Mencari Toleransi Yang Hilang
Oleh : Andri Saputra, Humas Hizbut Tahrir Indonesia Kotawaringin Barat, Kalteng
Menutup tahun 2012, umat Islam dinegeri ini kembali menjadi
pesakitan. Seperti yang dilansir oleh sejumlah lembaga survei dan LSM
HAM, umat Islam sebagai kelompok mayoritas dituding tidak toleran
terhadap hak hak beragama nonmuslim dan nilai nilai kebebasan.
Kalau kita bandingkan dengan realitas yang ada, tudingan ini jelas
ngawur dan sengaja dipaksakan untuk menyudutkan umat Islam. Faktanya,
Data Kementerian Agama tahun 2004 hingga 2007 menyebutkan pendirian
gereja Katolik tumbuh 153 persen, gereja Protestan naik 131 persen,
Vihara 368 persen dan pura Hindu bertambah 475,25 persen. Sementara
masjid hanya meningkat 64 persen. Sehingga, sangat tidak masuk akal
rumah ibadah nonmuslim bisa tumbuh sangat pesat bahkan melampaui
pertumbuhan masjid jika umat Islam tidak toleran.
Adapun menyangkut GKI Yasmin, hal ini bukanlah persoalan toleran atau
tidak. Bukan itu. Yang dipersoalkan warga adalah mekanisme pendirian
rumah ibadah yang tidak mengikuti prosedur dan diwarnai dengan penipuan
tanda tangan warga. Namun, karena blow up media yang tidak berimbang
sehingga menimbulkan informasi publik yang keliru dan menuding umat
Islam tidak toleran. Terbukti, gereja geraja yang dibangun sejak zaman
penjajahan belanda yang tersebar di berbagai kota di Indonesia tetap
aman dan berdiri kokoh termasuk juga di Kalteng. Itu belum termasuk
rumah ibadah yang dibangun belakangan dengan jumlah yang lebih banyak.
Sementara itu, kalau yang menjadi dalih adalah kasus Ahmadiyah, maka
sesuatu yang wajar jika umat Islam menolak akidah dan syariah yang
bertentangan dengan ajaran Islam namun menggunakan bungkus Islam seperti
dalam ajaran Ahmadiyah. Sah sah pula ketika umat Islam
menentang muslimah yang murtad dan menikah dengan nonmuslim karena hal
tersebut haram dalam pandangan Islam.
Begitu pun sikap umat Islam yang anti terhadap homoseksual dan
lesbianisme karena bertentangan dengan kebenaran Islam. Penulis
percaya, pandangan yang sama juga berlaku bagi penganut nonmuslim yang
tidak rela jika ada pihak pihak tertentu mengobok obok ajaran agamanya.
Termasuk juga tidak setuju jika ada anggota keluarga yang pindah agama
atau menikah dengan pasangan yang berbeda agama. Dan secara nalar sehat,
mana ada sih agama yang setuju perkawinan sejenis serta membolehkan
lesbianisme/homoseksualitas.
Islam adalah agama yang menjunjung toleransi terhadap nonmuslim.
Tidak sekedar klaim karena sudah terbukti sejak belasan abad hingga
kini. Hal ini dapat berjalan dengan baik karena Islam sudah memberikan
pedoman toleransi yang begitu luhur dan terwujud dalam
prinsip lakumdinikum waliyadin (untukmu agamamu, untukku agamaku). Islam
mengajarkan umat nya untuk menghargai dan memberi kebebasan terhadap
hak hak beragama nonmuslim. Tapi, bukan membenarkan ajaran agama diluar
Islam. Dengan kata lain, Islam mengaku pluralitas yakni pembenaran bahwa
di muka bumi ini hidup berbagai macam keyakinan. Namun, Islam secara
tegas menolak ide pluralisme yakni sebuah paham yang menganggap semua
agama sama. Hal ini bukanlah egoisme kelompok karena prinsip yang sama
juga berlaku pada agama agama di luar Islam.
Untuk itu, Islam memberikan rambu rambu toleransi dalam membangun
hubungan yang harmonis dengan nonmuslim yakni tidak boleh
sampai melanggar atau menodai ajaran Islam itu sendiri. Sehingga,
tidak bisa misalnya karena dalih toleransi, umat Islam memaksakan
diri berpatisipasi dalam perayaan hari besar agama di luar Islam karena
hal tersebut menodai dan merusak akidah. Inilah toleransi yang
semestinya. Toleransi yang dibangun atas dasar kejujuran dan keyakinan
terhadap kebenaran agama Islam dengan tetap memberikan kebebasan
beribadah kepada penganut agama yang berbeda. Sehingga, bukanlah sikap
intoleran ketika umat Islam tidak menghadiri perayaan hari besar agama
lain dan sebaliknya.
Pada sisi lain, nonmuslim pun tidak perlu merasa tidak nyaman ketika
ada tetangga atau rekan kerja yang tidak turut merayakan atau
mengucapkan selamat ketika merayakan hari besar agamanya. Namun,
toleransi yang luhur ini seolah hilang karena dituding radikal dan tidak
sejalan dengan prinsip kerukunan beragama. Toleransi semacam ini
dianggap sesuatu yang buruk dan memecah belah persatuan. Sebagai
gantinya, pemerintah mempopulerkan toleransi simbolik formalistik yang
penuh kepalsuan. Lihat saja, para pemimpin dan pejabat di negeri ini
ramai ramai merayakan dan turut berpatisipasi dalam setiap perayaan hari
besar agama.
Begitu juga, ucapan selamat baik langsung maupun tidak langsung
menjadi tontonan rakyat dengan harapan menjadi contoh dan teladan bagi
masyarakat. Padahal, toleransi model begini tak lebih sekedar topeng dan
seruan kosong tanpa makna. Wajar kalau kemudian semangat toleransi
yang kencang disuarakan tak mampu mencegah laju konflik antar sesama.
Pemicunya beragam mulai dari isu SARA, ekonomi hingga problem sosial
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Lantas, sampai kapan kita
terus hidup dalam kepalsuan ? Wallahualam Biasshowab.
Assalamu alaikum
BalasHapusMaaf teman-teman kalau saya sedikit mengganggu dengan diskusi yang rada nggak nyambung, tapi saya prihatin dengan fenomena Islamofobia, yaitu fenomena membenci Islam dan penggiringan opini menjelek-jelekkan Islam yang saat ini marak baik di media-media luar negeri maupun media dalam negeri.
Dari yang saya amati, di negara-negara barat sana sepertinya para pelaku Islamofobia adalah golongan puritan konservatif (sayap kanan / right wing) yang sangat keras dan taat menjalankan ajaran mereka (religious right), contohnya Pat Robertson, Ann Coulter, dan Terry Jones di Amerika, serta Anders Behring Breivik di Eropa. Demikian juga front EDL (English Defence League) di Inggris yang sikapnya tergambar melalui simbol EDL yang mereka gunakan.
Pada suatu forum, ada suatu pembahasan tentang golongan orang-orang pelaku Islamofobia tersebut, dan mereka memang sangat keras dan taat dalam membela Israel (padahal mereka bukan Yahudi).
http://www.kaskus.co.id/show_post/50f4d53d8027cf567d000000/2/tentang-para-pembenci-islam---islamofobis---islamofobia
Saat saya membaca-baca diskusi-diskusi tersebut, ternyata ajaran Islamofobia (membenci Islam) ini pun telah mulai marak di Indonesia, yang mana contoh-contoh sikap Islamofobia tersebut ditunjukan melalui screenshots pada pembahasan di atas tersebut.
Tapi ada juga suatu pembahasan yang cukup mencengangkan, yaitu tokoh-tokoh sayap kanan pembenci Islam di Indonesia tersebut sepertinya sering mengaku-ngaku sebagai golongan pembela toleransi dan keberagaman. Padahal sikap mereka yang membela Israel tersebut bukanlah ciri-ciri toleransi dan keberagaman, melainkan ciri khas golongan konservatif sayap kanan yang sangat keras bersikap.
http://www.kaskus.co.id/show_post/50a4a401572acf230200008a/2/orang-indonesia-yang-membela-israel-adalah-pengkhianat-bangsa
Jika di Amerika dan di barat sana, golongan pembenci Islam seperti Pat Robertson bersikap terus terang mengenai ajaran konservatif sayap kanan (religious right) yang mereka anut, di Indonesia ini sepertinya kaum puritan tersebut bersembunyi di balik topeng-topeng toleransi dan keberagaman.
Saya penasaran:
1. Apakah penyebab fenomena ketidakterusterangan ini? Mengapa para kaum religious right pembela Israel di Indonesia tidak berterus terang mengenai paham yang mereka anut?
2. Secara umum, mengapa kaum puritan konservatif ini sangatlah membenci Islam?
Adakah diantara teman-teman yang bersedia membahasnya? Terimakasih. Wassalam.