Kenaikan BBM: Bukti ‘Konsistensi’ Demokrasi


Kendati sudah mendapatkan berbagai penentangan, Pemerintah sepertinya tetap ngotot akan menaikkan harga BBM. Bahkan Pemerintah telah menetapkan tanggal 17 Juni sebagai waktu yang tepat untuk memutuskan disahkannya kebijakan tak populis tersebut. Merespon hal tersebut, ratusan massa dari Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Barat pun kembali melakukan aksi damai  di depan Gedung Sate, Kota Bandung, pada Jumat (14/6).


Dalam aksi yang dimulai dari Komplek PUSDAI (Pusat Dakwah Islam) Bandung tersebut, Orasi bergantian disampaikan oleh orator yang hadir dari berbagai kalangan. Mulai dari Ust.Asep Soedrajat (DPD HTI Jawa Barat), Ust. Umar Fadillah (Tokoh Pengusaha), KH Abdussyukur Shalih (Tokoh Ulama) dan  Ust.Agus Suryana (Tokoh Intelektual), serta pembacaan pernyataan sikap oleh Ust.Ahmad Ponsen (DPD HTI Jawa Barat).

Agus Suryana, yang juga merupakan ketua DPD II HTI Kab.Bandung, dalam orasinya kali ini  mempertanyakan sikap ngotot Pemerintah dalam menaikan harga BBM. Padahal, mayoritas rakyat menolak rencana tersebut. “Menurut Survey LSN (Lembaga Survey Nasional), 86,1% rakyat menolak kenaikan harga BBM” ujarnya.

“Fakta tersebut, jika dikembalikan pada mekanisme hakiki demokrasi yang menjadikan suara mayoritas rakyat sebagai pijakan untuk menjalankan kebijakan penguasa, sejatinya membuat sikap Penguasa tunduk menuruti suara mayoritas rakyat yang menolak BBM Naik” lanjutnya. “Namun apa yang dilakukan Penguasa negeri ini, justru sebaliknya, mereka tetap ngotot dengan kehendaknya sendiri yang notabene representasi kehendak asing” imbuhnya.

Masih menurutnya, hal tersebut adalah bukti ketidakmampuan demokrasi dalam menyejahterakan rakyat “Apa yang dilakukan para Penguasa hari ini adalah bukti ‘konsistensi” demokrasi, dimana “konsistensi” demokrasi adalah sikapnya yang akan senantiasa  inkonsisten dan penuh paradoks, demokrasi telah nyata “konsisten” mencampakkan suara rakyat, dan konsisten mendzalimi rakyat!” ujarnya, diiringi gemuruh takbir ratusan peserta aksi.

Namun ia menyayangkan, justru di tengah kebohongan tersebut, tak sedikit intelektual yang malah menjadikan dirinya alat pembenaran Pemerintah dalam memuluskan rencana zalimnya. “Sayang, banyak  intelektual yang rela melacurkan diri pada penguasa untuk mengkhianati rakyat”.

Padahal, sebagaimana menurut Ahmad Ponsen, kenaikan BBM sebenarnya adalah upaya melanggengkan Liberalisasi Migas di sektor hilir yang hanya meguntungkan segelintir orang saja, terutama para kapitalis asing. “Ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan pihak Asing. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat yang sangat nyata” [htipress]

Posting Komentar untuk "Kenaikan BBM: Bukti ‘Konsistensi’ Demokrasi "