Siapakah yang (Sebenarnya) NATO/No Action Talk Only?

Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik. Aktivitas-aktivitasnya berupa aktivitas politik. Yang dimaksud dengan politik adalah ri'ayah su'unil ummah (mengurusi urusan umat/masyarakat), bukan politik dalam tafsiran Barat yang identik dengan terjun ke dalam sistem politik Barat.

Berkaitan dengan hal ini, hizb seringkali mendapatkan fitnah dan cacian dari berbagai pihak, khususnya kelompok-kelompok politik yang ada di parlemen atau terlibat dalam sistem pemerintahan, bahwa:

1. Hizb tidak benar-benar/serius memperjuangkan tegaknya politik Islam. Hizb tidak serius berjuang dengan metode politik. Walaupun hizb sering mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan politik, tetapi hakikatnya hizb belum berpolitik. Apalagi hizb belum masuk pemerintahan. Ini artinya, hizb hanya berwacana politik tetapi tidak berbuat riil dalam aktivitas politik. Sebuah jargon dilontarkan hizb itu NATO (No Action Talk Only). Semua kesimpulan di atas diambil hanya karena hizb tidak pernah masuk ke dalam lembaga-lembaga politik.

2. Ketika hizb menyuarakan tegaknya hukum Islam, potong tangan misalnya, hizb tidak pernah berani memotong tangan orang yang melakukan tindak pencurian. Hizb juga menyuarakan hukum rajam, tetapi hizb tidak berani merajam para PSK (Pekerja Seks Komersial) yang sering berkeliaran. Hizb juga menyuarakan pendidikan gratis, tetapi tidak pernah terdengar hizb mendirikan sebuah sekolah gratis. Hizb juga sering menyuarakan BBM murah, tetapi tidak pernah ada kejadian hizb membeli/mengelola sebuah tambang minyak untuk dibagikan kepada rakyat. Hizb juga menyuarakan kesehatan gratis, tetapi sampai sekarang hizb tidak pernah membuka rumah sakit, bahkan klinik sekali pun.

3. Ketika terjadi penyerangan Israel ke Gaza, hizb juga menyerukan agar negara memberangkatkan pasukan untuk berjihad di sana, tetapi hizb di Indonesia dan hizb di negara-negara lain pada umumnya tidak pernah berangkat ke Gaza. Apa ini artinya hizb hanya berwacana saja soal jihad?

4. Ada juga simplikasi lain yang sangat tidak tepat untuk dialamatkan kepada hizb. Hizb sering menyuarakan bahwa hukum/sistem yang berlaku di Indonesia adalah hukum kufur. Akan tetapi, hizb justru mendaftarkan diri sebagai lembaga legal-formal di Kementerian Dalam Negeri. Seluruh anggota hizb juga membuat KTP, SIM, Paspor dan lain-lain. Bahkan ada orang hizb yang menjadi PNS. Dari sini, kemudian diambil kesimpulan bahwa orang-orang hizb adalah orang-orang munafik, sebab tidak konsisten dengan apa yang disuarakan. “Katanya sistem kufur, kok ikut mendaftarkan diri segala.” Demikian fitnah itu tersebar.

Berpijak dari hal-hal di atas, kemudian mereka berkesimpulan bahwa hizb hanya pandai berbicara tanpa ada langkah riil di tengah-tengah masyarakat.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut agaknya kita perlu mencermati beberapa hal berikut ini.
1. Batasan riil dan tidak riil
Untuk mengukur sesuatu, apakah suatu perbuatan itu riil atau tidak riil tentu membutuhkan ukuran. Jika tidak ada ukuran, maka masing-masing pihak akan bisa menghukumi: ini riil dan itu tidak riil. Tentu tidak seperti itu. Tetap harus membutuhkan ukuran. Jika membutuhkan ukuran, lantas apa ukurannya bahwa suatu perbuatan itu dikatakan riil? Riil, dalam bahasa Indonesia berarti nyata, konkret. Nyata, berarti tampak, terindera, dan kasat mata. Jika hal ini dijadikan ukuran, maka apa yang dilakukan hizb sangat riil dan nyata. Sebab, yang dilakukan hizb adalah upaya untuk membangkitkan umat.

Kebangkitan umat hanya akan akan terwujud dengan adanya kesadaran umat. Kesadaran umat tidak akan bisa diraih tanpa aktivitas penyadaran umat. Penyadaran hanya bisa dilakukan dengan berbagai macam pengkajian. Aktivitas pengkajian inilah yang dilakukan hizb dalam berbagai aktivitasnya.

Aktivitas penyadaran seperti ini juga dilakukan oleh siapa pun, baik itu individu atau kelompok. Partai-partai yang ada di parlemen, ketika mereka akan merekrut anggota, tentu mereka mengajak masyarakat untuk melakukan pengkajian-pengkajian terhadap berbagai permasalahan bangsa. Kemudian mereka mengajak masyarakat untuk mengikuti ide-ide yang diusung partai-partai tersebut. Mengapa mereka melakukan hal tersebut? Sebab mereka ingin menyadarkan masyarakat, kemudian masyarakat memilih partai-partai politik itu. Semua dikaji melalui penyadaran-penyadaran umat.

Hal ini juga dilakukan oleh mubaligh-mubaligh yang ada di seluruh pelosok negeri ini. Hanya saja, parta mubaligh tidak dalam konteks agar mereka mengikuti partai, tetapi untuk menyadarkan umat tentang keislaman. Setiap ada momen hari besar Islam, mereka selalu diundang untuk mengisi pengajian. Aktivitas mengisi pengajian itu adalah aktivitas penyadaran umat. Jika hal-hal yang seperti ini tidak pernah dianggap riil (konkret), tentu partai-partai politik dan mubaligh-mubaligh itu juga hanya berwacana saja alias tidak berbuat riil. Jika hal ini terdengar oleh para mubaligh dan partai-partai, tentu mereka tidak terima.

Sebagai contoh: Cobalah Anda bertanya kepada ustadz Afirin Ilham, Aa Gym, Mamah Dedeh, Ustadz Yusuf Masyur, Jeffry Al Bukhari, atau Subki Al Bughury. Tanyalah kepada mereka, atau katakan kepada mereka, “Ustadz/ustadzah, apa yang Anda lakukan itu sebenarnya tidak riil alias hanya berwacana.” Pastilah mereka tidak akan terima dengan pernyataan Anda tersebut. Bahkan, jika asumsi ini benar, almarhum KH. Zainuddin MZ. juga telah melakukan pekerjan yang sia-sia selama ini.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh hizb dalam aktivitasnya sama seperti apa yang dilakukan oleh partai-partai politik atau mubaligh-mubaligh yang suka mengisi pengajian-pengajian itu, yaitu melakukan aktivitas penyadaran umat. Kesadaran umat tidak akan bisa diraih kecuali dengan mengubah pemikiran dan perasaan umat. Mengubah pemikiran dan perasaan umat tidak lain dengan dakwah.

Demikian pula, ketika Rasulullah saw. berdakwah di Makkah. Beliau berdakwah di Makkah, dan melakukan penyadaran terhadap orang-orang Makkah. Tidak pernah tampak sedikit pun dari aktivitas dakwah beliau yang terlihat berkompromi dengan sistem jahiliyah saat itu. Bertahun-tahun beliau berdakwah, tetapi selalu saja ditentang dan diserang. Aktivitas yang dilakukan beliau, adalah aktivitas penyadaran masyarakat. Maka tidak seorang pun umat Islam berani mengatakan bahwa apa yang dilakukan Rasulullah itu hanyalah berwacana dan tidak berbuat riil.

Ketika para pembesar Quraisy seperti Abu Lahab, Abu Jahal, Abu Sufyan, Umayyah bin Khalaf, Walid bin Al Mughirah, dan lain-lain mengajak Rasulullah untuk menghentikan dakwahnya dengan imbalan harta, tahta, dan wanita, Rasulullah tetap tidak surut langkah kemudian bergabung dengan sistem kufur jahiliyah dengan alasan agar dakwahnya bisa dikatakan riil. Ketika dakwah Rasulullah tidak mendapat respon masyarakat Makkah, Rasulullah juga tidak pernah mengganti metode dakwahnya dengan tetap mentolerir sistem kufur jahiliyah hanya karena agar dakwahnya bisa dikatakan riil. Tidak. Rasulullah tidak pernah merasa bahwa apa yang dilakukannya sesuatu yang tidak riil.

Sama seperti apa yang dilakukan Rasulullah, hizb pun demikian. Dari sisi usahanya, apa yang dilakukan hizb, partai-partai, atau mubaligh-mubaligh adalah sama, yaitu dengan penyadaran masyarakat. Hanya saja materi dan metode penyadarannya (dari masing-masing penyeru) tetap berlainan.

Kemudian, jika yang dimaksud dengan riil adalah sesuatu yang “terasa” oleh umat, maka hal ini juga sangat riil bagi hizb. Jika yang diinginkan umat adalah kebangkitan, maka apa yang dilakukan oleh hizb juga sesuatu yang dirasakan oleh umat. Sejak berdirinya yang hanya lima orang, hingga sekarang yang jumlah syababnya sampai jutaan di seluruh dunia, itu wujud kerja keras/aktivitas hizb. Justru karena umat merasakan dakwah hizb, maka mereka pun menyambutnya dengan hangat. Dari Palestina hingga Amerika, dari Eropa hingga Australia, dari Maroko hingga Merauke, telah merasakan dakwah hizb. Hingga akhirnya dakwah hizb pun diterima dan didukung. Lalu tidak riilnya dimana?

Konferensi Khilafah Internasional tahun 2007 adalah bukti nyata. Lebih dari 100.000 orang memenuhi Gelora Bung Karno. Padahal, tidak semua dari para peserta itu adalah orang-orang hizb. Ini menunjukkan bahwa dakwah hizb juga dirasakan oleh masyarakat. Demikian pula dengan Konferensi Rajab yang baru saja digelar hizb. Tidak semua orang yang mengikuti adalah orang hizb, tetapi mereka menerima hizb. Selain itu ada juga Muktamar Ulama Nasional dan Muktamar Mubalighah Nasional. Semua itu menunjukkan respon positif masyarakat terhadap dakwah hizb.

Tetapi, jika yang dimaksud dengan riil adalah terjun ke dalam sistem kufur, maka hal itu jelas tidak mungkin dilakukan oleh Hizb. Sebab, metode dakwah hizb adalah metode dakwah Rasulullah saw. Tidak terbukti sedikit pun dalam sirah nabawiyah, bahwa Rasulullah pernah bergabung dengan sistem kufur hanya karena merasa dakwahnya tidak diterima masyarakat (tidak riil). Bahkan ketika Rasulullah ditawari untuk melakukan koalisi dengan kalangan kafir Quraisy, Rasulullah pun menolak seraya mengatakan, "Demi Allah. Jika mereka (orang-orang Quraisy) meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, maka aku tidak akan menghentikan dakwah ini sampai kebenaran ini tegak atau aku binasa karenanya." Subhanallah..

Oleh karena itu, jika yang dimaksud dengan riil adalah masuk ke dalam sistem kufur, maka hizb tidak akan pernah masuk ke dalam sistem kufur dengan dua alasan: Tidak syar'i dan berbahaya. Tidak syar'i, karena tidak sesuai dengan metode dakwah Rasulullah saw., dan berbahaya terhadap eksistensi Islam dan hizb sendiri. Islam akan dituduh/difitnah, bahwa dalam Islam ada kebolehan menerima sistem kufur (padahal tidak boleh), bahwa demokrasi juga ada dalam Islam (padahal tidak ada), dan fitnah-fitnah yang lainnya. Hal itu juga berbahaya bagi hizb. Hizb akan dituduh melenceng dari khithah dakwahnya, hizb tidak konsisten, hizb mudah terbujuk rayuan dunia, dan lain sebagainya. Lihatlah salah satu partai dakwah yang selama ini bergabung dengan sistem kufur demokrasi. Partai itu pun kini tengah dilanda badai fitnah. Konstituennya semakin jauh dari Islam, fitnah pun melanda terus-menerus. Kedekatannya dengan Gerombolan Kacung Liberal pun semakin erat. Masya Allah...

Partai-partai yang selama ini mengusung jargon pemberantasan kemiskinan, keadilan rakyat, berpihak kepada rakyat, dan lain-lain seakan-akan semua itu hanya rayuan gombal belaka. Omong kosong besar. Lihatlah partai-partai yang saat ini duduk di parlemen. Apa yang dihasilkan dalam kinerja mereka sama sekali tidak ada yang nyambung dengan keadilan rakyat, pemberantasan kemiskinan, dan lain-lain. Bahkan yang terjadi malah sebaliknya. Berbagai pemberitaan yang datang dari parlemen, tidak pernah membuat rakyat senang. Berbagai pemberitaan yang berkaitan dengan parlemen itu selalu saja menyakiti hati rakyat dan membuat rakyat semakin benci dengan parlemen (yang mengaku sebagai wakil rakyat).

Mulai dari isu pembangunan gedung parlemen yang menghabiskan dana lebih dari satu trilyun, sidang paripurna yang diwarnai kepornoan, wakil rakyat tertidur, baca koran tentang sepak bola (padahal paripurna tidak sedang membahas tentang olahraga), pemborosan anggaran dengan alasan studi banding, dan lain-lain. Tidak hanya itu, berbagai UU yang dihasilkan juga tidak ada yang berpihak kepada kebaikan rakyat. Lihatlah UU Migas, UU Pornografi, UU Sumber Daya Air, UU Minerba, UU Penanaman Modal, UU Sisdiknas, dan sebagainya. Tidak ada yang berpihak kepada rakyat. Masya Allah.. Ini artinya, apa yang dilakukan partai-partai di parlemen itu juga tidak ada yang riil. Mereka hanya berwacana saja. Berwacana tentang: perjuangan untuk rakyat, pengentasan kemiskinan, keadilan rakyat, dan sebagainya. Yaa.. Mereka hanya berwacana.. Kerja mereka hanya berwacana…

Bahkan jika dibandingkan dengan hizb, justru hizb telah memiliki konsep yang jelas dan nyambung dengan permasalahan negeri ini.. Hizb telah memiliki konsep-konsep riil menyelesaikan permasalahan secara riil. Semua telah siap dan dimiliki hizb. Tinggal diterapkan.

Bagi partai-partai Islam yang mengusung tegaknya Islam, justru mereka semakin jauh dari Islam itu sendiri. Mereka sering berkoalisi dengan partai-partai sekuler, padahal Allah telah melarangnya (lihat Q.S. Al Maidah: 2). Mereka semakin menerima berbagai kebijakan yang tidak bersumber dari syariat Islam. Mereka semakin tidak Islami. Partai semacam inikah yang diharapkan dari tegaknya Islam? Ketika ayat-ayat Allah diolok-olok, mereka diam saja dan tidak menjauhi parlemen itu, padahal Allah telah memerintahkan untuk meninggalkan orang-orang yang mengolok-olok ayat-ayat Allah (lihat Q.S. An Nisa’: 140). Demikianlah..

2. Pelaksanaan syariat Islam
Kita semua sudah paham, bahwa hizb memperjuangkan tegaknya hukum Allah. Tetapi kita semua juga tidak pernah melihat hizb menerapkan hukum Allah seperti potong tangan, qishash, rajam, dan sebagainya. Kita semua juga tidak pernah melihat hizb mempunyai sekolah gratis. Atau rumah sakit gratis bagi warga miskin, dan sebagainya. Lalu apa ini berarti hizb hanya berwacana saja?

Seandainya kita mau untuk melakukan pengkajian serius terhadap Alquran dan Assunah, maka akan kita dapati bahwa dalam hukum Islam ada tiga pihak yang diseru untuk melaksanakan hukum, yaitu individu, kelompok, dan negara.

Individu diseru untuk melaksanakan syariat-syariat seperti salat, membayar zakat (QS. Al Baqarah: 43), menunaikan ibadah haji dan umrah (QS. Al Baqarah: 196), melaksanakan sedekah (QS. Al Mujadalah: 12), berakhlak baik terhadap sesama muslim (QS. Asy Syura: 43), dan berlaku keras terhadap kekufuran, dan sebagainya, termasuk menjaga ketakwaan dirinya (QS. Ali Imran: 102).

Kelompok, diseru untuk melaksanakan muhasabah lil hukkam atau muhasabah terhadap pelaksanaan syariat Islam, amar makruf nahi munkar, dan tabanni ma’al ummah (mengadopsi kepentingan umat). Lihat QS. Ali Imran: 104.

Negara, diseru untuk melaksanakan had (hukum-hukum yang telah Allah tetapkan dalam Alquran), seperti potong tangan (QS. Al Maidah: 38), qadzaf (QS. An Nur: 4), dan lain-lain, negara juga diseru untuk melarang riba (QS. Al Baqarah: 275), mendistribusikan zakat sesuai syariat (QS. At Taubah: 103), negara juga wajib melaksanakan jihad, negara juga diseru untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar, negara juga diseru untuk melindungi rakyatnya dari akidah kufur dan sesat, negara juga wajib memberikan pendidikan bagi rakyatnya, negara juga diseru untuk mendistribusikan harta kepemilikan umum sesuai syariat, negara juga diseru untuk memberikan pelayanan masyarakat secara baik, negara juga diseru untuk memberikan pelayanan kesehatan secara murah dan tidak memberatkan rakyat, negara juga wajib melindungi kepemilikan umum dari kerakusan para komprador, dan sebagainya. Ini semua tugas negara. Hal ini bisa dilihat ketika Rasulullah telah menegakkan Islam di Madinah, maka tugas-tugas beliau sebagai seorang kepala negara pada waktu itu pun berjalan sesuai syariat. Subhanallah..

Oleh karena itu, ketika hizb tidak mendirikan sekolah gratis, bukan berarti hizb tidak melakukan aktivitas riil. Sebab, hizb bukanlah negara. Hizb hanyalah sebuah kelompok saja. Menyelenggarakan pendidikan gratis bukan tugas hizb, tetapi tugas negara. Adapun jika ada orang-orang hizb yang menjadi pemilik sebuah sekolah Islam, atau ikut mengelola sekolah dengan pembiayaan murah, maka hal itu bukanlah dalam rangka hizb merebut tugas negara. Tetapi semata-mata, hal itu dilakukan oleh individu hizb dan tidak ada kaitannya dengan hizb, dan bukan atas nama hizb.

Demikian pula, ketika hizb tidak membeli sebuah kilang minyak untuk dikelola dan dibagikan secara gratis kepada rakyat, hal tersebut bukan berarti hizb hanya berwacana saja. Sebab, mengelola sumber daya alam memang bukan tugas hizb. Itu adalah tugas negara. Hizb hanyalah sebuah kelompok. Hizb bukan negara. Hizb hanya berkewajiban menyeru negara agar negara melaksanakannya. Hal ini berlaku bukan hanya pada kilang minyak, tetapi juga sumber energi yang lainnya. Jadi, hizb tidak akan mengambil peran yang seharusnya diperankan oleh negara. Tetapi hizb hanya akan melakukan tugas-tugas sebuah kelompok dakwah.

Demikian pula, ketika hizb menyuarakan kesehatan murah, bukan berarti hizb akan mendirikan rumah sakit atau klinik. Sebab, hal itu adalah tugas negara. Jika memang ada aktivis yang memiliki sebuah klinik atau rumah sakit, itu bukan atas nama hizb, tetapi atas nama individunya semata.

Ingat, pemimpin (negara) ibarat sebuah perisai, rakyat berlindung di sebaliknya. Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya imam (khalifah) adalah bagaikan perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR. Muslim)

Berlindung dari apa? Berlindung dari kemelaratan, berlindung dari kekurangan gizi/gizi buruk, berlindung dari kebodohan, berlindung dari sekolah yang mahal, berlindung dari ancaman negara lain, berlindung dari akal yang buruk, berlindung dari kemaksiyatan, dan lain-lain.

Oleh karena itu, hizb tidak akan pernah melakukan apa yang sudah seharusnya dilakukan negara. Syariat sudah memberikan batasan-batasan, pantang bagi seorang muslim melanggarnya.

Namun demikian, ketika hizb membuka Tabanni Mashalihul Ummah (seperti menjadi relawan di Aceh, Nias, Yogyakarta, dan daerah yang tertimpa bencana alam lainnya), bukan berarti hizb sudah melenceng dari metode perjuangannya, dari politik ke aktivitas sosial. Tidak. Tabanni Mashalihul Ummah juga merupakan aktivitas politik sebuah kelompok dakwah. Hal tersebut juga bukan berarti, hizb telah menggantikan peran negara. Tidak. Negara ini seharusnya mampu menangani masalah penanganan bencana. Adapun hizb dan umat Islam yang lain membantu, bukan dalam rangka menggantikan tugas negara, tetapi dalam rangka memenuhi seruan Allah, yaitu bahwa umat Islam yang satu adalah bersaudara. Wajib bagi umat Islam membantu saudaranya yang sedang terkena musibah.

3. Soal jihad ke Gaza dan negeri-negeri kaum muslim
Demikian pula, ketika hizb menyerukan negara ini untuk berjihad melawan Zionis Israel yang membantai saudara kita di Gaza, bukan berarti hizb akan memberangkatkan pasukan ke sana. Sebab, hizb memandang ini adalah tugas negara. Benar, bahwa seorang muslim harus membantu muslim yang lain. Akan tetapi, kapasitas yang harus dipenuhi adalah kapasitas negara, bukan kapasitas seorang muslim atau sebuah kelompok masyarakat. Sungguh sangat aneh dan tidak pada tempatnya, ketika negara ini mampu mengerahkan pasukannya untuk berjihad tetapi malah membiarkan orang-orang (rakyat sipil) pergi berangkat berjihad. Inilah yang diserukan hizb kepada negara ini agar mengirimkan tentaranya untuk berjihad di Gaza dan negeri-negeri kaum muslim yang lainnya.

Lebih buruk lagi, ketika para pembenci hizb itu menyatakan bahwa para syabab hizb dalah orang-orang pengecut, takut akan mati, sehingga mereka tidak berangkat ke Gaza. Sungguh keji perkataan seperti ini. Padahal tidak sedikit pun terbersit dalam benak syabab hizb di Indonesia untuk takut mati atau berperang di jalan Allah. Ketidakberangkatan hizb ke Gaza semata-mata karena hizb telah memberikan kekonsistenan diri untuk menjadi gerakan dakwah pemikiran. Sehingga hizb tidak mengambil langkah untuk turut berjihad ke Gaza. Berkaitan dengan orang-orang yang menuduh hizb sebagai seorang pengecut (padahal hal tersebut tidak terdapat dalam diri hizb) maka saya memperingatkan dia akan firman Allah,

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 58)

Lalu apa ini berarti hizb melarang orang-orang sipil untuk berjihad? Tidak. Hizb tidak pernah melarang orang-orang sipil untuk berjihad. Sebab, ketika negara ini mampu mengerahkan tentaranya, tentu, itulah yang lebih utama berangkat. Bukan masyarakat sipil.

Bagaimana dengan hizb? Apakah hizb juga melarang aktivisnya berjihad? Tidak. Hizb tidak melarang aktivisnya berjihad. Bahkan syabab Hizbut Tahrir yang ada di Gaza dan pun turut berjihad secara ofensif melawan penjajahan Zionis. Demikian pula, syabab hizb yang ada di darul harb yang lain, dimana mereka sering disakiti oleh penguasa setan yang menjadi kaki tangan kafir imperialis.

Andai separuh orang-orang hizb di seluruh Indonesia berangkat berjihad ke Palestina, apakah ada yang berani menjamin bahwa dakwah menuju tegaknya khilafah akan semakin menguat? Apakah ada yang berani menjamin? Orang-orang yang mengatakan hizb pengecut itu tentu tidak berani menjamin. Mengapa? Sebab mereka pada umumnya adalah orang-orang yang mudah terbeli dalam perjuangan, tidak memiliki kekonsistenan dalam berjuang, sehingga mereka mudah terbeli.

Justru yang terjadi sebaliknya. Andai separuh orang hizb di Indonesia berangkat berjihad dan syahid di Gaza, pastilah dakwah menuju tegaknya khilafah semakin surut, dan pemuja demokrasi akan semakin berkuasa. Oleh karena itu, hizb telah menetapkan bahwa hizb di wilayah Indonesia tidak memberangkatkan orang untuk berjihad dengan berbagai pertimbangan yang kuat. Hanya orang-orang hizb di Gaza yang ikut berjihad di sana. Orang-orang hizb di Gaza dan Palestina turut berjihad mengusir orang-orang Israel. Hizb di Gaza juga terus menyerukan kepada Hammas agar tidak mudah terpengaruh bujuk rayu Amerika dan sekutu-sekutunya. Inilah yang dilakukan hizb di Gaza. Tetapi yang diterima justru sebaliknya. Pemerintahan Hammas malah menangkapi orang-orang hizb dan memukulinya. Masya Allah..

4. Berkaitan dengan PNS, memiliki SIM, KTP, Paspor, dan tercatatnya hizb di Kementerian Dalam Negeri
Berkaitan dengan keterlibatan orang-orang hizb menjadi PNS maka hal itu sebenarnya dikembalikan kepada sifat dari pekerjaan itu sendiri. Sebab, ketika seseorang melihat orang lain menolak hukum kufur tentu tidak disertai dengan penolakan total tanpa pandang bulu. Sebab, yang ditolak adalah kebijakan yang bersifat hukkam, atau penetapan suatu kebijakan yang strategis, bukan teknis-administratif. Mengapa demikian? Karena dalam Islam, ada hal-hal yang diatur oleh syara’ dan ada hal-hal yang pengaturannya diserahkan kepada manusia. Inilah yang akan mempengaruhi ketaatan seseorang kepada Allah. Sedangkan dalam hal teknis-administratif, tidak akan memengaruhi ketaatan seseorang kepada Allah. Di sinilah al wala’ wal bara’ (loyalitas dan disloyalitas) berlaku.

Walaupun sama-sama sebagai pegawai negeri, pekerjaan sebagai anggota dewan berbeda dengan seorang guru fisika. Anggota dewan, bekerja menghasilkan undang-undang yang akan menentukan warna kebijakan, apakah warna Islam atau warna kufur. Sedangkan guru fisika, tidak berkaitan dengan hal tersebut. Guru fisika mengajarkan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan halal-haram, dalam hal ini adalah ilmu alam. Jika ada kebijakan kufur, seorang guru muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak boleh mengajarkan kebijakan kufur tersebut. Justru harus menjelaskan pandangan-pandangan Islam atas kebijakan tersebut.

Oleh karena itu, kita harus mendalami fakta pekerjaan yang akan kita kerjakan. Jangan sampai kita menjadi orang yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, hanya gara-gara kita tidak mendalami fakta secara benar. Dalam hal ini adalah fakta pekerjaan itu sendiri.

Ungkapan keji dari para pembenci hizb adalah yang menyatakan bahwa hizb menolak hukum thaghut tetapi para syababnya justru mengemis pada hukum thaghut. Cacian ini, bagi hizb tidak memberikan efek apapun, selain hanya akan menjadi peneguh keimanan semata. Padahal, dia sendiri sedang terjebak dalam ketidaktahuan, mana yang haram dan mana yang halal. Jika hal ini tidak dihentikan, maka dia akan menjadi orang yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Oleh karena itu, ketika para pembenci itu memfitnah hizb, maka saya pun mengingatkan kepada dia akan firman Allah,

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 58)

Oleh karena itu, menurut saya, pekerjaan sebagai pegawai negeri itu ada dua, yaitu sebagai pegawai administratif (ijaarah) dan penentu kebijakan (hukkam). Hukkam inilah yang tidak diperbolehkan. Sebab berkaitan dengan loyalitas seseorang kepada undang-undang selain Allah.

Hal ini juga berlaku untuk KTP, SIM, Paspor, dan lain-lain. Termasuk pendaftaran sebagai ormas legal-formal ke Kementerian Dalam Negeri, dan sejenisnya. Pembuatan benda-benda tersebut tidak akan mengubah keloyalan seseorang terhadap Allah dan pembuatan benda-benda tersebut tidak akan membuat seseorang (atau sekelompok orang) ‘berwarna’ kufur. Sesungguhnya tercatatnya hizb dalam Kementerian Dalam Negeri tidak ada sangkut pautnya dengan kebijakan halal-haram.

Mungkin akan ada yang berkomentar, bukankah sistem di negeri ini sistem kufur dan pendaftaran hizb di Kementerian Dalam Negeri ini juga termasuk bagian dari sistem kufur? Benar, bahwa negeri ini memiliki sistem hukum kufur. Tetapi harus dipahami, bahwa sesuatu dikatakan kufur, jika dia menyalahi aturan Allah. Tetapi yang berkaitan dengan permasalahan teknis-administratif, maka hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan iman-kufur. Apa bisa dibuktikan bahwa hal-hal yang sifatnya teknis-administratif itu ada sangkut pautnya dengan iman-kufur?

Kembali ke persoalan awal. Jika hizb dikatakan NATO, lalu ukurannya apa? Semua dikembalikan pada ukurannya. Inilah yang harus dipahami bersama. Jika hizb dikatakan No Action Talk Only oleh partai-partai yang ada di parlemen, maka hizb juga bisa mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh partai-partai yang ada di parlemen juga tidak lebih dari No Action Talk Only. Sebab, semua yang dihasilkan oleh parlemen tidak ada yang riil. Tidak ada yang nyata berpihak rakyat. Itu artinya, mereka tidak berbuat riil atas jargon mereka. Jargon keadilan sosial, pengentasan kemiskinan, dan yang lainnya hanyalah wacana semata. Mereka No Action Talk Only plus Tanpa Solusi.

Demikian pula partai-partai Islam di parlemen. Mereka bisa saja bicara soal penegakkan syariat. Tetapi mana buktinya? Bahkan saat ini ada juga partai Islam yang mengaku sebagai partai dakwah justru semakin jauh dari Islam itu sendiri. Menerima orang kafir sebagai caleg dari partainya. Dakwah macam apa ini? Ini artinya apa? Artinya penegakkan syariah dan penegakkan Islam itu tidak lain hanyalah No Action Talk Only, alias hanya berwacana.

Oleh karena itulah, riil atau tidaknya sebuah perjuangan harus benar-benar dibuktikan, bukan diwacanakan.

Wallahu a'lam..[BringBackIslam]

Posting Komentar untuk "Siapakah yang (Sebenarnya) NATO/No Action Talk Only?"