Menyusuri Jejak Nabi Palsu di Lereng Gunung Lawu
KARANGANYAR : Orang
yang diduga mengaku sebagai nabi di lereng Gunung Lawu Karanganyar
berinisial S sudah dalam penelitian Kantor Kementerian Agama Karanganyar. Bahkan sudah dilaporkan ke MUI dan juga ke Badan Litbang Kementerian Agama di Jakarta.
Karena itulah beberapa warga melapor kepada Kantor Kemenag agar dilakukan pembinaan dan penyelidikan. Apalagi peserta pengajiannya semakin lama juga semakin banyak meski tidak diwadahi dalam lembaga resmi.
“Karena dinilai bisa memunculkan kerawanan, saat bertemu dengan Pak Kapolres kami melaporkan hal itu. Harapannya masalahnya segera bisa diselesaikan melalui Forum Komunikasi Kewaspadaan Dini Masyarakat, (FKDM).Apalagi semua tokoh agama aktif di lembaga itu,” kata dia.
Desas-desus perihal adanya nabi palsu maupuan aliran sesat di Kecamatan Matesih, Karanganyar, sudah beredar lama.
Parahnya lagi sederet kabar miring beredar ihwal nilai-nilai ajaran tersebut hingga teknis ritualnya. Salah
seorang warga Matesih, berinisial A, mengungkapkan, kabar yang beredar
di masyarakat menyebutkan bahwa ajaran yang disampaikan S jauh
menyimpang dari syariat Islam.
Mulai dari ritual haji yang tidak dilakukan di Tanah Suci, melainkan di
puncak Gunung Lawu, hingga ketentuan ibadah kurban pada Hari Raya Idul
Adha. Kabar yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa pengikut S tidak berkurban dengan ternak melainkan dengan buah pepaya.
S, warga Girilayu, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, tidak memungkiri
jika dirinya kenal almarhum R, yang dituding telah mengangkat dirinya
sebagai nabi.
“Saya memang kenal dengan R, tapi dia bukan guru saya. Karena dalam agama Allah, tidak ada istilah guru dan murid, tetapi kalau orang kemudian mengatakan guru dan murid silahkan. Ini bukan sekolahan,” kata S kepada Okezone di kediamannya, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (1/2/2013).
S menilai, selama kenal R tidak ada ajaran atau perilaku yang menyimpang.“Semuannya sesuai dengan yang diajarkan dalam agama, rukun imam, dan rukun Islam,” bebernya.
Seperti tudingan yang dialamatkan kepada pihaknya, S juga membantah
bahwa R pernah mengangkat dirinya sebagai nabi, termasuk mengubah dua
kalimat Syahadat.
Untuk menunjukkan dirinya dan R tidak menyimpang dalam ajaran Islam, S
memperlihatkan buku bersampul warna kuning yang berisi tentang pedoman
yang bertuliskan
“Kunci Pedoman Bagi Imam dan Jamaah Muslimin Untuk 100 Tahun
Sepeninggalnya Imam Guna Memenuhi Hak-haknya Allah tentang Amanatnya di
Dalam Allah memberi Peringatan Baru Kepada Kita Sekalian”
Menurut S, buku yang ditulis dengan menggunakan tangan tersebut bukan
kitab atau ajaran-ajaran yang sengaja dibuat R dan diteruskan ke dirinya. Buku pedoman tersebut hanya berisi tentang semua ajaran yang tertulis dalam Al-Qur’an.
Sedangkan Imam yang dimaksud dalam buku pedoman tersebut, menurut S,
bukanlah R. Imam yang tertulis dalam buku pedoman tersebut, yakni siapa
saja yang dipercaya sebagai Imam.
“Itu berlaku hanya untuk 100 tahun saja. Sesudah itu tidak berlaku sudah tidak murni lagi. Siapa saja yang dijadikan Imam. Kalau yang dimaksud itu, bisa. Dan
buku pedoman tersebut bukan kita, namun hanya pedoman untuk menjalankan
perintah Allah,” ujar S tanpa mempertegas Imam yang dimaksud dalam buku
pedoman tersebut.
Menyangkut adanya masjid yang dipergunakan S untuk menyiarkan agama barunya tersebut, kembali dibantahnya. S mengatakan, dirinya tidak memiliki masjid seperti yang ditudingkan.
Namun menurut MUI Karanganyar, nabi palsu S di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sudah meresahkan. Informasi yang diterima MUI, S bahkan sudah mengangkat orang sebagai nabi palsu lainnya. (okezone, Rabu/30/1/2013).
Menurut Zaenudin, S guru agama SD yang sudah pensiun itu diangkat oleh nabi palsu sebelumnya bernama Rohmad. Kini Rohmad sudah meninggal dan ajarannya diteruskan oleh S.
Dalam menjalankan ajarannya, Rohmad berani mengubah dua kalimat syahadat. “Rohmad berani mengganti dua kalimat syahadat, mengubah nama Nabi Muhammad dengan namanya sebagai utusan Allah,” paparnya.
S juga diketahui pernah mengangkat seorang pengikutnya sebagai nabi
yakni SM, yang berprofesi sebagai guru agama dan tinggal di Kecamatan
Kerjo, Karanganyar.
MUI, tambah Zaenudin, pernah memanggil S untuk dimintai keterangan dan diimbau bertaubat. “Tapi undangan MUI berkali-kali ditolak S mentah-mentah.Bahkan S menganggap MUI yang menyimpang,” jelasnya.
Untuk itu Kapolres Karanganyar AKBP Nazirwan Adji Wibowo meminta S
selaku tokoh sentral aliran tersebut kooperatif dengan segera memenuhi
undangan pertemuan Kemenag.
“Silakan beri keterangan langsung kepada Kemenag, jangan hanya kepada
media massa, supaya duduk persoalannya jelas,” pinta kapolres.
Salah seorang pengikut atau jemaah dari aliran yang disebarkan oleh S,
yakni EBS, membantah tudingan yang menyebutkan kelompoknya menganut
ajaran sesat.
Saat ditemui Solopos.com, Kamis (31/1/2013), EBS menyatakan ajaran yang
dia anut mengakui Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai Nabi dan
Rasul terakhir sepanjang zaman.
Laki-laki berperawakan tinggi itu juga membantah desas-desus yang
menyebutkan bila ritual keagamaan kelompoknya menyimpang dari ajaran
Nabi Muhammad.
Dugaan kemunculan nabi palsu di Karanganyar membuat sejumlah pihak angkat bicara. Kapolres
Karanganyar, AKBP Nazirwan Adji Wibowo, menjelaskan figur yang
disinyalir mengaku sebagai nabi dan menyebarkan aliran sesat berinisial R
berasal dari Kecamatan Kerjo.
Salah satu staf Kelurahan Giri Layu yang tidak mau disebutkan namannya
mengatakan, dari data yang dimiliki pihak Kelurahan, S dan istrinya
bukan asli penduduk Giri Layu, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah.
“Keduanya menetap di Giri Layu saat S mengajar di SD setempat. Kalau
aslinya bukan dari sini, tapi dari luar daerah, Bekonang, Mojolaban,
Sukoharjo dan Klaten,” kata staf kelurahan yang memiliki postur tubuh
gemuk kepada Okezone, sambil menunjukan SD Giri Layu yang letaknya tepat
di depan Kantor Kelurahan, Jumat (1/2/2013).
Menyangkut adannya kabar S telah mengangkat dirinya sebagai nabi, pria gemuk itu mengaku juga tidak mengetahuinya. Menurut dia, S memang memiliki pengajian sendiri dan hanya dilakukan di masjid dekat tempat tinggalnya.
Dari keterangan yang diperoleh staf kelurahan, Okezone menyusuri keberadaan masjid yang dimaksud. Masjid
yang dilansir banyak pihak sering dipergunakan sebagai lokasi pengajian
tersebut berada tak jauh dari kantor Kecamatan matesih dan berada di
pinggir anak sungai yang banyak bebatuan.
AKBP Nazirwan Adji Wibowo
Untuk menuju ke lokasi masjid, ada jembatan besi penghubungnya. Sayangnya,
masjid tersebut tidak ada namanya. Salah satu warga yang tinggal tidak
jauh dari lokasi tersebut mengaku tidak tahu sama sekali masjid tersebut.
Gatot (bukan nama sebenarnya), warga sekitar, mengaku, belum pernah
sekalipun dirinya melaksanakan ibadah shalat di masjid tersebut. Dia mengaku tidak mengenal sama sekali orang-orang yang melaksanakan ibadah di masjid tersebut.
“Jangankan saya, lah yang tinggal tepat di samping masjid itu saja tidak pernah shalat di situ. Bukannya dilarang, tapi karena yang datang saya tidak mengenalnya,” jelasnya. (solopos/okezone/salam-online/www.bringislam.web.id)
Posting Komentar untuk "Menyusuri Jejak Nabi Palsu di Lereng Gunung Lawu "