Batas Aurat laki-laki dan Perempuan Menurut Islam adalah
Batas aurat laki-laki dan perempuan menurut islam termasuk pendapat Madzhab Syafi'iy,Madzhab Malikiy,Madzhab Hanafiy adalah sebagai berikut
Definisi aurat
Menurut pengertian bahasa (literal),
aurat adalah al-nuqshaan wa al-syai' al-mustaqabbih (kekurangan dan
sesuatu yang mendatangkan celaan).
Diantara bentuk pecahan katanya adalah 'awara`, yang bermakna
qabiih (tercela); yakni aurat manusia dan semua yang bisa menyebabkan rasa
malu. Disebut aurat, karena tercela bila
terlihat (ditampakkan).[1]
Imam al-Raziy, dalam kamus Mukhtaar
al-Shihaah, menyatakan, "'al-aurat: sau`atu al-insaan wa kullu maa
yustahyaa minhu (aurat adalah aurat manusia dan semua hal yang menyebabkan
malu."[2]
Dalam Syarah Sunan Ibnu Majah disebutkan,
bahwa aurat adalah kullu maa yastahyii minhu wa yasuu`u shahibahu in yura
minhu (setiap yang menyebabkan malu, dan membawa aib bagi pemiliknya jika
terlihat)".[3]
Di dalam kitab Faidl al-Qadiiir,
disebutkan, "al-'aurat : ma yastahyiy minhu idza dzahara (aurat adalah
apa-apa yang menyebabkan rasa malu jika terlihat)[4].
Imam Syarbiniy dalam kitab Mughniy
al-Muhtaaj, berkata," Secara literal, aurat bermakna al-nuqshaan
(kekurangan) wa al-syai`u al-mustaqbihu (sesuatu yang menyebabkan celaan). Disebut seperti itu, karena ia akan
menyebabkan celaan jika terlihat."[5]
Dalam kitab al-Mubaddi' dinyatakan;
kata "al-aurat ", secara literal bermakna "al-nuqshaan
wa al-syai` al-mustaqbih" (kekurangan dan sesuatu yang menyebabkan
celaan). Disebut aurat, sebab, jika
ditampakkan tercela.[6]
Dalam kamus Lisaan al-'Arab
disebutkan, "Kullu 'aib wa khalal fi syai' fahuwa 'aurat (setiap aib
dan cacat cela pada sesuatu disebut dengan aurat). Wa syai` mu'wirun au 'awirun: laa haafidza
lahu (sesuatu itu tidak memiliki penjaga (penahan))."[7]
Imam Syaukani, di dalam kitab Fath
al-Qadiir, menyatakan;
"Makna asal dari aurat adalah
al-khalal (aib, cela, cacat). Setelah
itu, makna aurat lebih lebih banyak digunakan untuk mengungkapkan aib yang
terjadi pada sesuatu yang seharusnya dijaga dan ditutup, yakni tiga waktu
ketika penutup dibuka. Al-A'masy
membacanya dengan huruf wawu difathah; 'awaraat. Bacaan seperti ini berasal dari bahasa suku
Hudzail dan Tamim."[8]
Batasan
Aurat Laki-laki dan Wanita
Batasan
Aurat Menurut Madzhab Syafi'iy
Di dalam kitab al-Muhadzdzab,
Imam al-Syiraaziy berkata;
"Aurat laki-laki antara pusat
dan lutut, sedangkan pusat dan lututnya sendiri bukan termasuk aurat. Hanya saja, sebagian madzhab kami berpendapat
bahwa pusat dan lutut termasuk aurat.
Yang benar adalah, keduanya bukanlah aurat. Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan
dari Abu Sa'id al-Khuduriy, bahwasanya Nabi saw bersabda, "Aurat laki-laki
adalah antara pusat dan lutut. Sedangkan
aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak
tangan."[9]
Mohammad bin Ahmad al-Syasyiy, dalam
kitab Haliyat al-'Ulama berkata;
Al-Haitsamiy, dalam kitab Manhaj
al-Qawiim berkata;
"Aurat laki-laki, baik masih
kecil maupun sudah dewasa, budak non mukatab, maupun mukatab, serta anak budak,
adalah antara pusat dan lutut..Sedangkan aurat wanita merdeka, masih kecil
maupun dewasa, baik ketika sholat, berhadapan dengan laki-laki asing (non
mahram) walaupun di luarnya, adalah seluruh badan kecuali muka dan kedua
telapak tangan."[11]
Dalam kitab al-Umm[12]dinyatakan;
"Aurat laki-laki adalah antara
pusat dan lutut, sedangkan keduanya (pusat dan lutut) bukanlah termasuk
aurat….Sedangkan aurat perempuan adalah seluruh badannya, kecuali muka dan
kedua telapak tangan."
Al-Dimyathiy, dalam kitab I'aanat
al-Thaalibiin, menyatakan;
"Setiap laki-laki merdeka
maupun budak, wajib menutup antara pusat dan lututnya; berdasarkan hadits,
"Aurat seorang Mukmin adalah antara pusat dan lututnya. Selain itu, juga didasarkan pada hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Baihaqiy, "…dan auratnya adalah antara pusat dan
lutut."[13]Sedangkan
aurat wanita adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.[14]
Imam Syarbiniy dalam kitab al-Iqnaa',
menyatakan;
"Aurat laki-laki antara pusat
dan lututnya; berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqiy,
bahwasanya Nabi saw bersabda,"Jika salah seorang diantara kamu menikahi
budak perempuannya hendaknya, budaknya itu tidak melihat auratnya. Adapun
auratnya adalah antara pusat dan lutut…sedangkan pendapat yang paling shahih,
pusat dan lutut tidak termasuk aurat…."[15]Sedangkan
aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.
Di dalam kitab Mughniy al-Muhtaaj,
Imam Syarbiniy menyatakan;
"Aurat laki-laki, baik budak,
kafir, anak kecil, maupun yang sudah dewasa…adalah antara pusat dan
lutut…Sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh selain wajah dan kedua
telapak tangan…"[16]
Batasan
Aurat Menurut Madzhab Hanbaliy
Di dalam kitab al-Mubadda', Abu Ishaq
menyatakan;
"Aurat laki-laki dan budak
perempuan adalah antara pusat dan lutut.
Hanya saja, jika warna kulitnya yang putih dan merah masih kelihatan,
maka ia tidak disebut menutup aurat. Namun,
jika warna kulitnya tertutup, walaupun
bentuk tubuhnya masih kelihatan, maka sholatnya sah. Sedangkan aurat wanita
merdeka adalah seluruh tubuh, hingga kukunya.
Ibnu Hubairah menyatakan, bahwa inilah pendapat yang masyhur. Al-Qadliy berkata, ini adalah pendapat Imam
Ahmad; berdasarkan sabda Rasulullah, "Seluruh badan wanita adalah
aurat" [HR. Turmudziy, hasan shahih]….Dalam madzhab ini tidak ada
perselisihan bolehnya wanita membuka wajahnya di dalam sholat, seperti yang
telah disebutkan. di dalam kitab
al-Mughniy, dan lain-lainnya."[17]
Di dalam kitab al-Mughniy, Ibnu
Qudamah menyatakan, bahwa
"Sesungguhnya, apa yang ada di
bawah pusat hingga lutut adalah aurat.
Dengan ungkapan lain, apa yang ada diantara pusat dan lututnya adalah
auratnya. Ketentuan ini berlaku untuk
laki-laki merdeka maupun budak. Sebab,
nash telah mencakup untuk keduanya….Sedangkan pusat dan lutut bukanlah termasuk
aurat, seperti yang dituturkan oleh Imam Ahmad.
Pendapat semacam ini dipegang oleh Imam Syafi'iy dan Malik. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat, bahwa
lutut termasuk aurat….Para ulama sepakat, bahwa wanita boleh membuka wajahnya
di dalam sholat, dan ia tidak boleh membuka selain muka dan kedua telapak
tangannya. Sedangkan untuk kedua telapak
tangan ada dua riwayat, dimana para ulama berbeda pendapat, apakah ia termasuk
aurat atau bukan. Mayoritas ulama
sepakat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan mereka juga sepakat;
seorang wanita mesti mengenakan kerudung yang menutupi kepalanya. Jika seorang wanita sholat, sedangkan kepalanya
terbuka, ia wajib mengulangi sholatnya….Abu Hanifah berpendapat, bahwa kedua
mata kaki bukanlah termasuk aurat..Imam Malik, Auza'iy, dan Syafi'iy
berpendirian; seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali muka dan kedua telapak
tangan. Selain keduanya (muka dan
telapak tangan) wajib untuk ditutup ketika hendak mengerjakan sholat…"[18]
Di dalam kitab al-Furuu', karya salah seorang ulama Hanbaliy, dituturkan
sebagai berikut;
"Seluruh tubuh wanita merdeka
adalah aurat kecuali muka, dan kedua telapak tangan –ini dipilih oleh mayoritas
ulama….sedangkan aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut."[19]
Batasan
Aurat Menurut Madzhab Malikiy
Dalam kitab Kifayaat al-Thaalib,
Abu al-Hasan al-Malikiy menyatakan;
"Aurat laki-laki adalah mulai
dari pusat hingga lutut, dan keduanya (pusat dan lutut) termasuk aurat. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh
tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan.."[20].
Dalam Hasyiyah Dasuqiy,
dinyatakan;
"Walhasil, aurat haram untuk
dilihat meskipun tidak dinikmati. Ini
jika aurat tersebut tidak tertutup.
Adapun jika aurat tersebut tertutup, maka boleh melihatnya. Ini berbeda dengan menyentuh di atas kain
penutup; hal ini (menyentuh aurat yang tertutup) tidak boleh jika kain itu
bersambung (melekat) dengan auratnya, namun jika kain itu terpisah dari
auratnya……Selain aurat, yakni antara pusat dan lutut, maka tidak wajib bagi
laki-laki untuk menutupnya…sedangkan aurat wanita muslimah adalah selain wajah
dan kedua telapak tangan…"[21]
Dalam kitab Syarah al-Zarqaaniy,
disebutkan;
"Yang demikian itu
diperbolehkan. Sebab, aurat wanita
adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan…"[22]
Mohammad bin Yusuf, dalam kitab
al-Taaj wa al-Ikliil, berkata;
"Adapun aurat laki-laki,
menurut mayoritas ulama kami, adalah antara pusat dan dua lutut, sedangkan
aurat budak perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak
tangan dan tempat kerudung (kepala)…Untuk seorang wanita, boleh ia menampakkan
kepada wanita lain sebagaimana ia boleh menampakkannya kepada laki-laki –menurut
Ibnu Rusyd, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini-, wajah dan kedua
telapak tangan.."[23]
Batasan
Aurat Menurut Madzhab Hanafiy
Abu al-Husain, dalam kitab al-Hidayah
Syarh al-Bidaayah mengatakan;
"Adapun aurat laki-laki adalah
antara pusat dan lututnya…ada pula yang meriwayatkan bahwa selain pusat hingga
mencapai lututnya. Dengan demikian, pusat bukanlah termasuk aurat. Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Imam
Syafi'iy ra, lutut termasuk aurat.
Sedangkan seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali muka dan
kedua telapak tangan…"[24]
Dalam kitab Badaai' al-Shanaai' disebutkan;
"Oleh karena itu, menurut
madzhab kami, lutut termasuk aurat, sedangkan pusat tidak termasuk aurat. Ini berbeda dengan pendapat Imam
Syafi'iy. Yang benar adalah pendapat
kami, berdasarkan sabda Rasulullah saw, "Apa yang ada di bawah pusat dan
lutut adalah aurat." Ini
menunjukkan bahwa lutut termasuk aurat."[25]
Aurat
Laki-laki Dalam Perdebatan
Para
ulama berbeda pendapat mengenai batasan aurat laki-laki. Ada
sebagian ulama berpendapat, bahwa aurat laki-laki adalah antara pusat dan
lutut, sedangkan pusat dan lutut bukan termasuk aurat.
Imam Qurthubiy di dalam tafsir
Qurthubiy menyatakan; para ulama berbeda pendapat mengenai bagian tubuh mana
yang termasuk aurat. Ibnu Abi Da`b
berpendapat, bahwa aurat laki-laki hanyalah kemaluan dan dubur, bukan yang
lainnya. Ini adalah pendapat Dawud, Ahlu Dzahir, Ibnu Abi 'Aliyah, dan
Al-Thabariy. Sedangkan Imam Malik
berpendirian bahwa pusar tidak termasuk aurat, dan beliau memakruhkan laki-laki
yang membuka pahanya di hadapan isterinya.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa lutut termasuk aurat; dan ini adalah
pendapat 'Atha'. Adapun Imam Syafi'iy
berpendapat, bahwa pusat dan kedua lutut tidak termasuk aurat, dan ini adalah
riwayat yang shahih (benar). Namun, Abu
Hamid al-Turmudziy meriwayatkan, bahwa Imam Syafi'iy mempunyai dua pendapat
mengenai pusat.[26]
Sedangkan ulama lain berpendapat,
bahwa aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut, dan keduanya (pusat dan
lutut) termasuk aurat[27].
Sebagian yang lain berpendapat, bahwa
pusat, paha, dan lutut bukan termasuk aurat.
Abu Da'biy berkata, "Aurat laki-laki adalah kemaluan dan dubur.
Pendapat semacam ini dipegang oleh Dawud, Ahlu Dzahir, Abu 'Aliyyah, Thabariy,
Ibnu Jarir, dan al-Ishthahariy.[28]
Inilah beberapa pendapat ulama
mengenai bagian-bagian tubuh laki-laki yang termasuk aurat.
Paha
Termasuk Aurat Laki-Laki
Apakah paha termasuk aurat? Ada
dua pendapat dalam masalah ini.
Mayoritas ulama berpendirian, bahwa paha termasuk aurat laki-laki. Ulama lain berpendapat, paha bukan termasuk
aurat. Pendapat terkuat dan terpilih
adalah, paha termasuk aurat laki-laki.
Orang yang berpendapat, bahwa paha
bukan aurat mengajukan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari 'Aisyah
ra.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَجِعًا فِي بَيْتِي كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ أَوْ
سَاقَيْهِ فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ
فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ فَأَذِنَ لَهُ وَهُوَ كَذَلِكَ فَتَحَدَّثَ
ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَسَوَّى ثِيَابَهُ قَالَ مُحَمَّدٌ وَلَا أَقُولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ
وَاحِدٍ فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ دَخَلَ أَبُو
بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ
تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ
ثِيَابَكَ فَقَالَ أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ
"Suatu saat Rasulullah saw
duduk-duduk dengan pahanya yang terbuka.
Lalu, Abu Bakar minta ijin untuk masuk.
Ia dipersilahkan oleh Nabi saw, sedangkan beliau tetap dalam keadaan
seperti itu. Setelah itu, 'Umar juga meminta ijin untuk masuk, dan beliau juga
dipersilahkan oleh Nabi saw, dan beliau saw juga masih dalam keadaan seperti
itu. Tak lama kemudian, 'Utsman bin
'Affan juga meminta ijin untuk masuk, dan Nabi saw pun melepaskan kainnya ke
bawah. Setelah mereka bangkit pergi,
saya ('Aisyah ra) bertanya, "Ya Rasulullah, ketika Abu Bakar dan Umar
minta masuk, anda kabulkan, sedangkan pakaian anda masuk seperti semula. Tetapi, ketika 'Utsman minta masuk, kenapa
anda melepaskan kain anda? Nabi saw menjawab,
"Hai 'Aisyah, Tidakkah aku akan merasa malu terhadap orang yang demi Allah,
para malaikat saja merasa malu kepadanya."[HR. Imam Ahmad dan Imam
Bukhari menyatakan hadits ini mu'allaq]
Mereka juga mengetengahkan hadits
riwayat Anas ra, bahwasanya ia berkata;
فَأَجْرَى نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي زُقَاقِ خَيْبَرَ وَإِنَّ رُكْبَتِي لَتَمَسُّ فَخِذَ
نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ حَسَرَ الْإِزَارَ عَنْ
فَخِذِهِ حَتَّى إِنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ فَخِذِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Nabi saw pada waktu Perang
Khaibar menyingsingkan kain dari pahanya, hingga kelihatan olehku paha yang
putih itu."[HR. Imam Ahmad dan Bukhari]. Dan masih banyak lagi hadits yang dijadikan
sandaran bagi orang yang berpendapat, bahwa paha bukan termasuk aurat.
Imam Syaukani menyanggah pendapat di
atas, dan mentarjih bahwa paha termasuk aurat.
Menurut Imam Syaukani, dua hadits di atas, yakni hadits riwayat 'Aisyah
ra dan Anas ra, harus dipahami pada konteks dan kondisi tertentu. Dengan kata lain, dua hadits di atas hanya
berlaku pada konteks dan keadaan khusus, dan tidak boleh diberlakukan pada
konteks yang bersifat umum dan menyeluruh[29]. Sebab, konteks dua hadits di atas berlaku
khusus, dan terjadi pada keadaan-keadaan tertentu. Imam Qurthubiy menyatakan; dalam keadaan
perang atau genting, seseorang
boleh-boleh saja menyingkap pahanya.
Oleh karena itu, yang layak dijadikan hujjah adalah hadits-hadits yang
mengandung hukum kulliy (hukum yang berlaku menyeluruh atau umum); yakni
khithab umum bagi yang menyatakan bahwa paha adalah aurat yang harus ditutup
oleh kaum Muslim. Salah contoh hadits
yang memuat hukum kulliy adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Tarikhnya.
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَنَا مَعَهُ عَلَى مَعْمَرٍ وَفَخِذَاهُ مَكْشُوفَتَانِ فَقَالَ يَا
مَعْمَرُ غَطِّ فَخِذَيْكَ فَإِنَّ الْفَخِذَيْنِ عَوْرَةٌ
"Rasulullah saw melewati Ma'mar
yang saat itu kedua pahanya sedang terbuka.
Beliau bersabda, "Hai Ma'mar tutuplah kedua pahamu. Sebab, paha itu
adalah aurat."[HR.
Imam Ahmad, Hakim, dan Bukhari di dalam kitab Tarikh-nya].
Hadits ini, khithabnya bersifat umum
dan berlaku untuk semua laki-laki. Mengamalkan hadits-hadits yang mengandung hukum
kulliy, lebih utama dibandingkan dua hadits di atas (hadits riwayat 'Aisyah
dan Anas ra). Selain itu, dalam kaedah
ushul fiqh juga disepakati bahwa perkataan (al-qaul) lebih kuat dibandingkan perbuatan (al-fi’l)[30]. Hadits yang menyiratkan paha bukan aurat,
berbentuk fi'liy (perbuatan), sedangkan hadits-hadits yang menyatakan
paha aurat, berbentuk qauliy
(perkataan). Oleh karena itu,
mengamalkan hadits yang menetapkan paha adalah aurat, lebih utama dibandingkan
hadits yang menetapkan paha bukan aurat.
Adapun hadits-hadits yang menunjukkan,
bahwa paha termasuk aurat adalah sebagai berikut;
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah
hadits di dalam Tarikh-nya, bahwasanya Mohammad bin Jahsiy berkata;
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَنَا مَعَهُ عَلَى مَعْمَرٍ وَفَخِذَاهُ مَكْشُوفَتَانِ فَقَالَ يَا
مَعْمَرُ غَطِّ فَخِذَيْكَ فَإِنَّ الْفَخِذَيْنِ عَوْرَةٌ
"Rasulullah saw melewati Ma'mar
yang saat itu kedua pahanya sedang terbuka.
Beliau bersabda, "Hai Ma'mar tutuplah kedua pahamu. Sebab, paha itu
adalah aurat."[HR.
Imam Ahmad, dan Bukhari di dalam kitab Tarikh-nya]. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam
Bukhari dalam Shahihnya, dan Imam Hakim dalam kitab al-Mustadrak.
Dari Ibnu ‘Abbas ra dituturkan,
bahwasanya Nabi saw bersabda, “Paha
adalah aurat”.[HR. Turmudziy]. Imam
Ahmad juga mengetengahkan riwayat yang sama dengan redaksi sebagai berikut;
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ وَفَخِذُهُ خَارِجَةٌ فَقَالَ غَطِّ فَخِذَكَ
فَإِنَّ فَخِذَ الرَّجُلِ مِنْ عَوْرَتِهِ
“Rasulullah
saw tengah melintas di depan seorang laki-laki yang pahanya terbuka; beliau pun
bersabda, “Tutuplah pahamu, sesungguhnya paha seorang laki-laki termasuk
auratnya.” [HR. Imam Ahmad]
Dari
Jarhad, ia berkata;
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ وَقَدْ انْكَشَفَتْ فَخِذِي قَالَ غَطِّ
فَإِنَّ الْفَخْذَ عَوْرَةٌ
"Rasulullah saw tengah lewat,
sedangkan saat itu saya sedang memakai kain dan paha saya terbuka. Beliau pun bersabda, "Tutuplah pahamu,
karena paha itu adalah aurat."[HR. Imam Ahmad, Malik, Abu Dawud dan
Turmudziy].
Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah
hadits dari 'Ali ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
لَا تُبْرِزْ فَخِذَكَ وَلَا تَنْظُرَنَّ
إِلَى فَخِذِ حَيٍّ وَلَا مَيِّتٍ
"Janganlah engkau membuka
pahamu, dan janganlah engkau melihat paha orang hidup maupun orang mati."[HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah]
Hadits-hadits ini menunjukkan, bahwa
paha termasuk aurat laki-laki, sehingga wajib ditutup.
Pendapat yang lebih kuat dan layak
dipegang adalah pendapat yang menyatakan, bahwa paha termasuk aurat. Alasannya, pertama, hadits-hadits yang
diketengahkan pihak pertama, seluruhnya tidak menunjukkan adanya khithab untuk
seluruh kaum Muslim, tapi hanya bertutur tentang perilaku atau perbuatan
pribadi Nabi saw pada konteks dan kejadian tertentu. Dengan kata lain, hadits-hadits tersebut
tidak menunjukkan adanya kewajiban untuk ta'asiy (mengikuti) kepada
perbuatan Nabi saw. Yang layak diikuti adalah dalil-dalil yang mengandung hukum
kulliy, bukan hukum juz'iy. Kedua, adapun hadits yang
diketengahkan kelompok kedua lebih jelas khithabnya kepada seluruh kaum
Muslim. Lebih-lebih lagi hadits ini
datang dalam bentuk ucapan (qauliy), sehingga lebih kuat dibandingkan
hadits-hadits perbuatan (fi'liy).
Ketiga, hadits-hadits yang menyatakan paha bukanlah aurat juga
akan bertentangan dengan hadits-hadits lain yang menyatakan, bahwa aurat
laki-laki adalah antara pusat dan lutut.
عَـْورَةُ الـَّرجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ
وَ رُكْبَتِهِ
“Aurat
laki-laki adalah antara pusat hingga lututnya”.[HR. Imam Daruquthniy, dan
Baihaqiy], dan masih banyak lagi.
Hadits ini menunjukkan bahwa paha
termasuk aurat. Sebab, paha terletak
antara pusat dan lutut.
Apakah Pusat dan Lutut Termasuk
Aurat?
Pada bahasan sebelumnya telah
dijelaskan, bahwa para ulama juga berbeda pendapat mengenai status pusat dan
lutut, apakah keduanya termasuk aurat atau bukan. Sebagian ulama berpendapat, bahwa pusat dan
lutut bukan termasuk aurat. Mereka
berargumentasi dengan hadits yang tercantum di dalam Sunan Abu Dawud, dan
Daruquthniya, bahwasanya Nabi saw bersabda;
وَإِذَا زَوَّجَ أَحَدُكُمْ خَادِمَهُ
عَبْدَهُ أَوْ أَجِيرَهُ فَلَا يَنْظُرْ إِلَى مَا دُونَ السُّرَّةِ وَفَوْقَ
الرُّكْبَةِ
“Jika
salah seorang diantara kalian menikahkan budak laki-lakinya, atau pembantu
laki-lakinya, janganlah melihat apa yang ada di bawah pusat dan di atas lutut.”[HR.
Abu Dawud dan Daruquthniy]
Sebagian yang lain berpendapat,
bahwa pusat tidak termasuk aurat, sedangkan lutut termasuk aurat. Mereka berdalil dengan hadits;
عَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ
اِلَى رُكْبَتِهِ
“Aurat
laki-laki adalah apa yang ada di bawah pusatnya, hingga lututnya”. Hadits ini dijadikan hujjah oleh al-Mahdiy di
dalam kitab al-Bahr.
Sebagian ulama lain berpendirian,
bahwa pusat termasuk aurat, sedangkan lutut tidak termasuk aurat. Sebagian yang lain berpendapat, pusat dan
lutut bukan termasuk aurat. Mereka
berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhari dari Abu
Darda’, bahwasanya ia berkata;
كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ آخِذًا بِطَرَفِ ثَوْبِهِ
حَتَّى أَبْدَى عَنْ رُكْبَتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَمَّا صَاحِبُكُمْ فَقَدْ غَامَرَ فَسَلَّمَ
“Saya
sedang duduk di samping Nabi saw, kemudian datanglah Abu Bakar dengan
menyingsingkan kainnya, hingga saya melihat kedua lututnya. Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya, shahabatmu
sedang marah.” Setelah itu, Abu Bakar
pun memberi salam.”[HR. Bukhari]
Nabi saw mendiamkan Abu Bakar yang
telah menyingkapkan lututnya. Ini menunjukkan,
bahwa lutut bukan termasuk aurat.
Pendapat yang terkuat adalah
pendapat jumhur para ‘ulama, yang menyatakan bahwa aurat laki-laki adalah
antara pusar dan lutut (maa baina al-sartah wa al-rukbah), dan keduanya
bukan termasuk aurat.
Kesimpulan
Syariat Islam telah mewajibkan
laki-laki dan wanita untuk menutup anggota tubuhnya yang termasuk aurat. Aurat laki-laki adalah antara pusat
dan lutut, sedangkan keduanya tidak termasuk aurat. Seseorang baru disebut
menutup aurat, jika warna kulit tubuhnya tidak lagi tampak dari luar. Dengan kata lain, penutup yang digunakan
untuk menutup aurat tidak boleh transparan hingga warna kulitnya masih tampak;
akan tetapi harus mampu menutup warna kulit.
[1] al-Mubadda', juz
1/359; Kasyf al-Qanaa', juz 1/263
[2]Imam al-Raaziy, Mukhtaar
al-Shihaah, hal. 461
[4]Faidl al-Qadiir, juz
1/541
[5] Imam Syarbiniy, Mughniy
al-Muhtaaj, juz 1/185
[6] Abu Ishaq, al-Mubadda',
juz 1/359
[7] Ibnu Mandzur, Lisaan
al-'Arab, juz 4/616
[8] Imam Syaukaniy, Fath
al-Qadiir, juz 4/51
[9] al-Syiraziy, al-Muhadzdzab,
juz 1/64
[10] al-Syaasyiy, Haliyat
al-'Ulama, juz 2/53
[11] al-Haitsamiy, Manhaj
al-Qawiim, juz 1/232
[12] Imam Syafi'iy, al-Umm,
juz 1/89
[13] al-Dimyathiy, I'aanat
al-Thaalibiin, juz 1/112
[14] Ibid, juz 1/113
[15] Imam Syarbiniy, al-Iqnaa',
juz 1/123
[16] Imam Syarbiniy, Mughniy
al-Muhtaaj, juz 1/185
[17]Abu Ishaq, al-Mubadda',
juz 1/360-363. Diskusi masalah ini
sangatlah panjang. Menurut Ibnu Hubairah
dan Imam Ahmad, dalam satu riwayat;
aurat wanita adalah seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak
tangannya. Sedangkan dalam riwayat lain Imam Ahmad menyatakan,
bahwa seluruh badan wanita adalah aurat.[Ibnu Hubairah, al-Ifshaah 'an
Ma'aaniy al-Shihaah, juz 1/86
[18] Ibnu Qudamah, Al-Mughniy,
juz 1/349
[19] Al-Muqdisiy, al-Furuu', juz 1/285
[20] Abu al-Hasan al-Malikiy, Kifayaat
al-Thaalib, juz 1/215
[21] Al-Dasuqiy, Hasyiyah al-Dasuqiy, juz 1/215
[22] Syarqaaniy, Syarah al-Zarqaaniy, juz
4/347
[23] Mohammad bin Yusuf, al-Taaj wa al-Ikliil, juz
1/498
[24] Abu al-Husain, al-Hidaayah
Syarh al-Bidaayah, juz 1/43
[25] al-Kaasaaniy, Badaai'
al-Shanaai', juz 5/123
[26] Imam Qurthubiy, Tafsir
al-Qurthubiy, juz 7/182. Di dalam
kitab Nail al-Authar, Imam Syaukani menyatakan; al-Hadiy , Muayyid bi al-Allah,
Abu Hanifah, dan 'Atha', dan Imam Syafi'iy berpendapat bahwa lutut tidak
termasuk aurat. Menurut Imam Syaukani,
Imam Syafi'iy juga berpendirian bahwa pusat termasuk aurat. [Imam Syaukani, Nail
al-Authar, juz 2/48]
[27] Abu al-Hasan
al-Malikiy, Kifayaat al-Thaalib, juz 1/215
[28]Imam Qurthubiy, Tafsir
al-Qurthubiy, juz 7/182, Imam Syaukaniy, Nail al-Authar, juz
2/hal.45. Di dalam kitab Nail
al-Uthar, Imam Syaukani menyatakan,
"Imam Nawawiy berkata, bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa
paha adalah aurat. Dalam sebuah
riwayat yang dituturkan oleh Imam Ahmad dan Malik dinyatakan, bahwa yang
termasuk aurat hanyalah kemaluan dan dubur saja." Pendapat semacam ini dipegang oleh Ahlu
Dzahir, Ibnu Jarir, al-Ishthakhariy.
Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar, yang tepat pendapat semacam ini berasal
dari Ibnu Jarir.
[29] Imam al-Syaukaniy, Nail
al-Authar, juz 2/45
[30] Ibid, hal. 45
(Disadur dari
Buku “Hukum Islam Seputar Busana dan Penampilan Wanita” Karya Ahmad Mohammad 'Abdurrahman al-Nawawiy)
Mau
ngaji di hizbut tahrir indonesia khususnya wilayah jawa barat ? hubungi
humas hizbut tahrir jawa barat : ust luthfi afandi , HP 087823986000
[www.bringislam.web.id]
Posting Komentar untuk "Batas Aurat laki-laki dan Perempuan Menurut Islam adalah"