Eksistensi Berujung Mati

Oleh Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si

(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Dunia berduka. Begitu tag berita atas kehilangan sang diva dunia: Whitney Houston. Ya, Whitney ditemukan tak bernyawa di bak mandi Hotel Beverly Hilton, Beverly Hills, California Sabtu (11/2/2012). Di kamar tempatnya menginap ditemukan berbagai jenis obat-obatan dan minuman beralkohol yang diduga menyebabkan kematiannya (detikhot, 18/02).

Pemakaman diva pop ini pun mengharu biru. Pasca peristiwa tersebut, segala yang terkait dengan Whitney terus diperbincangkan dunia. Termasuk keberadaan Bobby Brown, mantan suami Whitney, yang disebut-sebut sebagai orang “yang patut disalahkan” atas “keterpurukan” Whitney. Menurut teman sang diva, David Gest, Whitney disebutkan tidak pernah menyentuh obat-obatan terlarang sebelum menikah dengan Bobby Brown (antaranews, 21/02).

Tak hanya Whitney yang tewas di puncak kariernya. Fenomena serupa juga terjadi di jagat hiburan Korea. Artis Park Yong Ha, pemeran Kim Sang Hyuk dalam drama terkenal Winter Sonata, ditemukan gantung diri di rumahnya (detikhot, 30/06/2010). Spekulasi segera merebak. Ada yang mengatakan Park Yong Ha bunuh diri karena depresi dan tak kuat menerima cobaan karena sang ayah sakit keras. Ada juga pemberitaan bahwa Park Yong Ha bunuh diri karena overdosis obat tidur untuk mengatasi insomnianya.(beritaterkiniindonesia, 19/02).

Park Yong Ha hanya satu dari sekian artis Korea yang mengakhiri hidupnya di puncak karier. Tercatat sejak 2005, sejumlah artis Korea yang sedang ngetop juga bunuh diri dan tahun 2011 adalah puncaknya (anneahira.com, 19/02).

DEPRESI PUBLIC FIGURE

Menjadi public figur di dunia hiburan itu tak seenak bayangan orang. Tuntutan tampil sempurna, adalah siksaan. Bicara tak bisa sembarangan, berpakaian harus menarik perhatian, tak bebas pergi ke mana saja, dikejar-kejar wartawan, jadwal show superpadat, bahkan terkadang diteror penggemar.

Semua harus dibayar mahal, yakni ketidakbebasan. Memang, pundi-pundi harta melimpah, tapi itu berbanding lurus dengan berbagai tekanan hidup yang luar biasa. Ya, di balik ketenarannya, sejumlah ‘ancaman’ siap menjemput. Isu rumah tangga, kritik pedas pengamat hingga teror penggemar bisa menjadi mesin pembunuh bagi sang bintang. Depresi berat pun tak terhindarkan. Obatan-obatan terlarang menjadi pelarian.

Seperti halnya yang menimpa Whitney Houston. Meski sudah dinilai sempurna, ia ternyata mengalami krisis percaya diri. Ia dikabarkan berencana operasi plastik dua minggu sebelum meninggal dunia, yaitu dengan facelift. Metode facelift biasa dilakukan untuk mengencangkan wajah dengan menghilangkan keriput yang ada pada muka atau leher (detikhot, 17/02).

Kevin Costner yang menjadi lawan mainnya dalam film The Bodyguard, pun bersaksi. Ia menuturkan bahwa Whitney sering bertanya padanya, “Apakah saya sudah tampil bagus? Apakah saya cukup cantik? Apakah mereka (publik) akan suka kepada saya?” (metrotvnews.com, 19/02).

Hal yang sama juga menjadi fenomena di Korea. Operasi plastik laris manis di negeri Ginseng itu demi kesempurnaan fisik sang bintang. Maklum, persaingan menjadi artis di sana sangat ketat. Bahkan sudah melalui masa training bertahun-tahun pun, belum tentu calon bintang bakal diorbitkan. Banyak artis Korea yang tidak tahan dan depresi lalu bunuh diri (kapanlagi.com, 03/12/2011).

Tuntutan pekerjaan di dunia artis memang sangat tinggi. Manajemen artis pun dituding sebagai salah satu penyebab. Mereka mengontrol kehidupan artis begitu ketat, menuntut banyak hal, mulai dari menjaga citra, latihan yang ketat, hingga mengatur dengan siapa saja sang artis boleh berkencan. Belum lagi dengan para fans di Korea yang ternyata dapat memberikan tekanan tambahan. Seorang artis dapat dipuji setinggi langit dan kemudian dihina keeseokan harinya. Mereka menguntit idolanya hingga batas yang membuat artis tidak nyaman. Lebih parah lagi, sebagai negara dengan koneksi internet tertinggi dan tercepat di dunia, para fans ini dapat dengan bebas memberikan kritik luar biasa pedas saat idola mereka melakukan tindakan yang tak sesuai harapan (anneahira.com, 19/02).

Begitulah, kenyamanan hidup terbukti tidak bisa dinikmati dengan ketenaran dan kekayaan. Anehnya, itulah yang dikejar mati-matian oleh sebagian masyarakat. Semua memimpikan, betapa enaknya hidup mewah dalam gelimang harta dan ketenaran. Namun, ternyata, menjadi terkenal, dipuja dan banyak uang bukanlah akhir kebahagiaan. Bahkan, inilah awal sebuah kehancuran. Betapa banyak kisah-kisah berserakan mengenai hal ini, namun tak juga menyadarkan manusia untuk berhenti mengejar mimpi-mimpi semu itu.

Tanya saja para gadis remaja, kebanyakan mereka pasti mendambakannya. Cara paling mudah, ya menjadi selebriti. Tak heran bila ajang pencarian bakat sebagai gerbang menuju dunia entertainment penuh sesak. Menjadi penyanyi, pemain film, artis sinetron dan juga kontes-kontes kecantikan. Semua demi tujuan: terkenal, dipuja dan banyak uang.

Tak hanya para gadis remaja, ibu-ibu yang punya anak gadis pun, pasti bangga jika anaknya mampu meraih “prestasi” seperti itu. Dengar saja celoteh ibunda Ayu Ting Ting di media-media, yang sangat bangga anak gadisnya mampu mendongkrak perekonomian keluarga.

Apakah seperti itu yang kita harapkan? Teladan positif apa yang bisa dibagikan kepada para fans, jika idolanya sendiri bingung bahkan putus asa dengan eksistensi dirinya? Haruskah fans mengikuti gaya hidup mereka yang akrab narkoba, minuman keras hingga caranya mengakhiri hidup?

KEBAHAGIAAN HAKIKI

Siapapun memang ingin sukses. Namun, sukses di dunia bukan jaminan kebahagiaan. Realitas di atas sudah membuktikan. Bukankah kesuksesan di dunia kerap diartikan sebagai terpenuhinya segala kebutuhan kebendaan? Cantik, terkenal, dipuja dan banyak uang, kurang apalagi? Orang seperti itu, mustinya tidak perlu lagi pusing tujuh keliling karena semua bisa dia beli. Ia bisa menikmati hidup, makan apa yang dia suka, foya-foya, jalan-jalan keliling dunia, dst.

Nyatanya, semua itu hanya fatamorgana. Kebahagiaan semu. Para public figure yang di permukaan tampak baik-baik saja, terbukti menyimpan kegagalan bertubi-tubi dalam hidupnya. Gagal meraih makna kebahagiaan hakiki. Mengapa? Karena mereka kering dari siraman spiritual hakiki. Mungkin banyak yang menyangkal, bukankah artis juga banyak yang “dekat” dengan Tuhan? Seorang Whitney pun, merehabilitasi dirinya dengan treatment spiritual.

Namun, itu tidaklah menyembuhkan. Harus diingat, agama-agama selain Islam hanya mengajarkan aspek kerohanian. Agama itu berusaha “menyirami” kekeringan spiritual, namun di sisi lain manusia itu tetap menjalani hidup di jalan salah karena tidak dibarengi pemahaman akan kesadarannya sebagai hamba dari Tuhan Sang Pencipta. Mereka meyakini agama hanya sebatas penenang ritual, bukan bentuk pertanggungjawaban atas segala aktivitasnya di dunia.

Berbeda dengan Islam, dimana mengatur hubungan manusia sebagai hamba Allah SWT, sehingga mengajarkan umatnya selalu terikat pada aturan Sang Pencipta. Islam mengajarkan kebahagiaan bukan pada kesempurnaan fisik dan gelimang materi, melainkan berjalannya manusia sesuai perintah dan larangan Allah SWT. Jadi, hanya Islamlah sumber kebahagiaan hakiki. Sesungguhnya, kebahagiaan hakiki seorang manusia terletak pada ketenangan batinnya sebagai makhluk Allah SWT.

Karena itu, sungguh tidak layak kalau kita sebagai umat Islam ikut meratapi kepergian para diva dunia. Apalagi ikut memujanya sebagai sosok teladan. Padahal tewasnya saja dalam kondisi buruk. Firman Allah Swt: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (TQS Al-Ahzab [33]: 21).

Kepada umat Islam, khususnya remaja putri dan ibu-ibu janganlah tergiur mengejar fatamorgana: ketenaran dan gelimang harta. Jika itu yang tetap kalian kejar, artinya sudah siap dengan risiko kematian yang terkategori su’ul khatimah. Na’udzubillahi min zalik.

Terakhir, ingatlah pesan Allah SWT Surat Al-Ashr [103] ayat 1-3: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” Wallaahu a’laam.(*)

hizbut-tahrir




Posting Komentar untuk "Eksistensi Berujung Mati"