Metode Yang Keliru Dari ‘IJTIHAD’ Yang Tidak Benar

Metode Yang Keliru Dari ‘IJTIHAD’ Yang Tidak Benar




MUKADIMAH

Meninjau dari sejumlah metode yang keliru dalam menempuh metode penerapan Syariah Islam secara kaffah oleh sebagian kaum muslimin di dunia telah mengakibatkan kesalahan sangat fatal. Metode-metode ini lahir dari hasil ijtihad yang tidak benar.

Berikut ini metode keliru yang dipaparkan adalah tadarruj, untuk mengetahui sejauh mana metode ini berakibat fatal karena menyimpang dari metode penerapan Syariah Islam yang benar. Tanpa disadari metode ini telah menjauhkan sebagian kaum muslimin dari pemahaman yang shohih tentang penerapan Syariah Islam secara kaffah yang tidak mengenal kompromi dan bertahap. Adalah suatu keharaman dalam mengambil hukum kufur sebagai jalan untuk mempermudah dalam meraih kekuasaan. Allah SWT. Berfirman : “Maka demi Tuhanmu, mereka itu (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan suatu keberatan di hati mereka atas keputusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh hati. (TQS. an-Nisa’ [4]:65).

Sebagai perbandingan, akan diuraikan sedikit tentang metode yang shahih berdasarkan dalil yang qath’i sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw.

TADARRUJ (GRADUALISME ATAU BERTAHAP)

Yang dimaksudkan dengan tadarruj ialah cara yang ditempuh untuk sampai kepada pelaksanaan hukum syara' yang dikehendaki dengan cara bertahap atau tidak dengan sekaligus. Hal ini bermakna bahwa dalam langkah bertahap ini, seorang muslim melaksanakan hukum syara' di satu sisi, dan dalam saat yang sama dia juga melaksanakan hukum kufur pada sisi yang lain, dengan alasan bahwa langkah ini akhirnya akan sampai kepada pelaksanaan yang sebenarnya. Ada yang berkaitan dengan masalah aqidah, seperti ungkapan: "Sosialis itu dari Islam" atau "Demokrasi bagian dari Islam". Ada pula yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum syara' seperti membiarkan seorang muslimah berpakaian setengah menutup aurat (mewajibkan memakai khimer/kerudung tapi pada waktu yang bersamaan tidak mewajibkan memakai jilbab (baju panjang) dengan alasan bahwa suatu masa nanti dia akan menutup aurat secara sempurna. Juga yang berkaitan dengan sistem seperti ikut sertanya sekelompok kaum muslimin dalam pemerintahan yang ada dimana tidak berlandaskan Islam, karena berpikir ini hanyalah ushlub sebagai sarana atau taktik meraih kekuasaan agar proses diterapkannya hukum Islam dapat lebih mudah terlaksana. Mereka berdalih dengan mengatakan “sedikit lebih baik daripada tidak samasekali.” Tentu saja proses yang dilakukan adalah dengan masuk ke dalam lingkaran sistem, yang berdasarkan hukum buatan manusia, untuk mengarah secara bertahap—menurut pemahaman mereka—kepada penerapan Syariah Islam yang akhirnya kelak bisa diterapkan secara kaffah.

Fikrah tadarruj diadopsi oleh hampir seluruh negeri-negeri muslim di dunia dan diaplikasikan ke dalam thariqah, untuk mencapai titik tolak dari tujuannya. Karena bersikukuh dengan hasil ijtihad yang keliru membuat sebagian kaum muslimin menempuh metode yang justru mengakibatkan ketidak berhasilan dalam membangkitkan umat Islam. Bentuk ‘perjuangan’ dengan cara terlibat di dalam sistem kufur ini telah menghantarkan sebagian kaum muslimin ini terseret dan terjebak dalam lingkaran sistem yang ada dan berujung pada kesia-siaan tanpa solusi yang mampu menuntaskan setiap akar masalah yang muncul.


ALASAN/ARGUMENTASI “MEMBOLEHKAN” TADARRUJ

Sebagian kalangan berpendapat bahwa Syariah Islam tidak mungkin diterapkan kecuali secara bertahap (tadarruj), hal ini berimplikasi pada langkah perjuangan yang mereka tempuh untuk merubah masyarakat dengan memperjuangkan penerapan Islam secara evolutif dengan melibatkan diri dalam sistem kufur yang ada. Untuk menjustifikasi pandangan tadarruj sejumlah argumentasi dikemukakan untuk menguatkan perspektif ini. Bahwa al-Qur’an diturunkan secara bertahap dan al-Qur’an turun sesuai dengan masalah yang saat itu muncul. Al Quran diturunkan Allah SWT. dengan berangsur-angsur, tidak dengan sekaligus dan ini menunjukkan bahwa penerapan Islam berlaku secara bertahap. Argumentasi lain adalah sebuah kaidah syara’ yang berbunyi ‘Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya jangan ditinggalkan seluruhnya’. Berdasarkan kaidah ini muncul anggapan bahwa Islam yang sebagian itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

Lalu argumentasi tentang pengharaman riba yang menurut mereka pada awalnya riba diperbolehkan sebagaimana Firman Allah SWT. : "Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah" (QS. Ar-Rum:39). Lalu turun larangan memakan riba yang berlipat-ganda: "Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda.." (QS. Al-Imran:130). Lalu turun larangan memakan riba yang sedikit: "..dan tinggalkan sisa riba_" (QS. Al-Baqarah:278). Kemudian turun pengharamannya secara samar melalui celaan: "Dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya_" (QS. An-Nisa:161). Setelah itu baru turun pengharamannya secara jelas dalam firmanNya: "_Allah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba_" (QS. Al-Baqarah:275)

Pengharaman alkohol dalam 3 tahap juga menjadi alas an lainnya. Pada mulanya hukum khamar adalah mubah (boleh): "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: pada keduanya terdapat kemudharatan yang besar dan beberapa manafaat bagi manusia_" (QS al-Baqarah:219). Kemudian kebolehan khamar ini dipersempitkan untuk waktu tertentu: "_Janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk_" (QS. An-Nisa':43). Akhirnya baru turun pengharaman khamar: "Hai orang-orang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung" (QS. Al-Maaidah:90). Argumen-argumen ini dibangun tidak berdasarkan argumen yang syar’i karena bertentangan dengan dalil-dalil yang qath’i.


MENGAPA ARGUMENTASI TADARRUJ BERTENTANGAN DENGAN DALIL QATH’I?


Awalnya al-Qur’an memang diturunkan secara bertahap, sesuai dengan permasalahan, pertanyaan, perdebatan dan situasi politik yang terjadi pada saat itu. Setiap kali muncul masalah yang membutuhkan hukum, turun ayat al-Qur’an sebagai jawabannya dan setelah hukumnya jelas seketika itu juga hukum itu diterapkan tanpa ditunda sesaatpun! Tidak ada kecenderungan sedikitpun untuk menerapkan setiap hukum syara’ secara bertahap. Rasulullah Saw. tidak pernah mengabaikan hukum Allah SWT. dan menunda pelaksanaannya, karena hal itu berarti sama saja dengan menuduh Beliau Saw. berhukum selain dengan yang diturunkan Allah SWT.


Bahwasanya Allah SWT. menurunkan hukum sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Maka yang mula-mula turun ialah tentang iman, syurga, neraka. halal dan haram. Argumen ini tidak boleh dijadikan alasan untuk mengambil Islam sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain karena kaum muslimin hanya dituntut terhadap sesuatu yang sudah turun. Jadi setiap kali turun ayat, kaum muslimin harus memenuhi tuntutan ayat tersebut sebagaimana di detailkan dalam ayat tadi atau yang di Sunnahkan Rasulullah Saw. Tidak dibenarkan kaum muslimin, untuk tetap beramal sebagaimana sebelumnya dengan alasan bahwa mereka dalam rangka memenuhi tuntutan ayat yang baru turun. Shahabat-shahabat radhiallahu 'anhum tidak pernah berbuat demikian, apabila turun satu ayat atau perintah, posisi mereka ialah "sami'na wa atha'na" (kami mendengar dan kami taat).


Dalam masalah riba, ayat pertama tidak ada kaitannya dengan riba yang diharamkan. Ibnu Katsir menafsirkan "wa maa aataitum min riba_" sebagai "man a'tha 'athiyyah" (barangsiapa yang memberikan suatu pemberian/hadiah). Jadi topiknya ayat ini adalah tentang hibah dan hadiah, bukan tentang riba. Adapun ayat kedua yang berkenaan dengan riba berlipat-ganda, ia menjelaskan tentang riba yang ada pada masa jahiliyah, tidak ada sesuatu yang menunjukkan taqyid (terikat) pengharaman riba. Para mufassirin (orang yang mentafsirkan) mengatakan, surat Al-Baqarah:275 yang di dalamnya terdapat ayat tentang keharaman riba ialah surat pertama yang turun di Madinah. Sedangkan ayat dalam Surat Al Imran:130 yang terdapat didalamnya larangan memakan riba yang berlipat-ganda, turun sesudahnya. Dari sini jelas ketidakbenaran argumen yang mengatakan Allah mula-mula membolehkan riba dan hanya melarang riba yang berlipat-ganda, kemudian baru mengharamkannya. Ayat yang ketiga dalam Surat Al Baqarah:278, tidak menunjukkan bahwa mula-mula Allah membolehkan riba yang sedikit kemudian melarangnya. Ayat ini turun kepada segolongan orang yang masuk Islam, mereka mempunyai harta riba pada orang lain, yang mana sebahagian telah mereka terima sedangkan sebahagian masih ada pada orang tersebut. Allah SWT. mengampuni apa yang telah mereka terima dan mengharamkan mereka mengambil apa yang masih tersisa. Ini juga dikuatkan dengan Firman-Nya: "_jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu.." Adapun ayat yang keempat, riba yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah harta haram yang diperolehi dari risywah (rasuah/suap), sebagaimana yang dimakan oleh orang Yahudi (QS An Nisa':161). Dengan demikian jelaslah bahwa riba adalah haram sejak turun hukumnya, dan tidak terdapat indikasi yang menunjukkan pengharaman riba berlaku secara berperingkat. Nash-nash yang ada adalah untuk peristiwa khusus dan tersendiri.


Sedangkan khamar adalah sesuatu yang tidak ada hukumnya (maskutun 'anhu) sebelum turunnya pengharamannya. Artinya, khamar ialah sesuatu yang didiamkan oleh syara', meskipun kaum muslimin ketika itu masih mengerjakannya (meminum, menjual dsbnya.) sehingga turunlah ayat yang ketiga berkenaan dengannya. Ini dikuatkan oleh hadits Umar r.a yang diriwayatkan oleh Ahmad, Tarmidzi, Nasa'ie, dan Abu Daud. Beliau Saw. Bersabda: "Ya Allah jelaskanlah untuk kami dengan penjelasan yang pasti tentang khamar karena ia menghilangkan harta dan akal". Ayat pertama, Allah mencela khamar karena banyak mudharatnya, sedangkan ayat kedua melarang shalat dalam keadaan mabuk, dan pengharamannya hanya berlaku pada ayat ketiga. Yang demikian ini tidak dapat dianggap tadarruj. Kita juga tidak pernah mendengar seseorang menghalalkan khamar dalam peringkat untuk mengharamkannya setelah turun ayat Al-Maaidah:90, baik pada zaman Rasulullah Saw., sahabat, tabi'in maupun seterusnya.


FIKRAH TADARRUJ BUKAN DARI ISLAM


Dari penjelasan diatas dapat dipastikan pendapat taddaruj jelas keliru. Penyimpangan dari fikrah ini semakin mengaburkan tujuan dalam meraih kembali kemuliaan kaum muslimin yaitu menerapkan Syariah secara kaffah dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Fikrah ini jelas bertentangan dengan fikrah murni yang dicontohkan Rasulullah Saw.


Jikalau tadarruj adalah jalan yang ditunjukkan Islam, pasti Rasulullah menerima tawaran dari kaum Quraiysh supaya setelah mendapat kekuasaan, Beliau Saw. dapat mengubah pemahaman mereka dan membatalkan permintaan mereka. Namun sebaliknya Allah SWT. memberi peringatan keras kepada Rasul-Nya: "Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang Kami wahyukan kepadamu (Islam), agar kamu mengada-adakan sesuatu yang lain terhadap Kami; dan jika (kamu berbuat) demikian, tentulah mereka mengambilmu menjadi teman setia. Dan kalau kami tidak menetapkan (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami" (QS Al Israa':73-75)


Begitu pula dalam menyampaikan da'wah, Rasulullah tidak pernah membatasi da'wah hanya pada golongan tertentu sampai sempurna kemudian baru beralih ketahapan yang berikutnya. Beliau Saw. menyampaikan da'wah baik kepada keluarga maupun masyarakat; orang awam maupun penguasa dan orang-orang berpengaruh di Makkah ketika itu. Apabila da'wah Beliau Saw. tidak diterima oleh kafir Quraiysh, Rasulullah Saw. justru menawarkan Islam kepada qabilah-qabilah Arab lainnya yang mendatangi Ka’bah setiap tahun, dan Beliau Saw. mencari nusrah hingga ke Taif. Maka tidak benar pula argumen yang mengatakan 'kita harus memulai dengan keluarga kita dulu, kemudian kampung kita, kemudian negeri kita'. Karena jika demikian, pastilah Rasulullah hanya menfokuskan da'wahnya di Makkah serta mengambil apa-apa kesempatan yang ditawarkan kepadanya dan Beliau Saw. tidak pernah akan berhijrah ke Madinah! Sedangkan kita mengetahui bahwa apa yang dikerjakan Rasulullah itu tidak lain hanyalah wahyu.


Penerapan sebuah sistem sudah pasti membutuhkan adanya institusi pelaksana, apapun bentuk sistem tersebut. Jadi, adanya Daulah Islam sebagai institusi pelaksana dari penerapan Syariah Islam merupakan suatu keharusan, disamping wujud Daulah itu sendiri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Syariah Islam. Oleh karena itu, merupakan impian kosong bagi mereka yang ingin menerapkan Syariah Islam, tetapi tidak berjuang untuk menegakkan Daulah Islam atau mereka yang beranggapan Syariah Islam dapat diterapkan melalui sistem kufur dengan bentuk pemerintahan diluar sistem Islam.


METODE YANG SHAHIH DALAM MENERAPKAN SYARIAH ISLAM


Yang terjadi saat ini adalah hampir seluruh kema’rufan hilang ditengah-tengah masyarakat akibat tidak diterapkannnya Syariah Islam. Yang wajib dilakukan oleh kaum muslimin adalah dengan melakukan metode taghyir (perubahan). Metode taghyir yang ditempuh adalah dengan melakukan perubahan dengan mengarahkan kepada penyadaran individu masyarakat tentang kesalahan dan rendahnya pemikiran, perasaan, dan peraturan (sistem) yang ada pada mereka kemudian digantikan dengan pemikiran mendalam dan cemerlang, perasaan dan aturan yang hanya bersumber dari Islam saja. Aspek inilah yang menentukan terjadinya taghyir pada masyarakat yang menghantarkan mereka meraih kebangkitan hakiki. Dengan demikian masyarakat Islam dapat terwujud apabila individu-individu masyarakat tersebut meyakini ideologi (mabda’) Islam sebagai Qiyadah Fikriyah (kepemimpinan berpikir) dan menerapkannya secara praktis dalam kehidupan. Jadi merubah masyarakat yang tidak khas menjadi masyarakat Islam haruslah dengan perubahan radikal (mendasar).


Mengenai metode untuk merubah masyarakat dalam Islam, dalilnya adalah perbuatan Rasulullah saw. PERTAMA adalah tahap pembentukan kepribadian yang khas dengan pembinaan dan pengajaran (tasqif). KEDUA, adalah tahap interaksi dan perjuangan politik dan KETIGA, adalah tahap menegakkan Daulah dan penerapan hukum. Tiga tahapan ini berlaku untuk da’wah Islam dalam menciptakan masyarakat Islam yang maju. Metode ini adalah metode yang syar’iyyah (thariqah syar’iyyah) dalam memulai kehidupan Islam, dan tidak boleh ditinggalkan. Maka seorang pengemban da’wah yang ingin merubah masyarakat berdasarkan asas Islam wajib memahami hal ini dengan baik. Untuk melaksanakan metode taghyir tersebut harus dibentuk sebuah partai (kutlah), sebagaimana firman Allah dalam surat ‘Ali Imran: 104. Partai inilah yang akan melakukan berbagai langkah perjuangan untuk mewujudkan perubahan masyarakat sesuai tahapan. Allah SWT. Berfirman : “Hendaklah ada segolongan umat diantara kalian yang menyerukan kebajikan (Islam), menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali ‘Imran : 104).


Karena itu partai tersebut harus memiliki sesuatu yang dapat mengikat mereka dan mempunyai kekhususan dalam hal menyerukan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, serta menyeru pada al-khoyr yaitu Islam secara keseluruhan. Partai yang mampu memperjuangkan Islam yaitu partai politik yang harus memiliki struktur yang jelas dan tegas agar dapat benar-benar tampil, serta memiliki pemahaman tentang apa saja yang ma’ruf dan apa saja yang mungkar, memiliki pemahaman dalam seluruh aspek kehidupan, misalnya sistem pemerintahan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, pendidikan, dan aturan-aturan yang telah Islam turunkan. Partai politik itu harus memiliki kesatuan pemahaman, agar dapat bekerja secara kolektif. Hal ini sesuai dengan kaidah syara’ “Jika suatu kewajiban tidak bisa sempurna tanpa sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib”. Selain itu partai membutuhkan seorang amir. Rasulullah Saw. Bersabda : “ Apabila ada tiga orang di antara kalian (dalam perjalanan), maka pilihlah salah satu menjadi amir.”


Akar dari segala kemungkaran yang terjadi saat ini adalah kekufuran berikut sistem kufurnya, sementara pangkal dari segala kema’rufan dan menghidupkan Diinul Islam secara kaffah adalah Daulah Khilafah Islamiyah (Negara Khilafah Islam). karena itu, partai politik itu harus berjuang menegakkan Daulah Khilafah dan mengemban da’wah Islam ke seluruh penjuru dunia.


KHATIMAH


Secara tegas telah ditetapkan, penerapan dengan metode tadarruj dalam kekuasaan atau berbagi kekuasaan, berikut segala bentuknya, adalah dilarang. Allah SWT. Berfirman : “Siapa saja yang tidak memutuskan berdasarkan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS. al-Maidah[5]:44).


Jelaslah bahwa fikrah tadarruj ini bukan fikrah Islam. tetapi merupakan virus yang sengaja disuntikkan ke dalam Islam, sebagai efek dari kelemahan yang diderita oleh kaum muslimin sendiri. Fikrah ini dimunculkan dari fikrah Barat yang selalu mencari jalan tengah (moderate) supaya tidak dianggap radikal, ekstrimis atau fanatik. Kemudian baru dicari-cari dalil untuk menguatkannya dengan sedikit penakwilan dan mengaburkan tafsir dari dalil. Menyeru kepada fikrah ini berarti menyeru kepada selain Islam, dan barangsiapa yang menjadikan fikrah ini sebagai thariqahnya dalam menerapkan hukum Islam, mereka sebenarnya telah keluar dari fikrah yang ditunjukkan oleh al-Quran dan as-Sunnah. Pelegalisasian fikrah tadarruj yang merebak di sebagian benak kaum muslimin ini telah menghambat pergerakan da’wah yang sungguh-sungguh mengajak umat Islam untuk benar-benar menegakan Diinul Islam dengan fikrah dan thariqah yang murni seperti dicontohkan Rasulullah Saw.


Tugas dan kewajiban kaum muslimin yang telah memahami fikrah dan thariqah yang shahih untuk mengajak dan mengembalikan kaum muslimin berjuang menda’wahkan Syariah Islam wajib diterapkan secara kaffah dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah dengan metode yang dicontohkan Rasulullah Saw. hingga cahaya Islam akan menerangi seluruh umat dan kaum muslimin meraih kembali kemuliaannya. Aamiin Ya Robbal ‘alaamiin.
Wallahua’lam bishshawab.


SUMBER :

1. MILIS KELUARGA MUSLIM HANNOVER (KMH)/Malaysia

2. BAGAIMANA Membangun Kembali NEGARA KHILAFAH (SYABAB HT Inggris)

3. PERUBAHAN MASYARAKAT DAN PROSES PENERAPAN SYARIAT ISLAM (Ust. Ir. M AnwarIman)

4. Artikel Muhammad Nuha ‘Aqil Al-Qary





alya_asma@yahoo.co.id

1 komentar untuk "Metode Yang Keliru Dari ‘IJTIHAD’ Yang Tidak Benar"

  1. Kita menghendaki kebangkitan yang tidak terbatas pada ibadah dan perbuatan mandub saja. Akan tetapi, kita menghendaki kebangkitan atas hukum-hukum Islam keseluruhan baik dalam pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, hubungan luar negeri, tsaqafah dan pendidikan, politik dalam negeri dan luar negeri dan dalam seluruh urusan umat, baik secara individu, kelompok maupun negara.

    BalasHapus