"Bangkitnya Generasi Kristen Ekstrem"
Oleh : Adian Husaini
BEBERAPA hari lalu, saya mendapatkan sebuah buku berjudul “Bangkitnya Generasi Ekstrem: Generasi Baru Pemegang Tongkat Komando Misi Allah di Garis Depan” (Yogyakarta:
Penerbit Andi,2012), karya Carl Anderson. Di bagian sambul
belakangnya, tertulis kata-kata mencolok: “PENGGILAN UNTUK TINDAKAN
EKSTREM”, dilanjutkan dengan untaian kata:
“Allah rindu mencurahkan kemuliaan-Nya ke atas generasi yang
sedang bangkit. Buku Bangkitnya Generasi Ekstrem menjabarkan
faktor-faktor yang telah membentuk kita semua supaya diposisikan dengan
tepat sebagai bagian dari barisan tentara pada akhir zaman yang
ditetapkan untuk menjungkirbalikkan dunia bagi Injil. Buku ini akan
menginspirasi Anda untuk memiliki hubungan lebih dalam dan akrab dengan
Allah, dan memberikan petunjuk praktis kepada Anda untuk dilatih dan
diutus sebagai bagian dari garda tentara yang baru, berdisiplin, dan
bergairah.”
“Generasi ekstrem” yang diidamankan kaum Kristen ini disebut juga
sebagai “Generasi Yosua”. Mengapa disebut Generasi Yosua? “Alasan kami
memakai istilah “Generasi Yosua” adalah Yosua, pemimpin yang kuat dan
dilatih oleh Musa, bangkit dan memimpin para pejuang muda lainnya untuk
merebut Tanah Kanaan yang telah Allah janjikan pada generasi
sebelumnya.” (hal. 5).
“Anda adalah Generasi Yosua. Allah telah menetapkan Anda untuk
menjadi orang besar. Ada peranan yang harus Anda mainkan dalam drama
terakhir yang akan ditampilkan di dunia dan gereja. Sekarang adalah saat
krusial dalam Roh. Segera, mungkin dalam beberapa tahun berikutnya,
beberapa hamba Tuhan, pria, dan wanita, yang dipakai Tuhan pada masa
lalu, akan meninggalkan dunia ini, dan masuk dalam kemuliaan Allah, dan
ketika hal itu terjadi, mereka akan menyerahkan tongkat estafet kepada
Anda dan saya. Para pria dan wanita, para pemimpin dan anggota generasi
sebelumnya akan meninggal atau menjadi martir.” (hal. 190).
“Generasi Ekstrem” Kristen yang sedang dibangkitkan ini mengambil
sosok Yosua sebagai idola mereka. Dalam Bibel, sosok Yosua digambarkan
sebagai pemimpin yang sangat keras dan kejam saat melakukan penaklukan.
Ketika menaklukkan Yerikho, pasukan Yosua membantai seluruh penduduk
kota itu, termasuk binatang-binatangnya: “Mereka menumpas dengan
mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik laki-laki maupun
perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, domba dan
keledai.” (Yosua, 6:21. Teks Bibel versi Lembaga Alkitab Indonesia, 2007).
Begitu juga yang dilakukan oleh Yosua dan pasukan Israel saat
menaklukkan Kota Ai. Semua penduduk kota itu dibantai. Digambarkan dalam
Bibel:
“Segera sesudah orang Isarel selesai membunuh seluruh penduduk
kota Ai di padang terbuka ke mana orang Isarel mengejar mereka, dan
orang-orang ini semuanya tewas oleh mata pedang sampai orang yang
penghabisan, maka seluruh Israel kembali ke Ai dan memukul kota itu
dengan mata pedang. Jumlah semua orang yang tewas pada hari itu, baik
laki-laki maupun perempuan, ada dua belas ribu orang, semuanya orang Ai.
Dan Yosua tidak menarik tangannya yang mengacungkan lembing itu,
sebelum seluruh penduduk kota Ai ditumpasnya. Hanya ternak dan
barang-barang kota itu dijarah oleh orang Israel, sesuai dengan firman
TUHAN, yang diperintahkan-Nya kepada Yosua. Yosua membakar Ai dan
membuatnya menjadi timbunan puing untuk selama-lamanya, menjadi tempat
yang tandus sampai sekarang. Dan raja Ai digantungnya pada sebuah
tiang sampai petang. Ketika matahari terbenam, Yosua memerintahkan orang
menurunkan mayat itu dari tiang, lalu dilemparkan di depan pintu
gerbang kota, kemudian didirikan oranglah di atasnya timbunan batu yang
besar, yang masih ada sampai sekarang.” (Yosua, 8:24-29, Teks Bibel versi Lembaga Alkitab Indonesia, 2007).
Bagi kaum Muslim, keberanian kaum Kristen Indonesia untuk
mendeklarasikan pembentukan generasi radikal dan ekstrim — di
tengah-tengah maraknya program deradikalisasi terhada kaum Muslim
Indonesia – adalah sesuatu yang menarik untuk diambil hikmahnya. Buku Bangkitnya Generasi Ekstrem
ini menggambarkan, bahwa di kalangan kaum Kristen evangelis, semangat
untuk mengkristenkan Indonesia masih terus terpelihara. Tahun 2007,
penerbit Kristen yang sama juga menerbitkan buku berjudul “How to Share Gospel, Kiat Menginjil dengan Sukses”, karya Prof. Dr. Ir. Bambang Yudho, M.Sc., M.A., Ph.D.
Profesor Kristen ini menyesalkan kurang aktifnya misi penginjilan di
Indonesia selama ini, sehingga jumlah kaum Kristen masih di bawah 16%.
Dinyatakan dalam buku ini:
“Tampaknya semangat penginjilan yang dimiliki gereja mula-mula sudah
luntur saat ini. Banyak gereja dan jemaatnya hanya menikmati anugerah
keselamatan tanpa melakukan apa pun terhadap Amanat Agung Tuhan Yesus,
yang merupakan esensi dari geraja yang sebenarnya. Indonesia, yang
kekristenan masuk lebih dahulu dibandingkan Islam, menghadapi kenyataan
yang tidak semestinya. Saat ini jumlah pemeluk agama Kristen hanya di
bawah 16%. Ini adalah bukti kurang aktifnya misi penginjilan di
Indonesia.” (hal. 23).
Dalam keyakinan kaum Kristen model ini, menjalankan misi Kristen
adalah kewajiban yang terpenting dalam kehidupan mereka. Menurut mereka,
sebagaimana ditulis dalam buku ini: “Kebutuhan manusia yang utama
adalah keselamatan kekal setelah kehidupannya di dunia berakhir.
Kehidupan manusia di dunia akan sia-sia apabila pada akhirnya mereka
binasa karena tidak menerima Kristus sebagai juru selamat. Keselamatan
itu pasti hanya dalam pribadi Yesus, seperti yang ditunjukkan Alkitab.”
(hal. 30).
Kaum Kristen percaya, bahwa “Semua manusia di dunia sudah berdosa dan
terputus dari Allah, serta akan masuk ke dalam kebinasaan kekal. Injil
keselamatan merupakan berita baik bagi mereka dan merupakan harapan
satu-satunya agar dapat terhindar dari kebinasaan tersebut.” (hal. 76).
Di mata kaum misionaris Kristen ini, Indonesia merupakan tempat yang
sangat ideal untuk mencari pengikut-pengikut Kristen. Pendeta dari
Gereja Bethany ini menyerukan:
“Di seluruh dunia, kita dapat dengan mudah menemukan manusia (jiwa).
Indonesia dengan penduduk lebih dari dua ratus juta merupakan tempat
yang sangat ideal untuk menemukan manusia untuk dijala. Mata seorang
penginjil harus selalu terbuka melihat manusia yang memerlukan
keselamatan dan harus dengan segera menyampaikan kabar baik tersebut
kepada mereka…” (hal. 49).
Seruan agar kaum Kristen hidup secara radikal dalam mengkikuti Yesus,
misalnya, juga disuarakan oleh tokoh Katolik B.S. Mardiatmadja SJ.,
melalui bukunya, Beriman Dengan Radikal (Yogyakarta: Kanisius, 1986). Diserukan dalam buku ini:
“Keradikalan Yesus harus dibayar dengan hidup-Nya. Yesus radikal
dalam tuntutan-tuntutan-Nya. Bagi-Nya, pengikut Mesias harus menjadi
garam, dan kalau garam kehilangan kemampuannya meng-asin-kan ya tak
berguna: dibuang saja (Mat 5:13). Keterlibatan Kristen harus menjadi
cahaya yang menerangi dunia (Mat 5:17-20). Kalau kita memilih Yesus
Kristus: itu harus secara radikal di tempat pertama, di atas orang tua,
anak dan hidup sendiri (Mat 10:37-39). Setiap hal dan setiap nilai harus
dikorbankan bila tak selaras dengan keradikalan pilihan di atas (Mat
18:8), seperti orang yang menjual segala miliknya untuk dapat memiliki
mutiara berharga atau harta terpendam (Mat 13:44-46). “ (hal. 84-85).
Respon balik
Begitulah, kalangan Ktisten terus menyerukan agar umat mereka
melakukan program kehidupan Kristen dan misi penginjilan secara radikal
dan ekstrim. Mereka begitu ambisius untuk mengkristenkan Indonesia.
Bagi kaum Muslim, gerakan misi Kristen jelas dilihat sebagai usaha yang
sangat destruktif dalam merusak keimanan kaum Muslim. Tokoh Islam dan
Pahlawan Nasional, Mohammad Natsir, pernah menyampaikan seruan kepada
kaum Kristen:
“Hanya satu saja permintaan kami: Isyhaduu bi anna muslimuun.
Saksikanlah dan akuilah bahwa kami ini adalah Muslimin. Yakni
orang-orang yang sudah memeluk agama Islam. Orang-orang yang sudah
mempunyai identitas-identitas Islam. Jangan identitas kami
saudara-saudara ganggu, jangan kita ganggu-mengganggu dalam soal agama
ini. Agar agama-agama jangan jadi pokok sengketa yang sesungguhnya tidak
semestinya begitu. Marilah saling hormat menghormati identitas kita
masing-masing, agar kita tetap bertempat dan bersahabat baik dalam
lingkungan “Iyalullah” keluarga Tuhan yang satu itu.
Kami ummat Islam tidak apriori menganggap musuh terhadap
orang-orang yang bukan Islam. Tetapi tegas pula Allah SWT melarang kami
bersahabat dengan orang-orang yang menganggu agama kami, agama Islam.
Malah kami akan dianggap zalim bila berbuat demikian (almumtahinah).
Dengan
sepenuh hati kami harapkan supaya saudara-saudara tidaklah hendaknya
mempunyai hasrat sebagaimana idam-idaman sementara golongan orang-orang
Nashara yang disinyalir dalam Al Quran yang tidak senang sudah, bila
belum dapat mengkristenkan orang-orang yang sedang beragama Islam.
Mudah-mudahan jangan demikian, sebab kalau demikian maka akan putuslah
tali persahabatan, akan putus pula tali suka dan duka yang sudah
terjalin antara kita semua.
Jangan-jangan nanti jalan kita akan bersimpang dua dengan segala
akibat yang menyedihkan. Baiklah kita berpahit-pahit, kadang-kadang
antara saudara dengan saudara ada baiknya kita berbicara dengan
berpahit-pahit, yakni yang demikian tidaklah dapat kami lihatkan saja
sambil berpangku tangan.
Sebab, kalaulah ada sesuatu harta yang kami cintai dari
segala-galanya itu ialah agama dan keimanan kami. Itulah yang hendak
kami wariskan kepada anak cucu dan keturunan kami. Jangan tuan-tuan coba
pula memotong tali warisan ini.” (Seperti dikutip oleh Prof. Umar Hubeis dalam mukaddimah buku Dialog Islam dan Kristen, yang ditulis oleh Bey Arifin, 1983:28-29).
Bukan hanya kaum Muslim yang memberikan respon keras terhadap gerakan
misi Kristen yang berambisi mengkristenkan Indonesia. Kaum Hindu di
Indonesia pun menyatakan keresahannya atas gerakan misi Kristen yang
agresif. Majalah Media Hindu edisi Juni 2012, menurunkan sebuah artikel berjudul “Program Misi Kristen adalah Pelanggaran”, tulisan K. Donder. Berikut ini kita kutip catatan K. Donder dalam artikelnya tersebut:
“Jika Yesus masih hidup, pasti menangis melihat program misi Kristen
dewasa ini, yang dilaksanakan dengan cara-cara rentenir… Selama tiga
setengah tahun saya berdoa di dalam gereja, sebagai berikut:
“Wahai Yesus, kalau Engkau memamg benar-benar Tuhan yang
berperasaan, tolong jangan sampai Engkau memanggilku untuk menjadi
umat-Mu. Sebab, saya tidak cocok dengan cara atau jalan Kristen ini.
Jika Engkau (Yesus) tetap memaksa saya untuk mengikuti jalan-Mu, maka
saya akan akan menjadi musuh-Mu selamanya, baik di dunia ini maupun di
akhirat nanti. Tetapi, jika Engkau membiarkan iman Hinduku tetap teguh,
maka saya akan menghargai-Mu sebagai Tuhan Yang Penuh Kasih dan
Toleran”…
Saya percaya bahwa Yesus datang bukan untuk orang non-Kristen ddan
bukan juga untuk mengkonversi orang-orang non-Kristen. Karena itu,
aktivitas mengkonversi yang dilakukan oleh perseoragan maupun oleh
Lembaga Kristen, merupakan bentuk kejahatan prostitusi teologis dan
barter teologis yang mesti diperingatkan atau kalau perlu
diperangi. Upaya misi konversi yang terus digalakkan oleh oknum atau
lembaga Kristen, bukanlah aktivitas ketuhanan tetapi bisnis dari
orang-orang Kristen dan lembaga-lembaga Kristen yang telah menjadikan
agama Kristen sebagai lembaga rentenir, tengkulak, pasar, supermarket,
perusahaan, Yayasan Konversi, Perusahaan Jasa Konversi.
Para intelektual Hindu, baik intelektual akademis ataupun intelektual
non-akademis, terlebih para intelektual Parisada, sudah selayaknya
berani dan mampu menyusun strategi untuk menanggulangi adanya epidemic
misi konversi…
Orang Hindu harus memahami bahwa di pundak orang-orang Kristen,
setiap orang Kristen, ada beban untuk mengkonversi umat non-Kristen
untuk masuk agama Kristen. Setiap orang Kristen, telah dibekali dengan
senjata Trisula Misi…”. (hal. 73).
****
Sebagai Muslim, kita patut mengambil hikmah dari fakta ini. Betapa
hebatnya semangat kaum Kristen dalam membentuk generasi radikal dan
ekstrim sebagai pasukan Yesus untuk mengkristenkan Indonesia. Uniknya,
gerakan Kristen ini dilakukan pada saat gencarnya program deradikalisasi
terhadap kaum Muslim Indonesia. Akan tetapi, tidak terekspose di media
massa, ada program “deradikalisasi” Kristen secara besar-besaran, baik
oleh pemerintah maupun oleh tokoh-tokoh Gereja.
Semoga semua kaum Muslim Indonesia – apapun paham keagamaan, posisi
sosial-politik, dan kelompoknya – memahami realitas yang ada di depan
mata mereka, sehingga mereka bisa belajar dari sejarah, saat mereka
begitu mudah ditaklukkan penjajah dengan cara sederhana: “jadikan muslim-muslim itu sebagai domba-domba aduan”!
Lihatlah kini, sebagian Muslim bangga dipuja-puji dan didanai,
sebagian lain diburu dan dicaci-maki tanpa daya dan media untuk bela
diri! Wallahu a’lam bil-shawab. (Depok, 29 Oktober 2012).
hidayatullah/UT/BringBackIslam
Posting Komentar untuk ""Bangkitnya Generasi Kristen Ekstrem""