Robohnya ‘Pagar’ Mewah Monas di Tangan Anies
Robohnya ‘Pagar’ Mewah Monas di Tangan Anies

Portal Bersama – Kawasan Monumen Nasional (Monas) mulai rutin menggelar berbagai acara keagamaan sejak Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta. Kebijakan ini disebut akan memicu sejumlah masalah, mulai dari potensi kerusakan fasilitas hingga kepentingan umum.
Misalnya, tablig akbar Majelis Rasulullah di Monas, Jakarta, Senin (8/10) malam. Ketika itu, ribuan orang hadir, di antaranya adalah sejumlah tokoh politik hadir, yakni Sandiaga Uno, Gatot Nurmantyo, hingga Imam Nahrowi, dan Anies sendiri.
Selain itu, acara ‘Doa untuk Keselamatan Bangsa’ yang diklaim dihadiri sekitar 200 ribu orang, Sabtu (29/9). Ketika itu, pemimpin FPI Rizieq Shihab berpidato dari jarak jauh.
Sesuatu hal yang kontras dengan yang terjadi saat Jakarta dipimpin oleh Basuki T Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.
Diperbolehkannya kawasan Monas untuk penyelenggaraan acara keagamaan tersebut tak bisa dilepaskan dengan janji Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Pilkada DKI 2017. Ia mengaku perijinan penggunaan Monas itu berlaku untuk semua agama.
“Lapangan [Monas] ini dari dulu lapangannya rakyat, tempat berkumpulnya rakyat, bukan lapangan yang terisolasi. Ini merupakan milik rakyat,” kata Anies, saat memberikan sambutan di acara Tausiyah Kebangsaan di Monas, Minggu (26/11/2017).
Upaya Anies menunaikan membuka kembali kawasan Monas untuk kegiatan keagamaan itu awalnya dilakukan Anies dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 186 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur No. 160 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Kawasan Monumen Nasional.
Dalam pasal 10 Pergub 186/2017 dijelaskan kawasan Monas dapat digunakan untuk acara yang bertujuan untuk kepentingan negara, pendidikan, sosial, budaya, dan agama.
Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni pasal 10 huruf b Pergub 160 tahun 2017 yang menyatakan, peruntukan Monas hanya untuk kepentingan negara, tanpa ada penyebutan peruntukan pada sektor pendidikan, sosial, budaya, dan agama.
Kendati demikian, dalam Pergub 186/2017 itu juga diatur soal tahapan perizinan untuk menyelenggarakan kegiatan di kawasan Monas. Salah satunya, jika kegiatan melibatkan massa dalam jumlah besar harus seizin Gubernur berdasar pada rekomendasi sebuah tim.
Tim tersebut merupakan gabungan antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, Sekretariat Negara, Polda Metro Jaya, Kodam Jaya, tokoh masyarakat, dan instansi terkait lainnya.
Sejak Anies menerbitkan Pergub, kawasan Monas dihiasi aneka kegiatan, mulai dari acara tausiyah, tablig akbar, perayaan Natal, hingga Perayaan Paskah.
Tak ketinggalan, beberapa aksi massa juga dilakukan di kawasan Monas, yakni Reuni Akbar Alumni 212 dan Aksi Bela Palestina.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai kebijakan Anies yang mengizinkan kawasan Monas digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan acara akan memicu sejumlah masalah. Pertama, kerusakan fasilitas publik.
“Yang jelas [kawasan Monas] akan kotor,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Minggu (14/10).
Agus melihat Pemprov DKI berpotensi mengeluarkan biaya lebih banyak sebagai akibat dari kebijakan tersebut. Sebab, ada potensi kerusakan fasilitas pascagelaran tertentu di kawasan Monas.
“Cost-nya mahal. Misalnya saja kalau tanaman rusak, siapa yang ganti?” ujar Agus.
Kedua, potensi membuat kehidupan beragama di Jakarta menjadi tidak kondusif. Akan lebih baik, kata Agus, kegiatan agama tetap dilakukan di pusat-pusat keagamaan, misalnya masjid, gereja, klenteng, dan sebagainya.
“Bukan di lapangan luas, karena itu pasti ada gesekan,” katanya.
Ketiga, lanjut Agus, potensi kerugian kepentingan warga Jakarta lainnya. Sebab, jika kegiatan yang digelar mengundang begitu banyak massa, maka kemacetan di sekitar kawasan Monas pun terjadi.
“Itu jadi bikin macet, kepentingan umum harus diutamakan,” cetusnya.
Senada, Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai kebijakan Anies tersebut tidak tepat. Ia berpendapat seharusnya kawasan Monas difungsikan saja sebagaimana mestinya.
“Saya kira itu kurang tepat, biarlah Monas berfungsi sebagai taman saja yang dimanfaatkan secara terbatas,” ujar Bestari.
Sebab, letak kawasan Monas yang berada dekat dengan Istana Negara. Hal itu seharusnya bisa dijadikan pertimbangan oleh Anies sebelum membuat kebijakan untuk memperbolehkan penyelenggaran kegiatan di kawasan itu.
Terkait dengan penyelenggaran kegiatan agama di kawasan Monas, Bestari berpendapat akan lebih baik jika kegiatan keagamaan dilakukan di tempat atau pusat keagamaan saja, misalnya saja di Masjid Istiqlal.
“Misalnya saja di Masjid Istiqlal, kan dekat juga dari situ, di sana juga bisa menampung banyak orang,” katanya.
Kendati demikian, Bestari mengakui pemanfataan kawasan Monas memang menjadi kewenangan Anies selaku Gubernur DKI Jakarta.
[portal-bersama.com / cnn]
Anda sedang membaca Robohnya ‘Pagar’ Mewah Monas di Tangan Anies
Lebih lengkap baca sumber http://bitly.com/2NG2X5K
Anda mungkin menyukai postingan ini :
- Penggeledahan Tak Perlu Izin Dewas KPK, Eks Jubir: Hormati Putusan MK
- Alasan Umar bin Khattab Menolak Ketika Dipersilakan Uskup Sophronius Shalat di Gereja
- Fahri Hamzah: Dulu KPK Tidak Punya Istilah Memperbaiki Diri Karena Terlalu Banyak Tepuk Tangan
- Usman Hamid: Tes Wawasan Kebangsaan Jangan Dijadikan Dalih Pecat Novel Dkk
Posting Komentar untuk "Robohnya ‘Pagar’ Mewah Monas di Tangan Anies"