Money Game; Keserakahan, Ketergesaan dan Ketidaktahuan

By : Iwan Januar

Para pembaca masih ingat kasus Koperasi Langit Biru? Investasi bodong dengan pola money game yang dibuat oleh Jaya Komara ini berhasil merenggut uang investor hingga 6 triliun rupiah. Untuk selanjutnya para penanam modal itu gigit jari dan kecele karena para pengurus KLB melarikan diri. Jaya Komara sendiri akhirnya mati di tahanan.

                Di tanah air, kasus money game berkedok arisan berantai ala KLB mulai terangkat di tahun 1987. Ketika itu ribuan nasabah ditipu oleh arisan berantai yang diselenggarakan oleh Yayasan Keluarga Adil Makmur Ongkowijoyo. Lalu di tahun 1995 terulang lagi kasus money game yang dibuat oleh PT Sapta Mitra Ekakarya (Arisan Danasonic).

Tapi yang paling menghebohkan hingga menimbulkan huru-hara adalah money game yang diselenggarakan di Kota Pinrang oleh Koperasi Simpan Pinjam (Kospin).  Massa yang marah karena tidak kunjung mendapatkan keuntungan yang dijanjikan mengamuk sehingga menimbulkan kerusuhan massal di kota Pinrang, Sulawesi Selatan pada tahun 1998. Sejumlah perkantoran dan gedung pemerintahan dibakar massa.

Money game menurut sejarahnya pertama kali dibuat oleh manipulator asal AS keturunan Italia, Charles Ponzi. Dengan kelicikannya ia berhasil meraup untung hingga US$ 15 juta. Pola bisnis bodongnya ini dikenal dengan skema Ponzi yang kemudian di-copy paste oleh banyak orang. Ia memanfaatkan investor tiap lapisan untuk mengeruk keuntungan kepada sesama investor. Kesannya itu adalah keuntungan atau bagi hasil atau apalah yang sebenarnya hanya putaran uang di antara mereka. Tapi bila lapisan berikutnya macet maka ambruklah skema tersebut. itulah yang kemudian menimpa bisnis money game di setiap penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
Meski sekian kali terbongkar, akan tetapi bisnis dengan pola money game ini berulangkali terjadi. Kelicikan para aktor money game ini terletak bukan pada skema usaha yang menjanjikan, karena skema usaha mereka tidak akan laku bagi para pebisnis profesional, akan tetapi kesuksesan mereka menipu para investor adalah dengan memanfaatkan kondisi psikologi calon investornya.

Rata-rata yang menjadi korban bisnis bodong dengan skema money game ini adalah para pebisnis pemula, atau orang yang ingin punya usaha sampingan yang menjanjikan, sehingga mereka tidak terlalu paham seluk beluk bisnis. Seperti misalnya apakah bisnis yang dijanjikan itu feasible atau tidak? Logis atau tidak, bila si pengelola menjanjikan keuntungan sekian belas persen (apalagi di atas bunga rate) perbulan apakah itu masuk akal? Bagaimana cash flow-nya kok bisa demikian?

      Karena pemula atau memang tidak terlalu serius berbisnis, kondisi psikologis mereka hanya berorientasi pada profit sehingga gampang terpukau dengan iming-iming keuntungan padahal skema bisnis yang dipaparkan sebenarnya tidak detil. Mungkin beda dengan pebisnis yang sudah sering jatuh-bangun, mereka akan lebih rigid, cerewet, teliti dan tidak gampang percaya.

      Calon investor akan semakin gampang percaya bila pelaku adalah orang yang kredibel; pengusaha, pejabat, public figure. Dalam kasus Langit Biru pelakunya, Jaya Komara, dikenal sebagai ustadz, maka masyarakat tidak akan menaruh kecurigaan. Mana mungkin ustadz bohong, begitu pikir calon investor.
      Secara umum ada tiga kondisi psikologis orang yang mudah untuk digarap sebagai korban permainan uang ini; orang yang serakah, orang yang tergesa-gesa ingin mendapatkan untung, dan orang yang awam dalam berbisnis tapi ingin berbisnis.

      Orang yang serakah dan punya tabungan akan mudah dikeruk dananya oleh pelaku money game. Dengan bayangan akan mendapat keuntungan yang besar dalam waktu singkat dan rutin, mereka lalu terpedaya oleh pelaku. Orang serakah sebenarnya setiap saat tengah menggali lubang kuburan untuk dirinya sendiri yang membuat ia akan terperosok ke dalamnya dengan cepat.

      Ditambah lagi gaya hidup konsumtif yang menjadikan materi sebagai sesembahan, sifat serakah tumbuh lebih cepat dari perkembangbiakan jamur di musim hujan. Nafsu ingin punya mobil mewah, motor gede, rumah mewah, gadget canggih, dsb. Di jejaring sosial kerapkali orang memajang foto mobil, motor mewah, atau rumah lengkap dengan kalimat hasrat untuk memilikinya. Seperti kata sebagian trainer SUKSES itu adalah BERLIMPAH HARTA, atau DENGAN HARTA maka akan bisa memberikan banyak MANFAAT pada orang lain. Sebenarnya ini adalah bentuk stimulan terhadap sifat serakah secara halus.

      Korban berikutnya dari money game adalah pekerja yang ingin memiliki usaha sampingan atau bahkan usaha tetap yang bisa menjadi andalan. Apalagi belakangan di tengah masyarakat  gencar dislogankan ‘ingin kaya? Jangan lama-lama jadi pegawai!’ atau ‘bosan jadi pegawai!’, atau yang sejenisnya yang merangsang masyarakat yang notabene pegawai ingin melepaskan status kepegawaiannya lalu beralih menjadi entrepreuner.

      Para pelaku money game juga dengan canggih memanfaatkan kondisi psikologis ini. Mereka bercerita masa lalunya yang serba susah lalu sekarang hidup berlimpah. Untuk meyakinkan calon korbannya, mereka datang dengan penampilan yang wah. Kendaraan mewah, royal mentraktir calon investor (baca: korban), dan bicara uang bermilyar-milyar. Sambil tak lupa bercerita kalau beberapa public figure atau tokoh masyarakat juga ikut terlibat dalam bisnisnya atau menyetujui usahanya.

      Korban yang memang tengah ingin membangun wirausaha lalu membobol tabungan mereka dan memasrahkannya kepada pelaku. Bahkan mereka juga ikut menjadi sales bagi bisnis abal-abal ini. “Daripada uang itu disimpan akhirnya menjadi penimbunan harta, lebih baik diputar untuk modal usaha”. Karena tergesa-gesa akhirnya mereka terperangkap dan berujung pada derita. Bertahun-tahun menabung akhirnya ludes seketika. Masih untung bila tidak menanggung beban utang orang lain.

                Para pembaca yang dirahmati Allah,
                Ada baiknya kita merenungi sabda Nabi saw. ihwal sikap zuhud dan berpuas diri dengan apa yang telah kita miliki.
طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الإِسْلاَمِ ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا ، وَقَنَعَ
“Berbahagialah siapa yang mendapat hidayah taat pada Islam, kehidupannya sederhana dan menerima (merasa cukup dengan apa yang ada),”(HR. Tirmidzi).

          Selanjutnya Rasulullah saw. pun memperingatkan kita agar jangan terpukau dengan keberlimpahan dunia yang akan berujung pada rusaknya keislaman seseorang. Sabda Beliau saw.:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ ، أُرْسِلاَ فِي غَنَمٍ ، بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ ، وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Tidaklah pengrusakan dua serigala yang lapar yang dilepas dalam rombongan kambing melebihi dari pengrusakan yang diakibatkan sifat tamak rakus kepada harta dan kedudukan terhadap agama seseorang.”(HR. Tirmidzi).

                Kunci keselamatan kita adalah menjadi orang yang tidak serakah, tidak tergesa-gesa dan merasa cukup dengan apa yang telah kita miliki. Itulah yang diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya. Semoga Allah melindungi diri kita, keluarga kita dan harta kita dari kezaliman orang-orang yang zalim.


Posting Komentar untuk "Money Game; Keserakahan, Ketergesaan dan Ketidaktahuan"