Potret dan Nasib Dua Golongan Manusia
Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Sesungguhnya Allah
memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang yang
kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya
binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka. Dan betapa
banyaknya negeri-negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari (penduduk)
negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakan
mereka; maka tidak ada seorang penolong pun bagi mereka (TQS Muhammad [47]: 12-13).
Dalam pandangan Allah SWT, manusia terbelah
menjadi dua golongan besar, yakni: Mukmin dan kafir. Keduanya memiliki
sifat yang kontradiktif. Balasan untuk mereka pun bertolak belakang.
Orang Mukmin diberikan balasan surga, sedangkan orang kafir dimasukkan
ke dalam neraka. Bahkan, tidak jarang pula yang sudah ditimpa azab
semasa di dunia. Ayat-ayat ini adalah di antara yang menjelaskan perkara
ini.
Perbedaan Antara Mukmin dan Kafir
Allah SWT berfirman: Innal-Lâh yudkhilu al-ladzîna âmanû wa amilû al-shâlihât jannât (sesungguhnya
Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh
ke dalam surga). Dalam ayat sebelumnya terdapat perintah untuk
memperhatikan kesudahan orang-orang terdahulu. Orang-orang yang kafir
ditimpa azab Allah yang membinasakan. Tidak ada yang menjadi pelindung
atas mereka. Nasib mereka tentu berbeda halnya dengan orang Mukmin.
Allah SWT menjadi pelindung mereka. Realitas inilah yang seharusnya
diperhatikan untuk dijadikan sebagai pelajaran bagi siapa pun yang
berjalan di muka bumi.
Ayat ini memberikan penjelasan lebih lanjut tentang dua kelompok
manusia itu. Ditegaskan ayat ini bahwa orang-oran beriman dan beramal
shalih itu akan dimasukkan ke dalam surga. Sebagaimana diberitakan dalam
banyak ayat, surga itu pun: Tajrî min tahtihâ al-anhâr (yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai). Inilah balasan yang akan diterima
orang Mukmin di akhirat kelak. Menurut al-Syaukani, kalimat ini
merupakan penjelasan tentang wilâyatul-Lâh (perlindungan Allah) terhadap kaum Mukmin.
Setelah itu diterangkan tentang gambaran kehidupan dan perilaku kaum kafir selama di dunia. Allah SWT berfirman: Wal-ladzîna kafarû yatamatta’ûna (dan
orang-orang yang kafir itu bersenang-senang [di dunia]). Selama di
dunia, mereka menghabiskan hidupnya hanya untuk bersenang-senang.
Artinya, mereka benar-benar mengambil semua kenikmatan dan kesenangan
duniawi.
Juga: Wa ya`kulûna kamâ ta’kulu al-an’âm (dan mereka makan
seperti makannya binatang-binatang). Perilaku yang digambarkan ayat ini
kebalikan dari perilaku kaum Mukmin. Jika orang Mukmin mereka
mengerjakan amal shalih, yang berarti seluruh tindakannya berpatokan
dengan syara’, orang-orang kafir justri sebaliknya. Mereka sama sekali
tidak mengindahkan itu. Tidak ada batasan halal atau haram yang mengikat
perbuatan mereka. Asal menyenangkan mereka, semuanya boleh. Perilaku
ini persis seperti halnya binatang ternak. Bahkan mereka bisa lebih
sesat sebagaiamana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti firman Allah
SWT: Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (TQS al-Furqan [25]: 44). Dinyatakan al-Qurthubi, mereka tidak memiliki himmah (cita-cita, orientasi) kecuali perut dan kemaluan mereka. Mereka lalai terhadap hari esok mereka.
Fakhruddin al-Razi juga menjelaskan beberapa aspek keserupaan antara orang kafir dan binatang ternak dalam soal makanan. Pertama,
yang amat diinginkan dan dipentingkan binatang adalah makan. Tidak ada
yang lain. Demikian pula dengan orang kafir. Ini berbeda dengan orang
Mukmin yang menjadikan makan untuk mengerjakan dan memperkuat amal
shalih mereka. Kedua, binatang tidak meminta petunjuk kepada
al-Khaliq tentang makanan yang dimakan. Orang kafir juga begitu. Ketiga,
binatang diberi makanan yang banyak supaya bisa gemuk. Binatang
tersebut pun lalai terhadap urusan lain; dan tidak tahu bahwa ketika
menjadi gemuk berarti semakin dekat dengan penyembelihan dan kebinasaan.
Pun demikian dengan orang kafir. Ini relevan dengan kelanjutan ayat
ini: wa al-nâr matswâ[n] lahum (dan neraka adalah tempat tinggal mereka).
Inilah kesudahan nasib orang kafir. Neraka yang dipenuhi dengan aneka
siksa yang amat dahsyat dan mengerikan merupakan tempat tinggal mereka
di akhirat. Mereka menanggung kerugian yang amat besar. Kenikmatan amat
sedikit dan sebentar yang mereka rasakan harus ditukar dengan siksa
neraka.
Azab bagi Kaum Kafir di Dunia
Dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman: Wak kaayyin min qaryat[in] asyaddu quwwah min qaryatika al-latî akhrajatka (dan
betapa banyaknya negeri-negeri yang [penduduknya] lebih kuat dari
[penduduk] negerimu [Muhammad] yang telah mengusirmu itu). Khithâb atau seruan ayat ini ditujukan kepada Rasulullah SAW. Sehingga qaryataka yang
dimaksudkan adalah Makkah. Kaum kafir di negeri itulah yang telah
mengusir Rasulullah SAW dari kota tersebut. Ketika Rasulullah SAW keluar
dari Makkah untuk hijrah ke Madinah, beliau menoleh ke Makkah seraya
bersabda: Engkau adalah negeri Allah yang paling dicintai Allah.
Engkau juga negeri Allah yang paling aku cintai. Seandainya orang-orang
musyrik itu tidak mengusirku, niscaya aku tidak keluar darimu.
Dengan demikian, penduduk negeri yang memliki kekuatan melebihi
mereka adalah penduduk negeri selain penduduk Makkah. Dalam ayat lain
diberitakan beberapa kaum yang memiliki kekuatan yang besar, seperti
kaum ‘Ad, Tsamud, Fir’aun, dan lain-lain. Semua kaum yang lebih kuat
dari penduduk Makkah itu pun binasa ditimpa oleh azab-Nya. Allah SWT
berfirman: Ahlaknâhum (Kami telah membinasakan mereka). Kaum
‘Ad, misalnya, mereka ditimpa azab berupa serbuan angin yang sangat
dingin dan kencang selama tujuh malam dan delapan hari. Akhirnya mereka
jatuh bergelimpangan dan tidak ada seorang pun di antara merek ayang
tersisa (lihat QS al-Haqqah [69]: 6-8).
Kemudian ditegaskan pula: Falâ nâshira lahum (maka tidak ada seorang penolong pun bagi mereka). Dijelaskan al-Thabari, ada dua penafsiran tentang frasa ini. Pertama, sekalipun ada penolong yang diangkat itu berlepas diri. Maka mereka tidak memiliki penolong. Kedua, sekarang mereka tidak memiliki penolong yang menolong mereka dari azab Allah.
Ibnu Katsir menyatakan bahwa ini merupakan ancaman yang amat keras
dan tegas bagi penduduk Makkah yang mendustakan Rasulullah SAW, sayyid al-mursalîn dan
penutup para nabi. Jika Allah SWT telah menghancurkan umat-umat
terdahulu yang mendustakan para rasul, sementara umat itu lebih kuat
dari mereka, maka apa yang terbayang oleh mereka dengan hukuman Allah
SWT atas mereka di dunia dan akhirat? Apabila sebagian besar mereka
tidak dijatuhi hukuman di dunia, itu lantaran berkah adanya Rasulullah
SAW, nabiyy al-rahmah (nabi yang enuh kasih sayang). Maka siksa atas mereka pun dilipatgandakan sebagaimana ditegaskan Allah SWT QS Hud [11]: 20.
Demikianlah potret sifat dan kesudahan dua golongan manusia.
Orang-orang Mukmin yang hidupnya dipenuhi dengan amal shalih, senantiasa
berpedoman kepada syariah dalam perbuatannya, diberikan balasan surga
yang penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, orang-orang kafir yang
menghabiskan hidupnya hanya untuk bersenang-senang, mengejar kesenangan
duniawi, dan hanya berorientasi pada materi, diganjar dengan siksa
neraka yang amat dahsyat. Bahkan sebagian di antara mereka ada yang
telah ditimpa azab di dunia. Betapa meruginya mereka.
Sungguh aneh jika kaum Muslim yang telah mendapatkan petunjuk-Nya itu
tertarik dengan pola hidup mereka. Mereka memang bisa merasakan
kenikmatan duniawi itu. Namun kenikmatan dan kesenangan itu amat kecil, matâ’[un] qalîl (kenikmatan yang sedikit). Namun itu harus dibayar siksa neraka yang amat dahsyat. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.
- Manusia terbagi menjadi dua: Mukmin dan kafir.
- Perilaku orang Mukmin terikat dengan syariah, sementara perilaku orang kafir seperti binatang, bahkan lebih sesat
- Balasan bagi orang Mukmin adalah surga, sedangkan bagi oran kafir adalah neraka. Bahkan ada sebagian di antara mereka yang telah merasakan azab-Nya di dunia.
Posting Komentar untuk "Potret dan Nasib Dua Golongan Manusia"