Polemik Dana Bagi Hasil Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah
Oleh:Gde Siriana
DALAM UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak ditemukan aturan yang menentukan kapan pemerintah pusat (pempus) harus melakukan transfer DBH (Dana Bagi Hasil).
Dalam Permen Keuangan Nomor 20/PMK.07/2020 tentang Penyaluran Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Pada Tahun Anggaran 2020 juga tidak ditemukan aturan kapan pempus harus melakukan transfer Kurang Bayar (KB) DBH kepada daerah. PMK ini hanya menetapkan besaran dan jenis KB DBH yang akan ditransfer ke daerah.
Adapun aturan kapan waktunya transfer disinggung di UU 20/2OI9 tentang APBN 2020, tetapi bukan suatu keharusan dalam hal waktunya. Pasal 11 ayat 7 bahwa penyaluran DBH untuk triwulan IV dapat digunakan untuk
penyelesaian Kurang Bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2Ol9 dengan memperhitungkan lebih bayar tahun-tahun sebelumnya.
Kesimpulan saya, pertama tidak ada aturan yang menyatakan bahwa audit BPK menjadi penentu dalam penyaluran Kurang Bayar DBH tahun sebelumnya, maupun DBH tahun berjalan. Sangat mungkin Menteri Sri Mulyani Indrawati (SMI) dan stafsus-nya mendasarinya pada ketentuan UU 20/2019 bahwa penyelesaian KB DBH dapat dilakukan di triwulan ke IV.
Di mana dalam periode itu, audit LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) sudah selesai. Tetapi tetap saja audit LKPP tidak dapat dijadikan syarat penyaluran DBH. Inilah yang jadi polemik BPK vs Kemenkeu.
Apalagi misalnya DBH dari unsur penerimaan pajak sudah melalui MPN (Modul Penerimaan Negara) secara real time, sehingga sudah terlihat jenis pajak dan jumlahnya berapa. Artinya dari situ sudah dapat dibuat estimasi DBH baik oleh pusat maupun daerah.
Kedua, kalimat pada UU20/2019 pasal 7, bahwa penyaluran DBH di triwulan IV dapat digunakan untuk penyelesaian utang DBH kepada daerah bukan berarti penyelesaian Kurang Bayar DBH kepada daerah 'harus' dilakukan di triwulan IV.
Dalam hal daerah membutuhkan DBH untuk penyelenggaraan pemerintahan, lalu pempus melakukan penyaluran di rriwulan I, maka hal ini tidak melanggar UU 20/2019. Di sinilah kebijaksanaan pusat dalam menentukan urgensi dan prioritas penyaluran DBH.
Jika presiden Jokowi saja sudah meminta daerah untuk merelokasi anggaran daerah untuk fokus pada penanganan wabah Covid-19, tentunya sangat dimengerti jika pemda, khususnya DKI menagih pempus atas DBH 2019 karena dana akan digunakan untuk prioritas penanganan Covid 19. Artinya sejalan dengan ucapan Jokowi.
Yang perlu dikritisi adalah sikap sense of crisis dari para pejabat di pusat untuk segera membantu pemda dalam hal keuangan di saat krisis Covid-19. Pemerintah pusat tetap harus melihat DBH dari kacamata UU, bahwa Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari APBN kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal
Jika pusat menghambat atau tidak peka untuk segera menyalurkan DBH yang menjadi hak daerah, ini sama saja dengan menghambat desentralisasi/otonomi daerah.
Ketiga, pada Permenkeu Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH, DAU, dan DID TA 2020 dalam rangka Penanggulangan Covid-19 pada Bab Penyaluran, pasal 4 mensyaratkan bahwa penyaluran DBH SDA triwulan II dan triwulan III dan penyaluran DAU bulan Mei 2020 sampai dengan September 2020 Tahun Anggaran 2020 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pemerintah Daerah telah menyampaikan Laporan Kinerja Bidang Kesehatan untuk pencegahan dan/atau penanganan Covid-19; dan Laporan Kinerja Bidang Kesehatan untuk pencegahan dan/atau penanganan Covid-19 menunjukkan realisasi pelaksanaan kegiatan.
Dalam hal ini, kinerja pemda dalam pencegahan dan penanganan wabah Covid-19 bergantung pada dana yang dimiliki Pemda termasuk transfer DBH tahun 2019.
Keempat UU tentang APBN 2020 telah menyediakan payung hukumnya jika pempus akan selalu berutang pada daerah terkait DBH.
Pasal 11 ayat (8) bahwa setelah digunakan untuk penyelesaian kurang bayar dan masih tersedia sisa pagu anggaran, maka dapat digunakan untuk penyaluran sebagian DBH triwulan IV tahun berjalan.
Kalimat sebagian DBH triwulan IV tahun berjalan inilah yang menjadi landasan pempus selalu berutang DBH pada daerah.
Kelima, penundaan transfer Kurang Bayar DBH (tahun anggaran 2019 dan sebelumnya) dari pempus ke daerah menjadi indikasi bahwa saat ini pempus sedang kesulitan likuiditas.
Keenam, pempus juga tidak konsisten dalam anggaran saat krisis Covid-19. Contohnya Kemenkeu berikan relaksasi pajak bagi perusahaan dan karyawan, tapi tidak mau memberikan relaksasi untuk pemda DKI sebagai pusat penyebaran virus corona dalam mempercepat penyaluran DBH 2019 untuk digunakan dalam menangani Covid-19.
Contoh lain adalah ketika Jokowi dan Menkeu SMI begitu mudahnya mengalokasikan dan mencairkan anggaran untuk kartu PraKerja di saat daerah masih menagih DBH 2019 yang belum dibayar pusat.
(Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), yang juga aktivis Bandung Initiatives Network)
Posting Komentar untuk "Polemik Dana Bagi Hasil Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah"