Teguran Satu Menit: Teguran Sekaligus Rasa Sayang

Teguran Satu Menit: Teguran Sekaligus Rasa Sayang
Menjadi orangtua memang menuntut kita untuk terus mencari ilmu dan seni yang pas dalam mendidik anak-anak. Karena jika tidak, seiring jumlah anak dan usia anak-anak yang terus bertambah, bisa jadi tensi darah kita juga ikut bertambah, begitu seloroh Aa Gym suatu ketika.
Salah satu yang membutuhkan tehnik jitu adalah saat kita meluruskan tingkah anak anak-anak kita. Tidak jarang orangtua bingung ketika mendapati sulungnya yang berusia 8 tahun membaca komik jorok hasil meminjam dari kawan sekelasnya. Atau si tengah dan si bungsu yang tak bosan-bosannya bertengkar. Dan masih banyak lagi hal-hal yang seringkali membuat urat saraf kita menegang.
Dalam buku Mendidik Dengan Cinta, Ibu Irawati Istadi menjelaskan salah satu metode pendidikan disiplin yang disebut dengan “teguran satu menit”, karena memang dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu tak lebih dari satu menit.
Pelaku dan Perilaku
Untuk memahami metode ini, orangtua hendaknya terlebih dulu memahami perbedaan antara “pelaku” dan “perilaku”. “Pelaku” adalah individu anak yang sedang melakukan sesuatu, sedangkan “perilaku” menggambarkan kegiatan yang sedang dilakukannya.
Kunci kedua, orangtua mamahami bahwa antara perilaku dan pelaku tidak selalu mempeunyai konotasi yang sama. Artinya, orangtua tidak boleh memberikan konotasi atau pelabelan buruk kepada pelaku. Seburuk apapun perilaku mereka,orangtua hanya boleh berprasangka bahwa saat itu anak sedang khilaf, teledor, atau lupa sehingga melakukan perilaku buruk, tetapi pada hakikatnya anak-anak itu tetaplah baik, tetap anak-anak yang memiliki fitrah yang shalih (cenderung pada kebaikan). Sang anak sebagai pelaku tetap berhak untuk dicintai, disayangi, dan dihargai.
Pelabelan atau konotasi yang buruk  kepada anak secara berulang-ulang hanya akan menimbulkan citra diri negatif pada anak yang kemudian dapat melekat menjadi karakter dirinya. Jika sudah begini tentu akan semakin sulit untuk diperbaiki.
Itu sebabnya, sangat penting bagi orangtua untuk tidak memiliki prasangka buruk kepada anak mereka, sebab anak-anak dapat membaca prasangka itu dari kata-kata yang terucap, mimik, dan guratan wajah. Bahkan anak-anak yang peka mampu membaca lintasan hati orangtuanya.
Setengah Menit Pertama: Cela “Perilaku” Salahnya bukan “Pelakunya”
“Ibu sangat kecewa kamu membolos TPA hanya karena diajak teman main play station!” “Mau jadi apa kamu nanti jika kegemaranmu yang buruk itu tidak segera kamu hentikan?!”, kata ibu dengan wajah kecewa dan marah.
Atau seperti seorang ayah yang berkacak pinggang dengan raut muka kesal menyambut anak gadisnya yang pulang terlambat lewat pintu belakang. “Ayah sangat tidak senang kamu pulang terlambat. Apalagi diantar teman pria seperti itu. Ayah sangat kecewa!”
Tergambar dari adegan tersebut bahwa orangtua menunjukkan letak kesalahan sang anak sekaligus mengungkapkan perasaannya, berupa kekecewaan dan marah terhadap perilaku anaknya yang membolos TPA dan pulang terlambat dan diantar teman pria.
Disini orangtua tidak boleh sama sekali melabeli anak sebagai “pelaku” dengan konotasi negatif, seperti “dasar anak pemalas!”, “anak tak tahu terima kasih”, “anak bodoh”, dan stigma buruk lainnya yang mengkonotasikan “perilaku”nya kepada “pelaku”nya.
Tugas orangtua pada setengah menit pertama ini adalah membuat anak mengerti dimana kesalahannya, ia juga harus tahu bahwa orangtuanya marah, kecewa, dan membenci “perilaku” yang dilakukannya. Ini adalah bagian awal dari metode disiplin ini.
 Kita bisa lihat bahwa waktu yang dibutuhkan orangtua untuk menegur sekaligus menunjukkan perasaannya tak lebih dari satu menit. Dan ini cukup dinyatakan sekali saja, anak sudah mengerti perasaan orang tua. Pernyataan yang diulang-ulang justru akan menimbulkan kebosanan dan anak merasa digurui sehingga dapat memancing sikap memberontak yang menjadikan metode ini tidak efektif.
Jangan Diulang, Diamkan Beberapa Detik           
Setelah selesai orangtua mengungkapkan tegurannya, diamkan beberapa saat.Orangtua dapat memanfaatkan waktu untuk menarik nafas panjang, usai menyelesaikan tugas berat berupa pengungkapan rasa kecewa akibat perilaku anak yang buruk. Saat peneguran tersebut tentunya akan timbul suasana yang tidak menyenangkan bagi anak menghadapi kemarahan orangtuanya. Dan aksi mendiamkan beberapa saat ini akan semakin membuat  anak benar-benar merasakan situasi yang tidak enak tersebut, mencatat dalam memorinya, sehingga diharapkan dapat menyesali kekhilafannya.
Setengah Menit Kedua: Hargai “Pelaku”nya
Bagian berikutnya adalah saatnya mengungkapkan kebenaran lain selain kebenaran yang pertama.  Yakni kebenaran bahwa anak-anak “pelaku” kesalahan tersebut sejatinya tetaplah anak-anak yang shalih. Dilanjutkan dengan pengungkapan bahwa orangtua mereka tetap menyayangi dan menerima mereka sepenuh hati.
Bagian kedua ini harus diucapkan orangtua dengan ekspresi wajah penuh kasih sayang dan kelembutan. Bila perlu dengan memeluk dan mencium, agar anak bisa langsung merasakan bahwa bagaimanapun buruknya perilaku mereka, ternyata orangtua tetap mencintainya. Pernyataan ini pun tak perlu diulang, cukup sekali saja.
Satu menit dalam upaya pendisiplinan ini lebih efektif ketimbang berjam-jam.Walau demikian, orangtua perlu mengetahui bahwa metode ini tak semudah teorinya. Menampakkan dua perasaan yang saling bertentangan sekaligus dalam waktu yang hampir bersamaan bukanlah hal yang mudah. Orangtua seakan dipaksa untuk bermain sandiwara, padahal ia harus memerankannya dengan sungguh-sungguh, tulus, dan tanpa pamrih.
Efektivitas “Teguran Satu Menit”
Paling tidak ada dua kelebihan dari metode ini, pertama pada “setengah menit pertama” anak akan mengerti bahwa tindakannya buruk dan mengecewakan orangtuanya. Peristiwa ini akan terekam dalam memorinya, kemudian memorinya akan mencatat mana perilaku baik yang disenangi orangtua dan mana perilaku buruk yang membuat marah orangtuanya. Dan pada “setengah menit kedua” mereka menemukan kembali citra diri mereka yang positif. Mereka juga sangat menikmati belai kasih orangtua dalam selang waktu yang singkat ini. Buahnya, timbul perasaan berharga dan kepercayaan diri dalam diri anak.Semakin mereka merasa berharga dan percaya bahwa diri mereka adalah anak-anak yang baik, semakin besar kemauan mereka untuk berperilaku lebih baik.
Kelebihan kedua, metode ini dapat menjadi jalan pembuka bagi kemandegan komunikasi antara orangtua dan anak. Dengan keberanian orangtua menyalahkan habis-habisan “perilaku” anak dan mengungkapkan perasaannya terhadap anak tanpa mencerca, kemudian membuktikan bahwa pribadi anak selalu tetap baik dan dicintai orangtua, hal ini akan membuat anak meniru apa yang diperbuat ayah ibunya.
Anak akan semakin berani menunjukkan perasaan mereka terhadap segala sesuatu, baik perasaan baik ataupun buruk. Karena mereka merasa yakin bahwa tak akan dicerca oleh orangtuanya. Anak-anak pun akan mengikuti keterampilan orangtua untuk mengungkapkan kejengkelan dengan cara yang lebih santun.Akhirnya, insya Allah akan berkembang iklim keterbukaan antara orangtua dan anak, komunikasi menjadi lancar, akrab, dan harmonis. Wallahua’lam
(esqiel/muslimahzone/www.bringislam.web.id])
 

Posting Komentar untuk "Teguran Satu Menit: Teguran Sekaligus Rasa Sayang "