Kapitalisme Lahirkan Generasi Instan, Islam Lahirkan Generasi Pengubah Peradaban
Kapitalisme Lahirkan Generasi Instan
ASS adalah salah satu potret kaum muda Indonesia yang hidup dalam
sistem kapitalisme yang liberalis (mengajarkan kebebasan) dan sekuleris
(memisahkan agama dari kehidupan). Hidup semaunya dan sesukanya, tak
mau diatur dengan aturan apapun, dan menjadikan agama hanya sebagai
identitas di kartu pengenal entah Kartu pelajar, KTP atau SIM dan yang
semisalnya. Impian mereka ingin meniru artis atau selebritis. Bisa foto
model, artis sinetron, boyband atau girlband, komedian atau yang
lainnya. Alasannya sederhana, gampang dapat uang dan mudah tenarnya.
Mereka ingin raih semua impian tersebut dalam waktu singkat, secara
instan. Tak mau bersusah payah dan tak mau bersabar melakukan sebuah
proses menuju impian.
Generasi muda kita terancam bahaya. Orientasi anak-anak kita akan
bergeser untuk menjadi selebritas, bukannya menjadi ilmuwan,
cendekiawan, ulama dan sebagainya, cita-cita yang lebih berkontribusi
terhadap kemajuan umat. Belum lagi bahaya terhadap akhlak dan agama
anak. Budaya selebritas yang dekat dengan pergaulan bebas, eksploitasi
fisik, dan kebebasan berkspresi, dikhawatirkan akan berimbas negatif
terhadap perkembangan kepribadian anak. Akhirnya, anak hanya mengejar
ketenaran dan materi dan kemudian lalai dari tujuan hakiki
kehidupannya, mencari ridha Allah, tergantikan tujuan duniawi, menjadi
kaya dan terkenal. Ini adalah gambaran generasi muda yang sangat jauh
dari harapan umat, dan tentu sangat jauh dari gambaran khoiru ummah
(umat terbaik) yang disebut Allah di dalam firmanNya
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ
مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, yang
memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah, Dan sekiranya ahlul kitab beriman maka itu lebih
baik bagi mereka. Di antara mereka ada menjadi orang-orang yang beriman
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik “ (TQS Ali Imran 110)
Tak hanya itu, kapitalisme juga lahirkan generasi instan yang juga
sangat berbahaya. Keinginan untuk meraih tujuan dengan terburu-buru,dan
mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat menjadi celah bagi
berbagai kejahatan. Impian menjadi selebriti, ingin diraih dengan
instan, akhirnya malah jadi korban penipuan bahkan ada yang tewas
mengenaskan. Menurut catatan Komnas PA sepanjang Januari hingga Oktober
2012, setidaknya terjadi 21 kasus penculikan yang berawal dari
perkenalan korban dengan pelaku melalui situs jejaring sosial. Satu
orang di antaranya tewas saat ditemukan oleh pihak keluarga (kompas.com,
11/10/2012)
Kapitalisme juga mengajarkan agar kaum muda berkeinginan untuk meraih
kesenangan hidup sesaat, ingin berpakaian dan berdandan mengikuti mode,
punya black berry keluaran terbaru, berhura-hura dan mengikuti gaya
hidup hedonis lainnya. Semuanya menuntut untuk dipenuhi secara instan
karena keterbatasan ekonomi, keahlian maupun ketrampilan. Akhirnya
harus mengorbankan harga diri, menjual tubuh, mengorbankan sekolah,
masa depan dll.
Kapitalisme juga melahirkan generasi yang malas berusaha. Lihatlah
persaingan tak sehat ketika Ujian Nasional digelar. Kunci Jawaban
diperjualbelikan, nyontek sudah menjadi pemandangan umum di berbagai
sekolah, bahkan gurupun terlibat dalam proses kecurangan seputar Ujian
Nasional. Orang tuapun berucap ‘alhamdulillah’ ketika mendengar cerita
sang buah hati bahwa ia mendapatkan contekan dari gurunya. Semuanya
seolah berlomba untuk melahirkan generasi instan, yang ingin meraih
nilai tinggi dalam ujian tapi tak ingin bersusah payah belajar. Apa
yang akan terjadi dengan masa depan negeri ini jika generasi mudanya
adalah generasi seperti ini?
Islam Lahirkan Generasi Pengubah Peradaban
Gambaran kaum muda Indonesia di atas tentu sangat jauh dari
gambaran generasi muda ideal. Berkaca dari sejarah, ada beberapa anak
muda muslim di masa terdahulu yang layak menjadi teladan bagi kaum
muda Indonesia karena prestasi mereka yang luar biasa bagi kemajuan umat
dan bahkan sebagian dari mereka berkontribusi dalam mengubah
peradaban dunia.
Usamah bin Zaid, telah ikut berperang sejak kecil, dan karena
keahliannya, maka ia diangkat menjadi panglima perang pada usia enam
belas tahun, di riwayat yang lain disebut di usia delapan belas tahun.
Muadz bin Jabal, salah seorang sahabat Rasul yang terpercaya, Rasulullah
saw pernah memujinya: “Muadz bin Jabal adalah orang yang paling tahu tentang halal dan haram di kalangan umatku”. Beliau ketika dinobatkan menjadi hakim agung negara, usianya masih 18 tahun.
Pemuda-pemuda semacam Usamah dan Muadz, banyak kita temui juga pada
masa setelah generasi shahabat. Imam Syafi’i, di usianya yang menginjak
14 tahun telah dijadikan sebagai rujukan dalam memberikan fatwa agama.
Muhammad Al fatih, memimpin penaklukan Konstantinopel di usianya yang
ke-24. Seorang ahli kedokteran sekaligus penemu ilmu kedokteran yang
kita kenal sebagai Ibnu Sina,telah hafal Qur’an dan belajar ilmu
kedokteran di usia 10 tahun. Dan di usia ke 17, Allah memberinya jalan
yang tak pernah ia duga sebelumnya, ia berhasil menyembuhkan penyakit
raja Bukhara padahal banyak tabib dan ahli tak berhasil menyembuhkannya.
Mereka masih sangat muda, namun prestasi mereka luar biasa.
Pemuda-pemuda semacam mereka lah yang menjadi gambaran generasi muslim
ideal, dan layak untuk dicontoh generasi muda sekarang. Mereka memiliki
krakteristik sebagai berikut
1. Keimanan yang kuat
Keimanan yang kuat menjadi fondasi dasar yang harus ada dalam setiap
muslim. Generasi yang memiliki keimanan yang kokoh hanya menyembah
kepada Allah dan tidak menyekutukan Allah dan menyerahkan diri
sepenuhnya hanya kepada Allah. Generasi yang menjadikan kecintaannya
kepada Sang Maha Pencipta dan Rasul-Nya di atas kecintaan-kecintaannya
yang lain. Pada diri mereka tertanam keyakinan yang kuat, bahwa hidup
adalah ladang amal untuk mencari ridha Allah. Maka mereka berusaha dan
berbuat sebaik-baiknya untuk mengisi hidupnya dengan spirit perjuangan
meninggikan kalimat Allah, menegakkan agama-Nya, dan menyebarkan cahaya
Islam ke seluruh dunia.
2. Berkepribadian Islam
Sosok generasi yang berkepribadian Islam adalah generasi yang
memiliki keyakinan kuat terhadap Islam (berakidah islam), lalu akidah
Islam tersebut dijadikan sebagai pijakan dan standar satu-satunya dalam
mengarahkan cara berpikirnya dan pola bersikapnya. Semua aktivitas dan
problem dalam kehidupan, diatur dan diselesaikan berdasarkan aturan
Islam (Syari’at Islam).
Bagi generasi yang berkepribadian Islam, kenyataan yang ada di
masyarakat bukanlah parameter mereka untuk berbuat, tetapi Islam-lah
yang harus dipegang kuat. Mereka yakin bahwa hanya aturan Islam yang
terbaik dan layak diterapkan. Ini akan mendorongnya untuk secara
terus menerus menggerakkan perubahan di masyarakat menuju kehidupan yang
Islami. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin menjadi teladan dan
motor perjuangan Islam yang nyata di tengah masyarakat.
3. Berjiwa pemimpin dan peduli umat.
Penerapan Syari’at Islam tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam
saja, tetapi merupakan rahmat bagi seluruh manusia dan mensejahterakan
kehidupan dunia. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
(TQS. Al Anbiyaa’ : 107). Karakter Islam yang demikian inilah yang
mendorong umatnya untuk menyebarkan dan memperjuangkan Islam untuk tegak
di muka bumi, karena Islam tidak sekedar memperbaiki individu, tapi
juga masyarakat, negara dan dunia seluruhnya. Hal ini yang menumbuhkan
rasa tanggung jawab dan kepemimpinan dalam diri umat atau generasi
Islam.
Generasi ini tidak hanya mementingkan kesenangan hidup di dunia
dengan mengejar materi, bermain-main dan berhura-hura (gaya hidup
materialistik hedonistik). Generasi ini serius dan sungguh-sungguh dalam
memperjuangkan tegaknya Islam hingga menyinari seluruh alam. Generasi
yang memberikan keteladanan dan memiliki tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri, keluarga, masyarakat dan umat secara keseluruhan.
Generasi terbaik ini juga memiliki kepedulian yang besar terhadap
kondisi umat. Ia tidak rela dengan kondisi keterpurukan dan kelemahan
umat. Maka ia mengerahkan seluruh potensinya untuk memperjuangkan
kebangkitan umat. Ia menjadi motor perjuangan dan agen perubahan di
tengah umat.
4. Menguasai tsaqofah Islam dan ilmu pengetahuan
“Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang
berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Qs.
az-Zumar [39]: 9).
Generasi muslim yang mumpuni akan senantiasa menyesuaikan setiap
amalnya sesuai dengan ketetapan Allah. Maka ia berusaha untuk menguasai
ilmu-ilmu yang ia butuhkan untuk mampu memahami hukum Allah atasnya.
Tak putus-putusnya ia mempelajari tsaqofah Islam, sehingga akhirnya ia
mampu menguasainya.
Hal ini diimbangi dengan semangat menambah ilmu pengetahuan. Ia
memahami bahwa seorang muslim tidak hanya hidup untuk akheratnya saja.
Ia memiliki motivasi kuat untuk menguasai teknologi yang akan membawa
maslahat dan mengantarkan pada kemajuan umat. Ia tidak rela Islam
berada di bawah kendali umat lain dalam teknologi, karena keyakinannya
bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang diciptakan Allah seperti
dalam Al Qur’an Surat Ali Imran 110.
MENJADI GENERASI PENGUBAH PERADABAN, BUKAN GENERASI INSTAN
Apa yang dicapai Imam Syafii, al Fatih, Ibnu sina dan tokoh-tokoh
muslim lainnya di usia muda adalah buah dari kerja keras dan kekuatan
ruhiyah yang mereka miliki, bukan dengan jalan pintas atau berbagai cara
instan yang menghalalkan segala cara. Mereka terkenal, bukan karena
ingin terkenal tapi karena keinginan untuk memberikan persembahan
terbaik kepada umat dan agama, dan ingin meraih kemuliaan hidup dunia
dan akhirat. Mereka berhasil setelah bertahun-tahun sebelumnya, mereka
mencanangkan tekad dan menempa diri untuk melakukannya dan juga peran
dari orang-orang terdekat mereka seperti orang tua, guru dll.
Salah satu pepatah Arab “man jadda wajada” yang artinya “barang siapa
bersungguh-sungguh maka akan berhasil” sangatlah tepat untuk
menggambarkan upaya mereka.
Tengoklah bagaimana kisah hidup Imam Syafi’i. Karya-karyanya yang
luar biasa,telah menjadikannya sebagai ulama besar yang akan selalu
dikenang hingga akhir jaman. Itu semua tak diraih dengan mudah dan
instan. Beliau lampaui masa kecilnya hanya dengan seorang ibu yang
sangat miskin. Kemiskinan yang dialaminya tidak membuat Imam Syafi’i
menyerah dalam mencintai Islam dan menimba ilmu. Beliau sampai harus
mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang
unta semata-mata demi kecintaannya dalam menulis ilmu Islam.
Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang,
pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan
hadits-hadits Nabi.
Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran
dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam
perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al
Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga
dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra
Arab di dusun badui bani Hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau
kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga
mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni.
Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda
(15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam
Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau
menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga
tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama
dengan banyaknya para muridnya.
Muhammad Al Fatih. Yang biasa disebut Al Fatih,Sang Penakluk benteng
Konstantinopel, telah belajar keras sejak kecil. Ia dididik sejak kecil
oleh ulama-ulama besar pada jamannya yang telah membentuk mental
penakluk pada dirinya. Maka tidak mengherankan ketika berumur 23 tahun,
al-Fatih telah menguasai 7 bahasa dan dia telah memimpin ibu kota
Khilafah Islam di Adrianopel (Edirne) sejak berumur 21 tahun (ada yang
memberikan keterangan dia telah matang dalam politik sejak 12 tahun).
Sebagian besar hidup al-Fatih berada diatas kuda, dan beliau tidak
pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya untuk menjaga
kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan dan idzinnya atas
keinginannya yang telah terpancang kuat dari awal yaitu Menaklukkan Konstantinopel.
Al Fatih sangat sadar, untuk menaklukkan Konstantiopel dia
membutuhkan perencanaan yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan.
Maka diapun membentuk dan mengumpulkan pasukan elit yang dinamakan
Janissaries, yang dilatih dengan ilmu agama, fisik, taktik dan segala
yang dibutuhkan oleh tentara, Dan pendidikan ini dilaksanakan sejak
dini, dan khusus dipersiapkan untuk penaklukan Konstantinopel. 40.00
orang yang loyal kepada Allah dan rasul-Nya pun berkumpul dalam
penugasan ini. Selain itu dia juga mengamankan selat Bosphorus yang
menjadi nadi utama perdagangan dan transportasi bagi konstantinopel
dengan membangun benteng dengan 7 menara citadel yang selesai dalam
waktu kurang dari 4 bulan.
Tetapi Konstantinopel bukanlah kota yang mudah ditaklukkan, kota ini
menahan serangan dari berbagai penjuru dunia dan berhasil menetralkan
semua ancaman yang datang kepadanya karena memiliki sistem pertahanan
yang sangat maju pada zamannya, yaitu tembok yang luar biasa tebal dan
tinggi, tingginya sekitar 30 m dan tebal 9 m, tidak ada satupun
teknologi yang dapat menghancurkan dan menembus tembok ini pada masa
lalu. Dan untuk inilah al-Fatih menugaskan khusus pembuatan senjata yang
dapat mengatasi tembok ini.
Setelah mempersiapkan meriam raksasa yang dapat melontarkan peluru
seberat 700 kg, al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya
yang terbagi menjadi 3, yaitu pasukan laut dengan 400 kapal perang
menyerang melalui laut marmara, kapal-kapal kecil untuk menembus selat
tanduk, dan sisanya melalui jalan darat menyerang dari sebelah barat
Konstantinopel
Keseluruhan pasukan al-Fatih dapat direpotkan oleh pasukan
konstantinopel yang bertahan di bentengnya, belum lagi serangan bantuan
dari negeri kristen lewat laut menambah beratnya pertempuran yang harus
dihadapi oleh al-Fatih, sampai tanggal 21 April 1453 tidak sedikitpun
tanda-tanda kemenangan akan dicapai pasukan al-Fatih, lalu akhirnya
mereka mencoba suatu cara yang tidak terbayangkan kecuali orang yang
beriman. Dalam waktu semalam 70 kapal pindah dari selat Bosphorus menuju
selat Tanduk dengan menggunakan tenaga manusia. Yilmaz Oztuna di dalam
bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang
Byzantium mengatakan:
“kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya,
sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah
mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di
puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan.
Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander
yang Agung,” 70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari Selat Bosphorus ke Selat
Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam
Subhanallah, upaya yang dilakukan Al Fatih dengan mengerahkan segenap
kemampuan yang dimiliki, ditambah dengan kedekatannya yang luar biasa
kepada Allah, telah memastikan pertolongan Nya kepada Al Fatih.
Sejarah dipelajari bukan hanya untuk dikenang tapi agar kita bisa
belajar dari sejarah. Banyak orang yang belajar sejarah tapi tak banyak
orang yang belajar dari sejarah. Dengan mempelajari sejarah, bagaimana
tokoh-tokoh besar tak lahir secara instan, seharusnya memacu para pemuda
saat ini untuk bisa menjadi pemuda idaman, pengubah jaman dan peradaban
dengan mengerahkan segenap kemampuan.
Islam Mengajarkan Cara Meraih Tujuan
Boleh saja bermimpi, tapi berusahalah dan tentukan langkah riil
untuk meraih impian. Nasihat ini sangat tepat untuk orang-orang yang
ingin meraih keberhasilan, dan menggapai mimpi-mimpinya. Dan ini pula
yang diajarkan oleh Islam. Dalam perspektif syariat Islam, melakukan
upaya untuk meraih suatu tujuan atau yang kemudian disebut dengan
istilah as-sababiyah merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad saw yang hendak
meninggalkan untanya. Ia kemudian berkata, “Aku akan membiarkan untaku,
lalu akan bertawakal kepada Allah.” Akan tetapi, Nabi Muhammad Saw
bersabda kepadanya, “i’qilha wa tawakkal” yang artinya “Ikatlah
(untamu) dan bertawakallah (kepada Allah).” (HR Ibnu Hibban). Di dalam
hadist ini ada dua tuntutan yaitu mengikat unta dan bertawakal. Hukum
tawakal adalah wajib sebagaimana firman Allah “ Apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah/ sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (TQS Ali Imran 159). Hukum mengikat unta (melakukan upaya/usaha untuk meraih tujuan) juga wajib karena kata i’qilha (ikatlah untamu) adalah shighat amr (bentuk perintah) yang mengandung tuntutan yang pasti (thalab jazm) untuk mengerjakan sesuatu. Ini karena adanya wawu ‘athaf yang mengandung makna muthlaq al-jam’i (penyatuan mutlak), yaitu menyatunya ma’thuf dan ma’thuf alayh dalam satu hukum. Sehingga dipahami dari hadist ini bahwa mengikat unta yaitu berusaha dan bertawakal, ke duanya hukumnya wajib.
Tak hanya mewajibkan adanya upaya untuk meraih tujuan, Islam juga
mengajarkan bahwa upaya tersebut harus dilakukan dengan penuh
kesungguhan, melewati berbagai tahapan yang pasti akan penuh dengan
rintangan dan hambatan, juga membutuhkan kesabaran dan keteguhan. Jika
kita mengkaji secara cermat kehidupan Rasulullah Saw, kita akan dapati
bahwa beliau selalu melakukan as sababiyah. Beliau tidak pernah
menargetkan kemenangan di medan peperangan tanpa adanya persiapan
militer, tidak menuntut perubahan masyarakat tanpa melakukan interaksi
dengan mayarakat melalui pergulatan pemikiran, tidak menaklukkan kota
Mekah tanpa mempersiapkan pasukan atau tanpa aktivitas jihad. Beliau
selalu berupaya dengan penuh kesungguhan untuk meraih tujuan. Bahkan
untuk tujuan yang bersifat mubah sekalipun, beliau selalu melakukan as sababiyah. Begitu juga yang dilakukan oleh para shahabat, tabi’in, tabi’at-tabi’in dan generasi setelah mereka.
Dengan konsep seperti ini, dengan selalu melakukan as sababiyah (
melakukan sebab untuk mendatangkan akibat) yaitu melakukan upaya untuk
meraih suatu tujuan dengan penuh kesungguhan dan keteguhan dan kemudian
diiringi dengan tawakkal yaitu memasrahkan hasil/keberhasilan dari
setiap upaya kepada Allah, maka Islam telah berhasil melahirkan generasi
cemerlang, generasi ideal, PENGUBAH PERADABAN dan layak menjadi teladan
sepanjang jaman. Inginkah kita semua meraihnya?
Tentu….tapi tak bisa secara instan. Perlu upaya dan kesungguhan juga
keyakinan akan pertolongan Allah SWT. Dan yang terpenting, generasi
tersebut tak bisa lahir selama system yang diterapkan adalah system
kapitalisme kufur yang rusak dan bathil seperti saat ini. Hanya dengan
menerapkan syariat islam secara kaaffah dalam naungan system islam
yaitu daulah Khilafah Islamiyah, insya Allah kita akan bisa
mewujudkannya. Karenanya, adalah sebuah keniscayaan bagi kita semua yang
ingin mengubah negeri ini menjadi negeri yang jauh lebih baik, untuk
mempersiapkan generasi mudanya agar menjadi generasi baru, yang memiliki
semangat, kesungguhan dan keteguhan untuk mengubah peradaban dan
berjuang untuk tegaknya Islam secara sempurna.[]
hizbut-tahrir
Posting Komentar untuk "Kapitalisme Lahirkan Generasi Instan, Islam Lahirkan Generasi Pengubah Peradaban"