Sesajen, Tumbal dan Semacamnya Itu Ibadah kepada Selain Allah, Kemusyrikan Besar, Mengeluarkan dari Islam

Sesajen, Tumbal dan Semacamnya Itu Ibadah kepada Selain Allah, Kemusyrikan Besar, Mengeluarkan dari Islam

Ilustrasi: Sedekah Laut dan Larung Sesaji Nelayan di Kota Tuban Jawa Timur/ foto ytb

Bahwa sembelihan tumbal, sesaji (sesajen), larung laut, sedekah bumi, labuh gunung dan semacamnya itu adalah ibadah bukan kepada Allah, namun kepada selain Allah. Karena tidak ada sama sekali tuntunan ibadah untuk Allah seperti itu, justru yang ada adalah larangan bahkan ancaman masuk neraka. Padahal dalam Islam, jika ada yang memalingkan ibadah tersebut pada selain Allah, maka ia terjerumus dalam syirik akbar (kemusyrikan besar) yang mengeluarkan dari Islam (jadi orang musyrik, bukan Muslim lagi, dan tempatnya di neraka bila meninggal belum bertaubat benar-benar).

Pelakunya diancam masuk neraka, maka setiap orang Islam wajib menjauhinya. Dan bila pernah melakukan maka wajib bertaubat dengan taubat sebenar-benarnya (taubatan nashuha) serta sama sekali tidak mengulanginya.

Tulisan seorang Ustadz berikut ini semoga memberi kefahaman yang bermanfaat.

***

Hanya Karena Sesaji Lalat, Akhirnya Masuk Neraka

Penulis Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Di sebagian kalangan di negeri kita masih saja melestarikan budaya sesajian. Pada waktu tertentu, ada yang menaruh sesaji berupa kepala kerbau. Ada pula yang dengan tumbal yang dilarung di laut atau telaga. Semua ini masih terus lestari. Padahal kalau ditinjau ritual sesaji ini adalah ritual syirik. Kita dapat mengambil pelajaran dari kisah berikut ini. Hanya karena sesajinya berupa seekor lalat, membuat ia masuk neraka. Sebaliknya ada yang enggan untuk sesaji sampai ia dipenggal lehernya, malah membuatnya masuk surga.

Berikut kisah dua orang: orang yang masuk neraka karena lalat dan masuk surga juga karena lalat,

عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَلْمَانَ، رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: «دَخَلَ رَجُلٌ الْجَنَّةَ فِي ذُبَابٍ، وَدَخَلَ آخَرُ النَّارَ فِي ذُبَابٍ»، قَالُوا: وَكَيْفَ ذَاكَ؟ قَالَ: ” مَرَّ رَجُلَانِ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ عَلَى نَاسٍ مَعَهُمْ صَنَمٌ لَا يَمُرُّ بِهِمْ أَحَدٌ إِلَّا قَرَّبَ لِصَنَمِهِمْ، فَقَالُوا لِأَحَدِهِمْ: قَرِّبْ شَيْئًا، قَالَ: مَا مَعِي شَيْءٌ، قَالُوا: قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا، فَقَرَّبَ ذُبَابًا وَمَضَى فَدَخَلَ النَّارَ، وَقَالُوا لِلْآخَرِ: قَرِّبْ شَيْئًا، قَالَ: مَا كُنْتُ لِأُقَرِّبَ لِأَحَدٍ دُونَ اللهِ فَقَتَلُوهُ فَدَخَلَ الْجَنَّةَ “

Dari Thariq bin Syihab, (beliau menceritakan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang lelaki yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji)  sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah.” Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.” Mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat.” Ia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka. Mereka juga memerintahkan kepada orang yang satunya, “Berkorbanlah.” Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.” Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.”

Status hadits:

Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Az Zuhud hal. 15, dari Thoriq bin Syihab dari Salman Al Farisi radhiyallahu ‘anhu. Hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 1: 203, Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnafnya 6: 477, 33028. Hadits ini mauquf shahih, hanya sampai sahabat. Lihat tahqiq Syaikh ‘Abdul Qodir Al Arnauth terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal. 49, terbitan Darus Salam.

Al Hafizh mengatakan bahwa jika Thoriq bertemu Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka ia adalah sahabat. Kalau tidak terbukti ia mendengar dari Nabi, maka riwayatnya adalah mursal shohabiy dan seperti itu maqbul atau diterima menurut pendapat yang rojih (terkuat). Ibnu Hibban menegaskan bahwa Thoriq wafat tahun 38 H. Lihat Fathul Majid, hal. 161, terbitan Darul Ifta’.

Beberapa faedah dari hadits di atas:

1- Hadits di atas menunjukkan bahaya syirik walau pada sesuatu yang dinilai kecil atau remeh.

2- Jika sesaji dengan lalat saja bisa menyebabkan masuk neraka, bagaimana lagi dengan unta, atau berqurban berkorban untuk mayit atau selain itu?!

3- Hadits tersebut menjadi pelajaran bahwa sesaji yang biasa dilakukan oleh sebagian orang awam di negeri kita adalah suatu kesyirikan.

4- Syirik menyebabkan pelakunya masuk neraka sedangkan tauhid mengantarkan pada surga.

5- Seseorang bisa saja terjerumus dalam kesyirikan sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut syirik yang menyebabkan dia terjerumus dalam neraka nantinya.

6- Hadits tersebut juga menunjukkan bahayanya dosa walau dianggap sesuatu yang kecil. Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kalian mengamalkan suatu amalan yang disangka ringan, namun kami yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggapnya sebagai suatu petaka yang amat besar.”

7- Orang tersebut masuk neraka karena amalan yang awalnya tidak ia maksudkan, ia hanya ingin lepas dari kejahatan kaum yang memiliki berhala tersebut.

8- Seorang muslim yang melakukan kesyirikan, batallah islamnya dan menyebabkan ia masuk neraka karena laki-laki yang diceritakan dalam hadits di atas adalah muslim. Makanya di dalam hadits disebutkan, “Seseorang masuk neraka karena lalat”. Ini berarti sebelumnya dia adalah muslim.

9- Yang jadi patokan adalah amalan hati, walau secara lahiriyah amalan yang dilakukan terlihat ringan atau sepele.

10- Hadits ini menunjukkan bahwa sembelihan, penyajian tumbal, sesaji adalah ibadah. Jika ada yang memalingkan ibadah tersebut pada selain Allah, maka ia terjerumus dalam syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam.

11- Hadits di atas menunjukkan keutamaan, keagungan dan besarnya balasan tauhid.

12- Hadits tersebut juga menunjukkan keutamaan sabar di atas kebenaran dan ketauhidan.

Semoga kisah di atas membuat kita semakin paham akan bahaya syirik dan pentingnya mengesakan Allah dalam ibadah. Tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam, tentu harus ditinggalkan apalagi jika sampai membuat Allah murka dan membuat kita terjerumus dalam neraka. No way to SYIRIK!

Wallahul muwaffiq.

Referensi:

Al Mulakhosh fii Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, 1422 H.

Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, terbitan Darul Ifta’, cetakan ketujuh, 1431 H.

Hasyiyah Kitab At Tauhid, Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim, cetakan keenam, tahun 1432 H.

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 20 Muharram 1434 H

http://bitly.com/2OqG5wi

***

Contoh Perbuatan Kemusyrikan: Ruwatan dan Nyembah Kubur

 Ilustrasi Foto/ edukasi.kompasiana.com

Jokowi melakukan upacara Mandi Kembang Mobil Esemka: Menyambut Prestasi dengan KemusyrikanPemerintah Kota (Pemkot) Solo menggelar Wilujengan (selamatan) dan Jamasan (ritual memandikan) Mobil Esemka, malam Jum’at (23/02/2012). Selain sesajen, rangkaian bunga pandan, melati, kantil juga menjadi hiasan aksesori mobil untuk penolak bala’. (lihat artikel Tumbal dan Sesajen, Tradisi Syirik Warisan Jahiliyah  di nahimunkar.com)

Ustadz, beliau ini kan pernah memimpin ruwatan mobil esemka..ruwatan itu syirik asghar atau syirik akbar ustadz?/ Karyono.

Jawaban: Ruwatan itu dimaksudkan untuk membuang sukerto (sial) disertai sesaji/ sesajen. Kalau sesajennya ada sembelihannya (ayam dan sebagainya) dan itu memang untuk selain Allah, serta minta dihilangkannya sukerto (sial) itu kepada yang disajeni (selain Allah), maka jelas syirik akbar. wallahu a’lam.

Sedangkan meminta perlindungan kepada Batoro Kolo agar selamat dari kesialan dengan upacara ruwatan itu termasuk kemusyrikan yang dilarang dalam Al-Qur’an:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ(106)

”Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian,termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” (Yunus/ 10:106).

{ إنك إذاً من الظالمين } : أي إنك إذا دعوتها من المشركين الظالمين لأنفسهم .

“…maka sesungguhnya kamu, dengan demikian,termasuk orang-orang yang dhalim (musyrik).” Artinya sesungguhnya kamu apabila mendoa kepada selain-Nya adalah termasuk orang-orang musyrik yang mendhalimi kepada diri-diri mereka sendiri. [أيسر التفاسير للجزائري – (ج 2 / ص 153)]

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ(107)

”Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia- Nya…”( Yunus: 107).

Kesimpulan: 1.Ruwatan Mendatangkan Dosa Terbesar. 2.Ruwatan itu kepercayaan non Islam berlandaskan cerita wayang. Ruwatan artinya upacara membebaskan ancaman Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak Batoro Guru/ raja para dewa. Batoro Kolo adalah raksasa buruk jelmaan dari sperma Batoro Guru yang berceceran di laut, setelah gagal bersenggama dengan permaisurinya, BatariUma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan.
Upacara ruwatan itu bermacam-macam:
ada yang dengan mengubur sekujur tubuh selain kepala,
atau menyembunyikan anak/ orang yang diruwat,
ada yang dimandikan dengan air kembang dan sebagainya.
Biasanya ruwatan itu disertai sesaji dan wayangan untuk menghindarkan agar Betoro Kolo tidak memangsa.

Itulah kepercayaan kemusyrikan/ menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan selainNya yang berlandaskan cerita wayang penuh takhayyul, khurofat, dan tathoyyur (menganggap sesuatu sebagai alamat sial dsb).

***

Sujud kepada Selain Allah

Ilustrasi Ketum Partai politik yang bersujud di depan makam Bung Karno di Blitar Jawa Timur, Jum’at (4/5/2018)/ foto ist

السجود : وضع الجبهة على الارض على وجه التعظيم، هذا لا يكون الا لله. لا يجوز ان يسجد لاحد، فان سجد لغير الله فهو مشرك

Sujud adalah meletakkan kening di atas tanah dalam rangka pengagungan, 
maka sujud tdk boleh di lakukan kecuali kpd Allah.
tdk boleh seseorang sujud kpd orang lain, maka barangsiapa yg sujud kpd selain Allah maka dia Musyrik.

(Syaikh Sholih Al-Fauzan : Syarah Al-Jaami’ Li’ibaadatillahi Wahdah. hal: 172 cet: Daarul Ma’tsuur)


Anda sedang membaca Sesajen, Tumbal dan Semacamnya Itu Ibadah kepada Selain Allah, Kemusyrikan Besar, Mengeluarkan dari Islam
Lebih lengkap baca sumber http://bitly.com/2J2tFEW

Posting Komentar untuk "Sesajen, Tumbal dan Semacamnya Itu Ibadah kepada Selain Allah, Kemusyrikan Besar, Mengeluarkan dari Islam"