Harga Jengkol"