Extra Judicial ala Densus 88,Tiga Orang yang Dibunuh Tidak Diketahui Identitasnya
Polisi
selalu membenarkan tindakan Densus 88 dengan dalih para terduga teroris
itu melakukan perlawanan dan membawa senjata. Apa benar?
Mediaumat.com.
Masjid Al Nur Afiah di komplek Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Makassar ternoda. Darah segar membekas di serambi masjid itu. Dua orang
yang katanya polisi ‘terduga teroris’ dibunuh oleh anggota Densus 88.
Jam menunjukkan pukul 10.45, Jumat (4/1).
Saksi
mata di tempat kejadian tidak ada yang menyatakan melihat terjadi tembak
menembak. Yang ada hanya tembakan dari aparat Densus berpakaian preman
mengendarai mobil Avansa berwarna putih.
Dua
orang yang kemudian diketahui bernama Syamsudin alias Asmar alias Abu
Uswah dan Ahmad Khalil alias Hasan alias Kholid pun tersungkur. Seperti
dilansir oleh Fajar, keduanya baru saja menunaikan shalat Dhuha.
Dari
Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen
Pol Boy Rafli Amar langsung menggelar jumpa pers. Boy menyatakan kedua
orang ini terkait dengan terkait dengan kelompok yang melakukan
pembunuhan terhadap dua anggota Brimob di Tamanjeka, Poso,pada Oktober
2012. Dalam penyergapan itu, kata Boy, polisi menemukan satu pistol
jenis FN dan sebuah granat. Namun apakah pistol dan granat itu milik
mereka, tidak ada yang bisa dikonfirmasi lagi.
Sehari
kemudian, Densus 88 kembali membunuh lima orang lagi. Aksi ini
dilakukan di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Bima dan Dompu. Dua orang
di antaranya diketahui bernama Roy asal Makassar dan Baktiar asal Bima,
NTB. Tiga orang lainnya belum diketahui identitasnya ditembak Densus di
Dompu. Lagi-lagi polisi menyebut mereka terkait dengan jaringan Poso.
Terkait
penembakan di Bima ini, MUI setempat bersama ormas Islam dan LSM
langsung membentuk Tim Pencari Fakta dan Rehabilitas (TPFR). Hasil
investigasi mereka (13/1) mengungkap beberapa fakta: (1) Bahtiar
Abdullah selama dua tahun terakhir tidak pernah ke Poso atau sebaliknya;
(2) dan mereka menemukan kendala karena para narasumber mengalami
traumatik yang sangat luar biasa terhadap pihak kepolisian.
Sebelumnya
keluarga terduga teroris yang ditembak Densus meminta perlindungan ke
MUI setempat. Mereka merasa anggota keluarganya taat beragama dan tidak
pernah melakukan kejahatan. Bachtiar, misalnya, dikenal sebagai ustadz
penghafal Alquran dan sehari-hari bekerja sebagai pedagang kue.
Berdasarkan
informasi di lapangan, Bahtiar ditembak di Rora (perbatasan Dompu-Bima)
saat dibonceng temannya dengan sepeda motor. Peluru Densus mengenai
kepala dan punggung. Sementara penembakan di Dompu, tiga orang yang
dikatakan polisi sebagai anggota jaringan teroris itu, sedang bercocok
tanam di sawah, di dekat Terminal Ginte, Dompu. Waktu saat itu
menunjukkan pukul 07.00. Saksi di tempat kejadian mengungkapkan, tidak
melihat adanya kontak senjata.
Tapi
polisi bilang bahwa mereka melakukan perlawanan saat akan ditangkap. Dan
untuk menguatkan itu polisi mengaku menemukan dua jenis pistol dan bom
rakitan dari para terduga teroris tersebut. Lagi-lagi inilah pernyataan
polisi yang tidak bisa dikonfirmasi karena semua korbannya sudah mati.
Sebelumnya,
Densus membunuh Khalid, warga Poso pada Sabtu (3/11/2012). Saat itu
ustadz ini baru keluar dari mushola sehabis menunaikan shalat Subuh. Ia
langsung didor oleh Densus. Inilah yang menyebabkan warga Muslim Poso
saat itu marah karena mereka melihat dengan mata kepala sendiri betapa
biadabnya Densus 88. Bagaimana tidak, mereka menyaksikan tidak ada
perlawanan atau baku tembak seperti yang dikatakan Mabes Polri. Poso
memanas dalam beberapa hari.
Sikap
main hakim sendiri itu pun ditunjukkan berikutnya ketika Densus
menangkap 14 warga Poso dengan tuduhan terlibat terorisme. Mereka babak
belur dihajar Densus 88. Setelah tak terbukti, tujuh hari kemudian
mereka dibebaskan dengan tubuh benyok.
Ngawur
Bila
dirunut ke belakang, sudah banyak yang menjadi korban Densus 88. Dari
puluhan orang yang katanya teroris dan ditembak mati, dapat dipastikan
banyak di antaranya yang dibunuh begitu saja. Bahkan beberapa catatan
menunjukkan, beberapa kali Densus 88 menembak mati orang yang tidak
bersalah.
Masih
ingat kasus Cililitan. Dua orang yang kata polisi adalah teroris
ditembak mati pada Selasa (8/5/2010). Namun sampai akhirnya, tidak
diketahui siapa kedua orang tersebut. Bahkan anehnya, anggota Densus
yang menembak mati itu sendiri tidak tahu siapa orang itu. Di makam,
namanya dipasang Mr X.
Di
Bandung, Densus 88 menangkap seorang tersangka teroris bernama Untung
Budi Susanto (43) pada hari Ahad (12/6/2011) . Saat ditangkap, Untung
dalam kondisi sehat. Namun baru sehari dalam masa interogasi, ia
meninggal. Selasa (14/6) jenazahnya diantar kepada keluarganya oleh
Densus 88 dalam peti mayat untuk dikuburkan. Rumahnya dijaga ketat
belasan Densus 88 dengan senjata lengkap. Keluarganya diancam Densus 88
agar tidak melakukan tiga hal; membuka jenazah korban, melaporkan kepada
TPM, dan menghubungi media massa.
Di
Tanjung Balai, Medan, (24/9/2010) empat orang yang sedang menunaikan
shalat Maghrib diberondong peluru Densus 88. Dua di antaranya tewas.
Khairul Ghazali yang memimpin shalat itu diinjak-injak di depan
keluarganya. [] Syaif/Ayyub/kontributor daerah.
Kesaksian Korban Salah Tangkap Poso
Biadab!
Tanpa mengindahkan asas praduga tak bersalah, Brimob Poso menangkap dan
menyiksa 14 orang tidak bersalah tanpa bukti. Mereka hanya berdalih
orang-orang ini berafilisasi dengan kelompok yang menembak mati empat
anggota Brimob di Desa Kalora, Kec Poso Pesisir Utara, Kab Poso, Kamis
(20/12/2012).
Tak lama kemudian, Brimob menangkap empat warga Kalora
dan 10 warga Desa Tambarana (berdekatan dengan Kalora). Polisi menuduh
mereka terlibat. Mereka dihajar agar mengakui keterlibatannya. Tujuh
hari kemudian mereka dibebaskan dengan luka serius.
Syafrudin, Guru SMPN 1 Poso
Kenapa Saya Dipukul?
Ia juga ditanya tentang taklim yang diikutinya. Ia terus
dipukuli bertubi-tubi sampai pingsan. Ia dibawa ke Polres Poso. Di sana
matanya ditutup selama tiga hari. Tubuhnya telah penuh lebam akibat
pukulan.
Syamsul, Pedagang Coklat
Dipukul Benda Tumpul
Ia ditangkap selepas shalat Isya’. Kemudian ia dibawa
dengan truk ke arah pasar. Di jalan disuruh pindah ke samping supir dan
diminta menunjukkan teman-temannya yang sering ikut majelis taklim.
Karena tidak ada, ia dibawa ke pos. Di sini ia disuruh
membuka baju. Baju itulah yang digunakan untuk menutup matanya. Ia
disuruh jongkok. Ia kemudian dinaikkan ke truk dan disitulah benda
tumpul dihantamkan ke punggung, leher, dan matanya. Saat tiba di Polres
Poso polisi masih meninju luka di tubuhnya. Di sini matanya ditutup
selama dua hari.
Syamsudin, Penjual Mie
Saya Disetrum
Sukamto, Warga Kalora
Dihajar hingga Pingsan
Ia ditangkap di rumah. Brimob menyebut ia sebagai
dalang. Ia kemudian diseret dan dipukuli. Di Pos Kalora, ia dipukuli
hingga pingsan dan baru sadar sesampai di Polres. [hizb indonesia]
Posting Komentar untuk "Extra Judicial ala Densus 88,Tiga Orang yang Dibunuh Tidak Diketahui Identitasnya"