Lahirkan Generasi yang Tahu Bukan Hanya Palestin yang Menangis

SUATU hari, saya menyebut nama Suriah di dalam sebuah pembicaraan yang dihadiri oleh teman-teman sesama muslimah. Tak lain tujuan saya adalah untuk bersama-sama berbagi informasi perihal yang sedang terjadi atas ummat Islam, saudara-saudara seiman.
Rata-rata mengenal nama negara tersebut dan tahu pula lokasi kedudukannya. Namun sayang, banyak teman tidak mengetahui secara tepat dan pasti apa yang sedang terjadi dengan keadaan saudara-saudara Muslim.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda, "Barangsiapa tidak peduli tentang urusan umat Islam, maka bukanlah mereka dari golongannya”.

Tentu, menyalahkan ketidaktahuan mereka seratus peratus bukanlah hal yang adil. Yang jelas, faktor utama adalah, banyak media (khususnya media mainstream) tidak menyampaikan berita dengan benar tentang apa yang terjadi, menyangkut kondisi yang sedang dialami saudara-saudara Muslim. Faktor yang lain, kebanyakan dari kalangan mereka tidak memiliki akses dengan dunia luar, baik dari jalan media cetak alternatif mahupun internet. Dan seandainya ada beberapa yang mengenal internet, mereka lebih mengenalnya sebagai medium jaringan social (seperti Facebook, Twitter dan sejenisnya) yang malangnya, tidak itupun tidak dipergunakan sebaik mungkin.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah kurangnya rasa persaudaraan disebabkan racun nasionalisme yang ditanam  penjajah. Padahal berat sekali penilaian terhadap mereka yang mengaku Muslim namun melupakan atau melalaikan urusan Muslim yang lain. Masalah saudara seiman kenyang atau tidak, sebenarnya menjadi hal yang diperingatkan agama kita (Islam, red), apalagi masalah yang lebih besar dari itu, yakni melibatkan hidup dan mati, yang mengaitkan kehormatan diri dan Islam itu sendiri.

Maka kisah Suriah saya tuangkan, meski seharusnya banyak yang sudah tahu, dari bacaan di dunia maya –baik dari media cetak alternatif, dari pemberitaan mulut ke mulut--  atau dari sumber yang dapat dipercayai.

Sebagian besar mendengar musibah di Suriah terperanjat sambil menekup mulut yang bersiap mengeluh kesal. Betapa mereka tidak menyangka ada pembantaian yang terjadi di sana, yang lebih dahsyat dari yang pernah berlaku di Bosnia Herzegovina atau pembunuhan massal yang dijalankan oleh Ariel Sharon di Sabra dan Shatilla puluhan tahun dahulu. Mereka tidak menduga bahwa apa yang berlaku bukan sekadar masalah politik dalam negara semata-mata. Tak lupa juga yang kini sedang dialami  saudai Muslim di Arakan, Myanmar. Saudara-saudara di Kashmir dan sedikit di sana sini belahan dunia yang terlintas di fikiran kita.

Belum lagi menyinggung masalah ummat yang tertindas dan ditindas.
Pemberitaan berat sebelah yang lebih banyak menyembunyikan duka dan ketidakadilan yang menimpa ummat,  di tambah dengan sikap ‘tidak peduli di antara kita, asalkan negara dan keluarga sendiri dalam keadaan aman sentausa’, telah melahirkan generasi yang mementingkan diri sendiri di luar kendali kesadaran.


Apa bisa dilakukan kaum perempuan?


Pertanyaan sangat menarik diajukan. “Apa yang kita (perempuan) dapat lakukan?” Ada beberapa hal yang dapat dan mampu dilakukan oleh perempuan.

Pertama. Lahir dan didiklah anak-anak kita untuk menjadi generasi rabbani. Didik anak-anak dan masyarakat sekeliling kita agar mengasihi dan peduli terhadap saudara seimannya. Didiklah mereka menjadi manusia berilmu dan berketerampilan.

Kedua. Sampaikan berita-berita aktual dan sahih, dengan berbagai cara yang memungkinkan. Bangkitkan semangat mencintai Islam dan jihad.

Ketiga. Peringatkan selalu pada diri, keluarga dan teman-teman (masyarakat) akan sebuah hadits  yang menunjukkan kekhawatiran zaman dulu dan telah terbukti di zaman ini.
Diriwayatkan daripada Thauban radhiyallahu ‘anhu, bahwa sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Setelah aku wafat, setelah lama aku tinggalkan, ummat Islam akan lemah. Di atas kelemahan itu, orang kafir akan menindas mereka bagai orang yang menghadapi piring dan mengajak orang lain makan bersama.”


Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum pun bertanya, “Apakah ketika itu ummat Islam telah lemah dan musuh sangat kuat?”
Kata Rasulullah,”Bahkan masa itu jumlah mereka lebih banyak tetapi tidak berguna, tidak berarti dan tidak menakutkan musuh. Mereka adalah ibarat buih di laut.”
Sahabat bertanya lagi, “Mengapa sebanyak itu tetapi seperti buih di laut?”
Jawab baginda shallallahu alaihi wasallam, ‘Karena mereka ditimpa penyakit al-wahn.’

Sahabat bertanya lagi, “Apakah itu al-wahn?
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Cinta dunia dan takut mati.”


Keempat, dan yang paling kecil yang dapat dilakukan para perempuan adalah berdoa dan mengajak orang lain turut sama mendoakan terhadap saudara-saudara Muslim yang berbagai belahan dunia, termasuk yang kini terjadi di Suriah, Myanmar dan Palestina.
Kesimpulannya, para wanita atau kaum perempuan Muslim, bisa memainkan peran kita sebagai madrasatul ‘ula, madrasah (sekolah)  pertama bagi anak-anak di dalam rumah secara adil dan saksama. Sehingga dari tangan perempuan, lahirlah umat dan generasi yang menyadari, bahwa di luar sana, tak hanya Suriah, Kasmir, Myanmar atau Palestina  saja yang menangis.*/Paridah Abas, penulis seorang ibu rumah tangga dan pengajar 

hidayatullah.com

BringBackIslam

Posting Komentar untuk "Lahirkan Generasi yang Tahu Bukan Hanya Palestin yang Menangis"