Jagalah Jarak Wahai Muslimah (2). Mereka Bukan Suamimu!
Gelisah, rasanya ingin
menangis ditempat, eemh malunya aku kalau sampai itu terjadi. Akan ada banyak
pertanyaan mencecarku bila aku tak bisa menahan diri, dan aku tak mau diganggu.
Kecemburuan dan rasa marah yang menyelimutiku sedemikian dalam ku balas dengan
istighfar. Orang2 sudah berkumpul dalam suasana gembira. Aku tak mau merusak
suasana, tentu saja. Ummi menyuruhku mengantarkan makanan dan minuman lagi
karena persediaan di meja sudah agak kosong. Ku lirik 2 pasangan itu, ekspresi
mereka begitu bahagia menemani tamu2 yang masih keluarga dan kerabat dekat,
mereka memang sengaja datang karena diundang oleh keluarga Kang Diman dalam
acara syukuran adiknya membuka cabang bengkel yang baru.
Aaah pantaskah aku masih
menimpan gejolak rasa itu, ataukah ini hanya sekedar kekecewaanku semata
melihat istri Kang Diman yang terlihat “sempurna”, cantik dan disukai semua
orang? Entahlah, tapi saat ku lihat wajah Kang Diman, jantungku berdegup
kencang. Apa ini? Nostalgia perasaan atau melankolis yang tiba2 muncul karena
aku masih sendiri saja? Padahal ini bukan pertama kali aku bertemu lagi
dengannya. Meskipun aku tidak bisa hadir di pernikahannya dulu, tapi aku datang
ketika mereka mengadakan walimah di kampung kami. Aku dan Aninda, istri Kang
Diman langsung akrab waktu itu, sementara Kang Diman ku rasakan sangat menjaga
jarak dan menghindar dariku.
Tergagap saat ku dengar
namaku dipanggil. Aninda istri Kang Diman ternyata, dia melambaikan tangannya
memintaku mendekat.
Aninda : “Duduk Ri, kamu dari
tadi bolak balik dapur, lelah kan, sini temani kami.”
Aku : “Gpp
ko Mbak, kan tugasku mank membantu hehe. Mbak tugasnya temani para tamu”
Aninda : “Ya ga gitu juga, kemarilah. Ri, ada banyak
ikhwan yang belum menikah lho, teman2nya Kang Diman. Kan kata kamu, kamu belum
punya calon. Gimana, mau kami perkenalkan ya yang kira2 bisa sejalan sama kamu?”
Kang Diman beranjak pergi
saat aku mendekat, dia menghampiri pamannya yang sedang duduk agak jauh dari
kami. Aku menghela nafas, agak tersinggung. Aku mencoba bersikap biasa,
khawatir Aninda curiga.
Aku : “Iya
boleh banget Mbak. Pokonya aku manut wae. Aku percaya banget Mbak dan Kang Diman
bisa memilihkan buat aku hehe…”
Aninda : “Alhamdulillaah.. Sip kalo begitu. Tunggu
kabarnya dari kami ya Ri.”
Aninda memelukku erat,
uuuuwh bagaimana tidak Kang Diman tidak jatuh cinta padanya, aku saja kalau mau
jujur, sangat nyaman berdekatan dengannya. Dia cantik dan menarik. Untaian pujian
lainnya yang mungkin tak kan habis. Meski lagi2, aku memendam cemburu dan iri pada
Aninda. Ku halau karena aku tahu, Aninda tidak pantas menerimanya. Tapi perasaanini membunuhku…
~Pertengahan
Mei 2012~
#Aninda : “Assalamu’alaikum.
Ri, pa kbr? Smoga km dan keluarga slalu dlm lindungan Allah Ta’ala. Aamiin.
Gini lho, tentang ikhwan2 temannya kang Diman yang pernah aku bilang,
alhamdulillaah ada ikhwan, beliau satu kerjaan sama Kang Diman, siap menikah. Kang
Diman sudah menawarkan dirimu dan dia menerima. Namanya Kang Abdullah, usia diatas
dirimu 2 tahun. Sekarang kamu sholat istikhoroh terlebih dahulu, agar ga salah
langkah.”
#Aku : “Wa’alaikumussalam.
Alhamdulillaah baik Mbak. Aamiin. Iya Mbak, aku bakal ikuti saran Mbak. Aku
istikhoroh dulu, aku minta waktu, mungkin sekitar 2 minggu sampai 1 bulan ini bisa memberikan
jawabannya. Gimana Mbak, terlalu lama ga ya? hehe..”
#Aninda : “Insya Allah
ikhwannya ga keberatan, Ri. Beliau dewasa dan matang, bukan orang yang
terburu2, apalagi ini menyangkut pernikahannya sendiri. Nanti Kang Diman kasih
tau sama orangnya ya.”
~Akhir
Mei 2012~
Aku beranikan diri
meneleponnya, aku siap menerima resiko,
apapun itu. Dengan mengucap basmalah, aku menguatkan diri.
Kang Diman : “Assalamu’alaikum…”
Aku
: “Wa’alikumussalam Kang afwan ganggu, ini Riri.”
Terdiam tak ada jawaban. Aaah
Kang tidakkah engkau tahu, aku ingin reaksimu yang dulu begitu hangat dan ceria
saat menerima telepon dariku,
Aku : “Afwan Kang, aku cuma mau memastikan suatu hal, kalo ini sudah aku
ungkapkan dan aku tau jawabannya, aku akan tenang, please….”
Kang Diman : “Silahkan
ungkapkan saja Ri”
Suaranya melunak, aku
sangat senang.
Aku
: “Terimakasih sebelumnya atas tawaran ngenalin aku dengan Kang
Abdullah. Tapi ada sesuatu yang mengganjal, Kang… Maafkan aku.. Selama ini ternyata
perasaanku sama Akang ga pernah berubah. Aku sungguh2 tersiksa, jadi ku
beranikan diri untuk tanya hal ini sama Akang.. Kang maukah Akang menikahi aku?
Agar aku terhindar dari perasaan yang tidak sepantasnya aku pendam terus
menerus, insya Allah dalam ikatan yang halal, hidupku akan sangat tenang… Maaf
ya Kang…”
Terdengar helaan nafas.
Aku tunggu. 10 detik berlalu. Menanti jawabannya seperti naik rollercoaster menunggu
turun sangat kencang.
Aku
: “Kang…..”
Kang Diman : “Inilah salah satu yang aku khawatirkan. Aku
sendiri sebenarnya merasa sangat bersalah padamu, Ri. Dan sangat menyesal. Tapi
apa mau dikata, semua sudah terjadi. Aku tidak menyalahkan dirimu dengan masih
menyimpan rasa suka, sudah sejak lama kan aku berusaha menjaga jarak denganmu
karena aku tidak ingin ada celah sedikitpun kita akrab kembali, kita sama2
paham kan Ri, hal itu melanggar hukum Syara’. Jadi sudahlah, kita kubur dalam2
semuanya, aku tidak mau memberimu harapan yang pada kenyataannya aku belum
mampu. Bagaimana dengan istikhorohmu?”
Denyut nadiku seakan
berhenti. Kalau aku tak salah menangkap maksudnya, Kang Diman mungkin juga
menyukaiku selama ini. Aku bersyukur dalam hati. Perasaan sangat bahagia ini
begitu indah.
Aku
: “Tidak mau memberiku harapan karena belum mampu? Jadi maksudnya Akang
juga punya rasa suka sama aku tapi belum mampu untuk menikah kembali. Begitukah
Kang?”
Kang Diman : “Sudahlah Ri, tidak penting aku suka atau
tidak punya rasa untukmu. Yang terpenting sekarang realitas. Ada ikhwan yang
siap menikahimu. Lumayan mapan. Sangat dewasa dan matang. Bagaimana
istikhorohmu?”
Aku
: “Kang tolonglah mengerti, aku menyukaimu… Aku memendam cinta yang
tulus untukmu. Kalau memang Akang belum mampu menikahiku, aku akan bersabar. Aku
juga tidak akan macam2 dalam penantianku ini, aku tidak akan mengganggu
rumahtangga Akang dan Mbak Aninda.”
Telepon terputus, atau
diputuskan? Aku telepon kembali tapi tidak aktif. Habis batre? Aku kembali
berkhayal, kata2 Kang Diman terngiang2.
Bersambung, insya Allah.
Silahkan dibaca bagian pertama : http://bringbackislam.blogspot.com/2012/10/jagalah-jarak-wahai-muslimah-mereka.html
sinetron abis ya teh? ~,~
BalasHapusmungkin sedikit diselipkan penjelasan mengapa halal dan mengapa haramnya. supaya pembaca 'awam' pun menangkap ibrah, nggak sekedar cerita hehe