Bahaya Di Balik Pidato Boediono

Pernyataan Wakil Presiden Boediono yang meminta agar “pengurus masjid membawa Islam sebagai agama yang toleran, mengajarkan jalan terbaik adalah jalan tengah” sekilas tampak baik padahal pernyataan itu mengandung racun yang membahayakan akidah umat dan bermuatan pesanan asing penjajah. Benarkah? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan Media Umat Joko Prasetyo Harits Abu Ulya. Berikut petikannya.


Boediono meminta pengurus masjid membawa agama yang toleran dan mengajarkan jalan tengah, komentar Anda?

Ia mempropagandakan  kedangkalan pemahaman agama Islamnya kepada orang lain. Jadi bahasa dia secara tidak langsung menistakan  sebagian umat Islam  atau ada sebagian aspek dari Islam yang dipandang mengajarkan intoleransi. Sehingga perlu ajaran Islam yang moderat, dan itu yang dianggap bisa menjamin lahirnya toleransi dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Jangan lupa toleransi dalam Islam itu ada tempatnya dan harus diletakkan dalam konteks yang semestinya. Dalam wilayah prinsip (akidah) tidak ada toleransi, namun dalam perkara cabang, Islam sejak awal sudah memberi ruang  keberagaman.

Tapi  yang  mengusung Islam “jalan tengah” itu memegang  konotasi yang kebablasan; masuk wilayah prinsip, baik terkait relasi Muslim-non Muslim atau antar internal  Muslim.

Boediono pun meminta pengaturan pengeras suara untuk adzan di masjid, komentar anda?

Apanya yang mau diatur? Itu ngawur, apa bedanya  dengan Barat dan Zionis Israel yang ngatur dan membatasi adzan? Masih banyak problem keumatan yang lebih krusial untuk dipecahkan.

Kemiskinan, ketidakadilan, premanisme yang  menghilangkan rasa aman masyarakat, kedzaliman imperialisme  global yang berdampak terpuruknya ekonomi dunia Islam, demikian juga sektor budaya jadi hancur; permisif, hedonis materialistis.

Lihat, persoalan aliran sesat Ahamdiyah yang tidak kunjung ada peta penyelesaian dari pemerintah, dan itu justru berpotensi menimbulkan konflik sosial dan rawan dalam aspek keamanan.

Kasus terakhir penyerangan masyarakat terhadap masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya adalah sebagai salah satu dampaknya.  Bukankah pemerintah sendiri sudah membuat Peraturan Bersama Menag dan Mendagri Nomor 8 dan 9 tahun 2006 yang memberikan kewenangan kepada Pemda dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,  wabil khusus terkait dengan pemeliharan kerukunan umat beragama?

Jadi pernyataan Wapres terkait adzan?

Sangat aneh dan usulan yang  mencerminkan  seorang Muslim bermasalah dari sisi akidah dan mafhum terhadap syariahnya. Ini penyakit  rendah diri seorang Muslim karena faktor kerusakan paradigma dan sikap membebeknya kepada pemikiran Barat.

Pernyataan Boediono di atas  menunjukkan Islamphobia?

Awalnya bukan phobi tapi awamnya seseorang tentang agamanya, kemudian  yang masuk di benaknya parameter-paremeter liberal sekuler maka jadilah artikulasi sikapnya seperti phobi. Atau karena faktor kemaslahatan pribadi takut tereduksi kemudian agamanya dikorbankan, jadilah seseorang menimbang ajaran-ajaran agamanya dengan  parameter  di luar Islam.


Mengapa Boediono bisa demikian?

Ya model Boediono yang lain juga banyak stoknya di Indonesia. Generasi produk  sistem sekuler yang menjadikan agama (Islam) menjadi “racun” bagi kehidupan seseorang. Kalau melihat akar sejarah pendidikan dan orientasi pemikiran bisa dipahami kenapa orang macam Boediono terjangkiti penyakit alergi terhadap Islam (Islamophobia).

Ia telah terbukti punya pandangan neoliberal dalam bidang ekonomi, dan sekarang orang melihat di luar masalah ekonomi ia juga punya komitmen liberal.

Sejatinya yang disebut “radikalisme” oleh Boediono itu orang-orang yang selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasan atau  orang-orang yang ingin syariah Islam tegak secara kaffah? 

Saya melihat Boediono dan konseptor  pidatonya adalah dua-duanya; meminjam pemetaan orang  BNPT ada  kelompok radikal dengan kekerasan dan radikal pemikiran. Dan syariah Islam yang diperjuangkan menjadi parameter pokok dan kategorisasi bagi entitas yang bisa dicap radikal atau tidak.


Jadi “jalan tengah yang dimaksud Boediono itu “moderat” ala Barat bukan “ummatan washatan” ala Alquran

Maksud dia adalah moderat versi orang-orang kafir Barat, dan tidak ada kaitanya dengan ummatan washatan. Orang moderat itu yang dianggap toleransinya tinggi, sebaliknya orang radikal itu intoleran.

Dan meminjam propaganda dari Setara Institute bahwa ciri-cirinya orang radikal itu; tidak mau bertetangga dengan beda agama, tidak setuju menikah beda agama, tidak setuju anggota keluarga pindah agama, menolak orang tidak beragama, tidak menerima rumah ibadah agama lain di lingkungannya, menolak ada agama lain di luar 6 agama resmi, anti Ahmadiyah, ingin menerapkan syariah Islam, setuju hukum rajam, setuju khilafah, menolak demokrasi .

Jadi potongan ayat Alquran itu diselewengkan maknanya dan dibuat  bias konotasi karena sarat dengan kepentingan politik. Ummatan washat satu frase yang ada dalam surat al Baqarah ayat 143, dan merujuk  penjelasan para ulama mufasirin dalam tafsir yang mu’tabarnya akan kita temukan pengertian yang berbeda.
Misalkan Imam Ar Razi  dalam tafsirnya menjelaskan; pengertian  washatan itu al adl (adil) berdasarkan  dalil ayat, khabar dan makna etimologisnya. Lihat surat al Qolam 28 dan hadits Rasul SAW yang diriwayatkan oleh al Qafal dari Ats Stauri dari Sa’id al Khudri dari Rasul SAW; “Sebaik-baik urusan adalah pertengahannya” artinya yang paling adil.

Jadi adil itu?

Berpegang  teguh dengan hukum Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya, gak ada kaitannya dengan toleransi dan moderatisme versi Boediono. Apa yang disampaikan Boediono adalah contoh propaganda penyimpangan dan penyesatan umat dengan kalimat yang haq tapi yang diinginkan adalah kebatilan (kalimatul haq iradza bihal baathil).


Penyataan “radikalisme”, “terorisme” dan “jalan tengah” yang dilontarkan Boediono itu sejalan dengan perang global melawan teroris (GWOT) ala Amerika?

Betul,  ini diranah perang opini dan pemikiran. Sebuah propaganda, bahkan mengarah kepada upaya konstruksi regulasi-regulasi baru yang mengakomodasi kepentingan imperilisme  global dan ini adalah  salah satu strategi soft power dari proyek GWOT untuk  membuat  musuh bersama di tengah umat Islam, oleh umat Islam,  sendiri dengan arahan negara imperialis Amerika.

Jangan lupa, orang kafir Barat melawan Islam dengan menggunakan sumber daya manusia dari umat Islam sendiri. Mendidik generasi yang bisa dibeli akidahnya dan kemudian  ditanam di tengah-tengah umat untuk “menari”  dan bertarung mengikuti  alunan gendang  orang-orang kafir Barat. Ini semacam proyek adu domba untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin di dunia Islam.


Boediono anteknya Amerika?

Ia adalah orang-orang terbaratkan dan secara tidak sadar menjadi kacung kepentingan Barat. Lihatlah ketika ia menjadi gubernur BI, menjadi Bappenas dan  Menkeu, seorang Boediono adalah neoliberal, menjadi kenyataan empiris yang tidak bisa ditolak.

Karena kebijakan produk  dari gagasan dan pikiranya mengindikasikan ia adalah orang yang mengabdi untuk kepentingan asing, bukan untuk rakyat Indonesia. Lantas mau disebut apa jenis orang yang wala‘nya lebih condong kepada imperialisme Amerika dibanding  kepada rakyat dan umat Islam mayoritas penghuni negeri Indonesia? [HTIPress/al-khilafah.org]

Posting Komentar untuk "Bahaya Di Balik Pidato Boediono"