Tembak korban tanpa perlawanan, Densus 88 dinilai balas dendam atas nama hukum
JAKARTA - Direktur
The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya
menilai tindakan Densus 88 yang asal main tembak terhadap tertuduh
teroris merupakan bukti aparat tidak bermotifkan penegakan hukum akan
tetapi ada unsur balas dendam ata nama hukum.
"Kenapa target harus selalu tewas? Seperti tidak ada cara lain untuk
melumpuhkan target selain mengeksekusi mati target. Dari sini banyak
orang menilai Densus metode kerjanya provokatif dan unsur dendam lebih
mendominasi dibanding upaya low enforcement yang humanis," Ungkap
Pengamat Kontra terorisme ini kepada arrahmah.com, Sabtu (5/1/2013) Jakarta.
Lebih dari itu, ia menjelaskan, ada pengkaburan informasi di
lapangan. Dari sumber Polri mengatakan bahwa pada, Jum'at tanggal 4
Januari 2013 pukul. 11.00 wita telah dilakukan penindakan terhadap
target Hasan alias Kholil dan Asmar alias Abu Uswah di depan Masjid RS.
Dr. Wahidin Sudirohusodo di dalam komplek Univ Hassanudin Makassar,
dengan hasil 2 target tewas, barang bukti didapat 1 pucuk senpi pendek
jenis FN, dan 1 buah granat.
Atau secara singkat Kronologinya ialah pada pukul 09.30 wita anggota
SW (Special Weapon) mengikuti Hasan alias Kholil dari yayasan. Pukul
09.52 wita Hasan masuk RS. Dr. Wahidin. Kemudian hasan menuju masjid dan
bertemu Asmar alias Abu Uswah. Pada pukul 11.00 wita dilakukan
penindakan oleh tim SW.
Dari pantauan sumber CIIA yang merapat ke TKP 15 menit pasca kejadian
masih terlihat jejak genangan darah diteras masjid sebelah utara yang
bersebelahan dengan jalan arah keluar Rumah Sakit dan sempat difoto
sebelum di guyur air.
Penuturan saksi pun menyatakan, bahwa tidak terjadi baku tembak di
likasi. Tapi, yang terjadi adalah dua orang tersebut langsung
diberondong peluru hingga tewas. Kemudian, segera diangkut kedalam mobil
dan pergi meninggalkan TKP. Hal ini berbeda dengan informasi yang
berkembang di media bahwa telah terjadi kontak tembak.
"Sebenarnya ada 3 orang yang ditarget tapi yang satu lolos, dan
eksekusi dilakukan tidak begitu gaduh. Bahkan, dilingkungan yang ramai
menjelang sholat Jum'at dan di lingkungan Rumah Sakit, berondongan
Densus banyak orang mengira hanya bunyi petasan," beber Harits.
Menyinggung Perasaan Umat
Selain itu, dari pola tindakan aparat Polri yang menewaskan 2 orang
terduga "teroris" tersebut, ada hal-hal penting yang menurutnya perlu
dikritisi.
Pertama, menurut Harits, aparat Densus 88 menampilkan metode kerja
yang makin provokatif, sehingga menimbulkan erosi kepercayaan masyarakat
dan semakin tergerus khususnya umat Islam. Betapa Densus dihari Jum'at
dan mengeksekusi orang hingga tewas tanpa perlawanan dan itu terjadi
diteras masjid.
"Ini tindakan sangat menyinggung perasaan kaum Muslimin," tuturnya.
Kedua, setelah kejadian seperti biasa Mabes kemudian konferensi Pers
dan menjadi sumber tunggal mengenai informasi kejadian di lapangan dan
media menyerap informasi tersebut tanpa ada pembanding.
"Faktanya bisa saja BB (barang bukti) yang ada adalah BB yang
direkayasa dan tidak mungkin juga dua orang yang tewas itu bisa
dikonfirmasi atas kepemilikan pistol dan 1 buah granat," imbuh Harits.
"Demikian juga tentang kebenaran apakah dua orang yang tewas masih
terkait jaringan Poso (Santoso cs) juga tidak pernah lagi bisa
dibuktikan. Klaim itu sepihak dari aparat keamanan,"tambahnya.
Namun,yang pasti menurut Harits, ini yang kesekian kali densus
melakukan ekstra judicial killing, hanya atas dugaan terkait jaringan
Poso kemudian orang berhak mati. Atau, hanya karena dapat label
"teroris" kemudian setiap orang legal untuk dibunuh.
"Ini berlebihan, dan Polisi jika posisinya sebagai simbol kehadiran
negara dalam konteks keamanan yang menjadi hajat azasi masyarakat
kemudian begitu arogannya main cabut nyawa lantas apa yang bisa
diharapkan dari keadilan?" pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)
Posting Komentar untuk "Tembak korban tanpa perlawanan, Densus 88 dinilai balas dendam atas nama hukum"