Kritik Tajam Ulama Jatim Terhadap Demokrasi
(Catatan Halaqah Ulama Jawa Timur 9-10 Maret di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya)
Fakta-fakta politik termutakhir di pentas Nasional dan Internasional menjadi keprihatinan para Ulama, Kyai dan Asatidz se-Jawa Timur. Adanya praktek korupsi di legislatif, eksekutif bahkan yudikatif adalah di antaranya. Fakta terbaru ketua umum dua partai peserta Pemilu menjadi tersangka KPK, yang salah satunya adalah partai politik Islam. Korupsi juga merajalela di kalangan eksekutif, misalnya banyak bupati dan kepala dinas yang menjadi pesakitan di ruang hukuman. Lebih ironi lagi, institusi yudikatif yang seharusnya penegak keadilan juga terjerat korupsi semisal dalam kasus hakim tipikor nakal.
Fakta lain seperti money politik dan konflik horizontal dalam pemilukada yang berbiaya tinggi, perseteruan internal partai politik, separatisme Papua, teror atas nama terorisme, sampai politik Internasional seperti sengketa wilayah di Sabah dan optimisme terhadap kemenangan revolusi Suriah. Jika ditambah dengan bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan, maka menjadi semakin panjanglah daftar potret buram kehidupan bermasyarakat dan bernegara kita.
Ulama, Pewaris Nabi
Berbagai keprihatinan dan kegalauan Ulama peserta Halaqah Ulama sejawa timur ditumpahkan dalam diskusi selama dua hari (9-10/03/2013) di Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Berangkat dari keprihatinan tersebut Ulama Jawa Timur merasa terpanggil untuk ikut berkontribusi dalam usaha memperbaikinya. Para ulama ingin mengubah kondisi buram tersebut menjadi kondisi yang dikehendaki Al Quran dan As Sunnah. Ulama adalah pewaris para Nabi, maknanya bukan mewarisi hartanya melainkan mewarisi ilmu dan risalah yang diembannya.
Ulama tidak hanya faqih fiddin , tetapi juga menjadi marja’/referensi umatnya, aktif berdakwah membina umat dan ber-amar ma’ruf nahy munkar serta berjuang untuk tegaknya Islam li ilaai kalimatillah dan Izzul Islam wal muslimin. Al Quran menyebutnya sebagai “Innama yakhsyallahu min ibadihil ulama”, yang artinya bahwa ulama adalah termasuk orang yang sangat takut kepada Allah. Takut kepada Allah jika tidak mengajarkan ilmu yang diketahuinya, takut jika tidak mengamalkannya dan takut jika tidak memperjuangkan Dinul Islam dan syariah-Nya.
Dan untuk memperjuangkan perubahan ke arah yang lebih baik tersebut, para ulama menyadari sepenuhnya bahwa upaya perubahan harus sesuai dengan perubahan yang diteladankan Rasulullah saw yakni perubahan fikriyah (mind set)yaitu berdasarkan akidah dan ideologi Islam. Yang kedua perubahan harus dilakukan secara berjamaah, tidak sendirian. Selanjutnya perubahan dilakukan dengan tahapan dakwah seperti yang dilakukan Rasulullah, mulai dari edukasi umat(tatsqif), perjuangan politis (kifahus siyasi) sampai diterapkannya syariah Islam secara kaffah di semua bidang kehidupan dalam sebuah pemerintahan Islami.
Demokrasi sebagai Biang Kerusakan Kehidupan
Dalam Halaqah Ulama yang diikuti 150 ulama, kyai dan asatidz sejawa timur telah dibahas dan ditelaah bahwa akar masalah carut marut kehidupan politik saat ini merupakan buah dari penerapan sistem yang berlaku saat ini yaitu demokrasi-sekulerisme. Demokrasi tidak hanya bermasalah secara prosedural sebagaimana yang telah ada faktanya, tetapi demokrasi juga bermasalah secara substansialnya yaitu memarjinalkan aturan Allah SWT dan RasulNya. Sehingga yang menjadi problem utama (qadhiyyah mashiriyah) kaum muslimin saat ini adalah belum diterapkannya syariah Islam secara paripurna.
Para ulama telah berkesimpulan bahwa demokrasi adalah sesat pikir Barat yang layak ditinggalkan karena memang tidak berasal dari Islam. KH Satiman (ulama Pacitan) menyatakan, “ Jika kita mengetahui hakikat demokrasi-sekuler, maka kita akan mengetahui betapa bahayanya demokrasi itu.” Kalau ada kemiripan dalam prosedural demokrasi seperti syurabukan berarti Islam mengandung ide demokrasi karena landasan berfikirnya sudah berbeda secara diametral. Lebih jauh lagi, para ulama juga menyimpulkan bahwa jika demokrasi meminggirkan hukum Allah SWT dalam Al Quran dan Al Hadits, maka menjadi haram untuk mengambil demokrasi, menerapkan dan mempropagandakannya. Salah satu peserta halaqah Ustadz Edi Wicaksono dari Bojonegoro menegaskan, “ Demokrasi memang harus dicampakkan.”.
Dan sebagai solusi pengganti terhadap sistem demokrasi sekuler, para ulama menawarkan sistem Khilafah Islamiyah yang telah dipraktekkan oleh para sahabat Rasulullah saw, para Khulafaur Rasyidin dan penerusnya selama 13 abad. Para ulama telah bertekad memperjuangkan sistem Ilahiah ini sebagai kewajiban seluruh kaum muslimin.
Semua diktum tadi telah dituangkan dalam ifta’ (fatwa) Ulama Jawa Timur. Pembacaan fatwa pada Sidang Komisi oleh KH. Abdul Qoyyum (ulama Malang), KH. Farid Ma’ruf, MA (ulama Jombang) dan KH. Asyrofi (ulama Banyuwangi). Di akhir halaqah dilakukan Konferensi Pers, setelah semua peserta halaqah menandatangani Fatwa Ulama Jawa Timur. Selanjutnya fatwa tersebut akan disampaikan ke seluruh masyarakat di Jawa Timur.
Mendukung Perjuangan Rakyat Suriah
Tidak luput dari perhatian para Ulama peserta Halaqah adalah revolusi yang terjadi di Suriah. Sebagai rentetan dari pergolakan politik di Afrika Utara dan Timur Tengah yang dikenal dengan Arab Springs. Revolusi Suriah merupakan babak baru dalam Arab Springs, yang berbeda dengan yang terjadi di Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman. Ketidakmampuan negara-negara Barat sekuler-demokratis untuk membajak revolusi Suriah menjadi perhatian besar para ulama. Sampai-sampai melalui kaki tangan dan antek Barat dalam koalisi nasional pun tidak mampu merebut hati rakyat Suriah.
Revolusi Suriah merupakan rentetan dari pergolakan politik di Afrika Utara dan Timur Tengah yang dikenal dengan Arab Springs. Revolusi Suriah merupakan babak baru dalam Arab Springs, yang berbeda dengan yang terjadi di Tunisia, Mesir, Libya dan Yaman. Ketidakmampuan negara-negara Barat sekuler-demokratis untuk membajak revolusi Suriah menjadi perhatian besar para ulama. Sampai-sampai melalui kaki tangan dan antek Barat dalam koalisi nasional pun tidak mampu merebut hati rakyat Suriah.
Kesabaran dan keteguhan rakyat Suriah telah ditunjukkan selama menghadapi teror, penjagalan dan pemboman rezim Bashar Assad. Kegigihan perjuangan rakyat Suriah dengan mujahidin selama dua tahun terakhir terus mengalami kemajuan signifikan dengan berhasil masuk ke Damaskus dan mampu menyentuh istana si bangsat Bashar. Yang menjadi keunikan revolusi Suriah berikutnya adalah arah perjuangannya, bukan negara demokrasi-sipil yang diinginkan. Telah ada piagam yang disepakati belasan brigade mujahidin di Suriah, bahwa mereka bertekad dan terus berjuang untuk menumbangkan Bashar Assad dan menggantikannya dengan khilafah islamiyah.
Sebagai simpati yang mendalam kepada perjuangan rakyat Suriah. para ulama peserta halaqah memberikan dukungan moral berupa doa dan opini. Bahwa perjuangan rakyat Suriah tidak sendirian, tetapi didukung oleh seluruh kaum muslim sedunia yang mencita-citakan kejayaan umat, termasuk ulama di Jawa Timur.
Fajar harapan kemenangan telah terbit. Kegelapan malam era demokrasi segera sirna. Demokrasilah yang telah mengantarkan kepada ketidakadilan global. Demokrasilah yang telah menjerumuskan ke jurang krisis kemanusiaan. Kejayaan Islam yang rahmatan lil alamin segera hadir kembali. Allahu a’lam bis shawab. [] panitia halaqah ulama jatim
Posting Komentar untuk "Kritik Tajam Ulama Jatim Terhadap Demokrasi"