Zina Dan Riba Mengundang Azab
Jika
zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka
telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
l-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘alâ Shahîhayn menyatakan
bahwa hadis ini ia terima berturut-turut dari ‘Abd ash-Shamad bin Ali
al-Bazaz, Ya’qub bin Yusuf al-Qazwaini, Muhammad bin Said bin Sabiq dan
Amru bin Abi Qays; dari Simak bin Harb, dari Ikrimah, dari Ibn Abbas,
dari Rasulullah saw.
Al-Hakim berkata, “Hadis ini sahih sanadnya meski al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.”
Al-Baihaqi mengeluarkan hadis tersebut di dalam Syu’ab al-îmân dari
Abu Abdillah al-Hafizh, yang meriwayatkannya dari Abu Bakar Muhammad
bin Ishaq al-Faqih dan dari Abd ash-Shamad bin Ali al-Bazaz di Baghdad. Keduanya (Abu Bakar dan
Abd ash-Shamad) meriwayatkannya dari Ya’qub bin Yusuf al-Qazwayni, dari
Muhammad bin Said bin Sabiq, dari Amru bin Abi Qays, dari Simak, dari
Ikrimah, dari Ibn Abbas. Hanya saja lafal ‘adzâba Allâh diganti dengan kitâb Allâh.
Adapun ath-Thabarani mengeluarkannya dalam Mu’jam al-Kabîr dari
al-Husain bin al-Abbas ar-Razi, dari Ali bin Hasyim bin Marzuq, dari
ayahnya, dari Amru bin Abi Qays, dari Simak bin Harb, dari Said bin
Jubair, dari Ibn Abbas. Al-Haitsami di dalam Majma’ az-Zawâ’id 1 mengomentari
riwayat ath-Thabarani ini, “Di dalamnya terdapat Hasyim bin Marzuq dan
saya tidak mendapati seorang pun yang memaparkan biografinya, sementara
para perawi lainnya tsiqah.”
Hanya saja, Aburrahman bin Abi Hatim mengatakan di dalam Jarh wa at-Ta’dîl2 biografi
no. 442, “Hasyim bin Marzuq meriwayatkan dari Amru bin Abi Qays.
Anaknya, yaitu Ali bin Hasyim, meriwayatkan darinya. Saya (Ibn Abi
Hatim) mendengar ayah saya (Abu Hatim) mengatakan hal itu. Abu Muhammad (Ibn Abi Hatim) berkata, ‘Ia juga meriwayatkan dari Sufyan ats-Tsauri dan Abu Ja’far ar-Razi. Meriwayatkan
darinya Zakariya bin Yahya as-Siman dan Hajaj bin Hamzah al-Khisyabi.
Aku bertanya kepada ayahku tentangnya dan ia berkata: tsiqah.’”
Dengan demikian, riwayat ath-Thabarani ini diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah sehingga boleh dijadikan hujjah.
Makna
Lafal zhahara (tampak) maksudnya adalah fasyâ (menyebar). Artinya, zina dan riba itu telah tampak menjadi fenomena yang tersebar di tengah masyarakat. Lafal “fî qaryah” menggunakan gaya bahasamajaz mursal, maksudnya adalah fî ahl qaryah (di tengah penduduk kampung) dan semisalnya seperti negeri atau daerah.
Lafal “ahallû bi anfusihim ‘adzâba Allâh” menurut al-Minawi3 maksudnya
adalah “mereka menyebabkan azab itu menimpa mereka karena penyimpangan
mereka terhadap yang diharuskan oleh hikmah Allah, yaitu penyimpangan
mereka terhadap pemeliharaan nasab dan tidak adanya percampuran air
(mani).”
Hadis
ini menjelaskan bahwa jika zina dan riba telah menyebar di tengah suatu
masyarakat maka itu akan memancing turunnya azab Allah. Keberkahan akan dicabut dari masyarakat yang seperti itu.Sebaliknya,
keburukan dan kerusakan akan terus mendera masyarakat tersebut selama
mereka tidak berupaya mencegah tersebarnya zina dan riba, mengubah dan
menghilangkannya dari kehidupan masyarakat.
Rusak
dan kacaunya perekonomian yang berbasis sistem ribawi menjadi bukti
hadis di atas. Perekonomian hampir-hampir kehilangan stabilitasnya. Langkah perekonomian menjadi tidak menentu alias acak (random walk), persis seperti yang digambarkan al-Quran “bagaikan orang yang gila lantaran kemasukan setan”.
Adapun azab karena menyebarnya zina salah satunya adalah tersebarnya penyakit AIDS dan penyakit seksual lainnya. Selain
itu, dengan maraknya zina, nasab menjadi campur-baur, tidak jelas.
Nilai-nilai dan institusi keluarga pun menjadi porak-poranda. Berikutnya
akan muncul berbagai permasalahan di tengah masyarakat itu. Mayarakat
akan menjelma menjadi masyarakat rendah yang dipenuhi kekejian. Manusia
akhirnya kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Islam dengan tegas mengharamkan riba. Islam juga dengan tegas mengharamkan segala hal yang mendekati zina dan menilainya sebagai perbuatan keji dan jalan yang buruk. Karenanya, segala hal yang bisa mendekatkan, menjerumuskan dan mengantarkan pada perzinaan harus dijauhkan dari masyarakat.Pornografi dan pornoaksi diakui oleh semua bisa berpotensi mendekatkan, menjerumuskan dan mengantarkan kepada perzinaan. Karenanya, pornografi dan pornoaksi harus dijauhkan dari masyarakat.
Untuk itu, Islam memerintahkan setiap Muslim untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar. Tentu saja negara (pemerintah) memiliki tanggung jawab terbesar untuk menjauhkan semua itu dari masyarakat. Sesuai
dengan pernyataan hadis di atas, segala upaya mencegah tersebarnya
perzinaan atau menghilangkan perzinaan dari masyarakat sejatinya akan
menyelamatkan masyarakat. Siapa saja yang melakukan semua itu termasuk
orang-orang yang berupaya menyelamatkan masyakarat. Sebaliknya,
segala upaya atau apapun yang bisa mendekatkan, mengantarkan atau
bahkan menjerumuskan pada perzinaan, termasuk di antaranya pornografi
dan pornoaksi, sejatinya membahayakan masyarakat. Tentu
saja siapa saja yang menyerukannya atau bahkan memperjuangkannya, meski
dengan berbagai alasan dan dalih, sejatinya justru merusak dan
membahayakan masyarakat. Bahkan itu akan membahayakan umat manusia,
karena pada akhirnya akan menyebabkan manusia umumnya justru kehilangan
harkat dan martabat kemanusiaannya. Na’ûdzu billâh min dzâlik. [Yahya Abdurrahman]
Catatan kaki:
- Al-Haitsami, Majma’ az-Zawaid, 4/118, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut. 1407-1988.
- Abdurrahman bin Abi Hatim, Jarh wa at-Ta’dîl, 9/104, Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, Beirut, cet. i. 1952.
- Abdul Qadir al-Minawi, Faydh al-Qadîr, 1/401, Maktabah Tijariyah al-Kubra, Mesir, cet.i. 1356 [www.bringislam.web.id]
Posting Komentar untuk "Zina Dan Riba Mengundang Azab"