Kuasai Kembali Migas Milik Rakyat
[Al Islam 629] Terdapat satu masalah sangat penting
dan berpengaruh seolah luput dari perhatian publik. Yaitu masalah
penentuan pengelolaan lapangan gas terbesar di negeri ini, lapangan
migas Blok Mahakam Kalimantan Timur.
Sangat Menggiurkan
Blok Mahakam memiliki cadangan sekitar 27 triliun kaki kubik (TCF).
Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 % (sekitar 13,5 TCF) cadangan telah
dieksploitasi menghasilkan pendapatan kotor sekitar US$ 100 miliar.
Selama ini gas Blok Mahakam menyuplai sekitar 80 % kilang gas
Bontang. Hasilnya, 80 % dijual ke luar negeri terutama ke Jepang, Korea
Selatan dan Taiwan.
Sepanjang 2012 hingga 11 Oktober, Total memproduksikan Mahakam
sebesar 1.915 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dan minyak 67.478
barel per hari. Blok Mahakam diperkirakan masih memiliki sebanyak 11,7 %
cadangan terbukti gas nasional atau 12,7 TCF -triliun kaki kubik-.
(Republika.co.id, 22/10).
Cadangan yang tersisa itu nilainya sangat besar. Jika diasumsikan
harga gas rata-rata US$ 15/MMBtu, maka pendapatan kotor yang bisa
didapat dari cadangan ini bisa lebih dari US$ 187 milyar atau lebih dari
Rp 1.700 triliun. Sementara dari hasil minyaknya,
dengan produksi minyak Blok Mahakam saat ini sebesar 67.478 barel per
hari, jika diasumsikan harga jual minyak mentahnya US$ 100 per barel,
maka bisa didapat hasil kotor US$ 6,748 juta per hari atau lebih dari Rp
60,730 miliar per hari (Rp 22,167 triliun per tahun).
Nafsu Asing Menguasai
Cadangan tersisa yang begitu besar membuat Total E&P sangat
bernafsu secepatnya memperpanjang kontrak Blok Mahakam itu. Lima tahun
sebelum kontrak berakhir, perusahaan Prancis itu sudah mengajukan
perpanjangan kontrak kepada pemerintah selama 25 tahun hingga 2042
(lihat, InilahREVIEW, 22/10).
Berbagai lobi tingkat tinggi pun dilakukan, secara bisnis hingga politik. Perdana Menteri Prancis Francois
Fillon sengaja datang ke Indonesia pada Juli 2011 untuk
meminta perpanjangan kontrak Mahakam. Menteri Perdagangan Luar Negeri
Prancis Nicole Bricq pun melobi Menteri ESDM Jero Wacik saat berada di
Paris, 23 Juli 2012, untuk hal yang sama.
Lobi juga dilakukan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu
Wapres Boediono dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 September
2012. (lihat Kompas.com, 20/10). Pihak Inpex juga sudah beberapa kali mengadakan kunjungan ke kantor Kementerian ESDM untuk maksud yang sama.
Ideologi Kapitalisme Neo-Liberal Mencengkeram
Hingga pertengahan Oktober, pemerintah tampak masih lebih cenderung
untuk memperpanjang kontrak Total E&P. Di tengah kondisi tersebut,
masyarakat menuntut agar pemerintah menghentikan kontrak tersebut.
Diantaranya dalam bentuk “Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat” yang
digalang oleh IRESS (Indonesian Resourses Studies).
Petisi ini ditujukan kepada Presiden SBY dan disampaikan melalui aksi
pada Rabu (17/10) di depan Istana Negara.
Petisi itu didukung oleh tokoh-tokoh nasional, aktivis LSM, para
profesional, kelas menengah, mahasiswa dan masyarakat umum dari seluruh
Indonesia. Dukungan pun terus membesar dan menjadi tekanan kuat bagi
pemerintah.
Pemerintah akhirnya melunak dan menyatakan, PT Pertamina (Persero)
akan mendominasi dalam pengelolaan Blok Mahakam dengan porsi sekitar
51%-70%. Wamen ESDM Rudi Rubiandini mengatakan, “Pertamina kan harus
jadi pemilik utama, jadi minimal harus 51 %. Ini sedang dipikirkan
apakah bisa sampai 70 % atau tidak. Namun kan ada BUMD, jadi sekiranya
porsi 70 % akan bersama BUMD, mereka bekerja sama.” Menurutnya, jika
porsi Pertamina dengan BUMD sekitar 70 %, maka pihak Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKKS) bisa mendapatkan porsi 30 %. Rudi menambahkan KKKS
yang ada sebelumnya (Total E&P) kemungkinan besar juga akan tetap
bergabung sebab masih diperlukan pihak-pihak yang mengerti masalah
teknis, misalnya dalam bidang teknologi (Bisnis.com, 22/10/2012).
Sulitnya memutuskan pengelolaan Blok Mahakam diserahkan kepada
Pertamina yang nota bene adalah MILIK negara itu menunjukkan begitu
kuatnya cengkeraman ideologi kapitalisme neo-liberal. Dalam doktrin
ideologi ini, privatisasi dan liberalisasi pengelolaan sumber daya alam
termasuk migas menjadi keharusan. Inilah sumber masalahnya. Semua itu
pun dilegalkan melalui UU Migas no 22 tahun 2001 yang didektekan oleh
IMF dan sejak penyusunan dikawal oleh USAID dan Bank Dunia.
Harus Dikuasai dan Dikelola oleh Negara
Pengelolaan migas Blok Mahakam dan sumber daya alam (SDA) harus 100%
dikuasai dan dikelola oleh negara dan operasionalnya diserahkan kepada
Pertaminan sebagai BUMN. Dengan itu, setidaknya ada tiga manfaat yang
bisa diraih yaitu, finansial, ekonomi, dan strategis. Secara finansial,
dengan dikuasai dan dikelola langsung oleh negara tentu saja seluruh
hasilnya akan masuk ke kas negara.
Secara ekonomi hasil eksploitasi SDA itu alokasinya bisa disinergikan
dengan program ekonomi secara integral yang pada akhirnya akan
memberikan keuntungan ekonomi yang besar, berperan besar merealisasi
pertumbuhan yang disertai pemerataan, kemajuan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat; dan bisa mencegah terjadinya kerugian ekonomi.
Sebagai contoh, akibat gas lebih banyak dikuasai swasta (asing), PLN
tidak bisa mendapatkan pasokan gas untuk menggerakkan pembangkitnya dan
terpaksa harus menggunakan BBM. Akibatnya terjadi inefisiensi di PLN
yang berpotensi merugikan sebesar Rp 37 triliun selama dua tahun. Jika
gas dikuasai oleh negara, tentu mudah dialokasikan untuk PLN. PLN pun
bisa menyediakan listrik yang relatif murah dan terhindar dari
inefisiensi 37 triliun. Dana 37 triliun itu pun bisa digunakan untuk
membangun pembangkit baru dan membangun jaringan listrik sehingga bisa
menjangkau seluruh daerah. Ini baru satu contoh. Adapun manfaat
strategis, penguasaan SDA oleh negara bisa menjamin kedaulatan dan
kemandirian negara. Posisi tawar di dunia internasional makin kuat
sehingga negara bisa lebih menentukan dan berpengaruh.
Karena semua itu, Blok Mahakam 100 % harus dikuasai dan dikelola oleh
negara yang operasinya dijalankan oleh Pertamina sebagai BUMN. Dalam
hal ini, yang diperlukan hanyalah keberpihakan pemerintah kepada
kepentingan rakyat dan adanya kemauan politik dari pemerintah. Jika hal
itu sulit atau bahkan tidak bisa terwujud, itu hanyalah bukti bahwa
pemerintah benar-benar tidak berpihak kepada kepentingan rakyat dan
tidak punya kemauan politik.
Untuk itu masyarakat harus menaruh perhatian besar dalam masalah ini.
Masyarakat harus menekan pemerintah agar negara sepenuhnya menguasai
Blok Mahakam dan operasinya diserahkan kepada Pertamina. Berhasil
tidaknya hal itu akan berpengaruh pada pegelolaan SDA ke depan. Tidak
cukup 70% diserahkan kepada Pertamina tetapi harus 100 %. Jika itu
berhasil, maka migas di lapangan lainnya dan SDA pada umumnya ke depan
juga bisa 100 % dikuasai oleh negara. Hingga 2020 nanti setidaknya ada
26 dari 72 kontrak migas yang akan habis masa kontraknya. Jika Blok
Mahakam ini berhasil maka ke-26 kontrak migas itu pun akan bisa dikuasai
dan dikelola sepenuhnya oleh negara demi kesejahteraan seluruh rakyat.
Wujudkan dengan Syariah Islam
Rasul saw bersabda:
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)
An-nâr dalam hadits ini juga mencakup semua sumber energi
termasuk migas. Jadi, menurut syariah sumber migas adalah milik publik,
milik seluruh rakyat.
Selain itu menurut syariah, tambang yang deposit atau cadangannya
sangat besar adalah milik publik yang tidak boleh diserahkan kepada
swasta apalagi asing. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin
Hamal, bahwa ia pernah meminta kepada Rasul Saw agar diberi sebuah
tambang garam di daerah Ma’rib. Rasul pun memberikannya. Tapi seorang
sahabat berkata mengingatkan beliau: “Ya Rasulullah, tahukah engkau,
apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah
memberikan sesuatu (bagaikan) air yang terus mengalir (al-mâ’u
al-‘iddu)” Ia (perawi) berkata, “Beliau pun menarik kembali tambang itu
darinya.”
Atas dasar itu, kekayaan alam tidak boleh diserahkan kepada swasta
apalagi asing. Jika itu dilakukan, maka hal itu jelas-jelas menyalahi
ketentuan syariah sekaigus telah mengkhianati Allah, Rasul Saw dan
seluruh rakyat yang ditetapkan oleh Allah sebagai pemilik kekayaan alam
itu.
Wahai kaum Muslimin
Skema pengelolaan ala kapitalisme neo-liberal atas Blok Mahakam dan
SDA lainnya harus ditolak. Negara harus mengelolanya 100%, bukan hanya
70%. Hasilnya nanti digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Hal itu hanya akan sempurna bisa diwujudkan dengan penerapan syaiah
Islam secara total dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Untuk itu, kita
semua seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama bagi tegaknya
kembali syariah dan khilafah. Hanya dengan penerapan syariah Islam
secara kaffah dalam bingkai Khilafah sajalah semua kekayaan alam negeri
ini akan benar-benar dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat,
dan negara ini akan benar-benar merdeka baik secara ideologis, politik,
ekonomi dan militer, serta terhindar dari cengkeraman negara imperialis
seperti yang saat ini terjadi. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar:
Implementasi desentralisasi sebagai perombakan dari sistem
sentralistik belum mampu meningkatkan indeks pembangunan manusia. Dalam
empat tahun, IPM justru merosot hingga di posisi ke-124 dar 79 negra.
Korupsi juga menjadi masalah besar desentralisasi (Kompas, 30/10)
- Wajar saja, desentralisasi lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan elit dan memenuhi nafsu kekuasaan.
- Salah satu sebabnya adalah otonomi salah kaprah dan dijalankan dalam landasan doktrin politik yang lebih fokus pada kekuasaan dan dalam bingkai sistem politik demokrasi yang mahal dan sarat perselingkuhan politisi-cukong. Jadilah kepentingan sendiri, partai, kelompok dan cukong lebih utama dari kepentingan rakyat banyak. (hizbut-tahrir)
wonderful blog checkout my blog at
BalasHapushttp://definingwords.blogspot.com/2012/11/the-sky-is-limit.html
feel free to leave a comment