Menegakkan Khilafah Perjuangan yang Tergesa-gesa?

Soal: “Ada yang menganggap perjuangan menegakkan Khilafah terlalu tergesa-gesa, karena umat masih terlalu jauh dari Islam. Benarkah?
Jawab: Benar dan tidaknya anggapan di atas harus dikembalikan pada dua hal.Pertama: tujuan, target dan arah perjuangan; atau yang biasa dikenal dengan visi dan misi. Kedua: proses dan tahapan yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi dan misi. Visi dan misi adalah cita-cita ideal yang hendak diraih; bisa bersifat pragmatis, bisa juga bersifat idealis. Visi dan misi juga bukan merupakan sesuatu yang mustahil meski juga bukan sesuatu yang ada secara real. Alasannya, karena ia masih merupakan gagasan dan cita-cita yang hendak diwujudkan.
Sebagian umat Islam telah menyadari betul, bahwa berbagai problem dan masalah yang terjadi dan mendera kehidupan mereka saat ini adalah fasad.Fasad adalah kerusakan akibat ulah tangan manusia, karena mereka telah meninggalkan hukum-hukum Allah. Bagi mereka yang telah menyadari betul hal ini, maka solusinya hanya satu: kembali kepada Allah, yaitu dengan kembali pada hukum-hukum-Nya. Allah Swt. berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).  (QS ar-Rum [30]: 41).
Jika tidak, apapun perubahan, reformasi bahkan revolusi sekalipun yang dilakukan oleh umat Islam, pasti tidak akan mengubah apapun. Revolusi Juli 1952 yang dilakukan oleh para perwira Mesir yang dipimpin Jamal Abdun Nasser teryata tidak mengubah apapun, selain pergantian rezim, dari satu boneka ke boneka lain. Demikian pula Revolusi Islam Iran 1979; tidak mengubah apa-apa, selain pergantian rezim dan boneka. Bahkan baik Mesir maupun Iran hingga kini masih tetap menjadi negara yang lemah. Karena itu, hanya ada satu visi dan misi perjuangan umat di seluruh dunia, yaitu kembalinya kehidupan Islam (isti’nâf al-hayâh al-islâmiyyah) di tengah-tengah umat, melalui penegakkan kembali Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj Nubuwwah.
Inilah yang menjadi visi dan misi perjuangan umat. Visi dan misi ini harus jelas.Misal: Seperti apa kehidupan Islam yang dimaksud? Bagaimana sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, peradilan, serta politik dalam dan luar negerinya? Semuanya harus tergambar dengan jelas. Bukan hanya itu, langkah dan tahapan untuk mewujudkannya juga harus jelas. Inilah yang dinyatakan oleh Allah Swt.:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ
Katakanlah, “Inilah jalan (agama)-ku; aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan gambaran yang sejelas-jelasnya.” (QS Yusuf [12]: 108).
Sabîlî dalam konteks ayat ini adalah visi dan misi dakwah Rasulullah saw. yang didakwahkan dan diemban kepada masyarakat. Adapun frasa ‘ala bashîrahdalam konteks ini menjadi keterangan, yang menjelaskan bahwa visi dan misi tersebut benar-benar sangat jelas, tidak ada yang kabur (ghumudh) atau agak kabur (syibh al-ghumudh).
Visi dan misi itu juga terangkum dalam al-Quran:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak suka. (QS at-Taubah [9]: 33).
Kemenangan Islam atas seluruh agama yang ada—baik Paganisme, Kristen, Yahudi, maupun isme-isme baru, seperti Kapitalisme, Sekularisme, Sosialisme dan Materialisme—itulah yang menjadi visi dan misi risalah Rasulullah saw.Hanya saja, pada zaman Nabi saw., isme-isme baru tersebut belum lahir. Dengan kata lain, visi dan misi kerasulan Muhammad saw. bukan hanya tablig, meski itu merupakan fungsi utama Rasul, tetapi juga tathbîq dan tahkîm, yaitu menyampaikan Islam hingga Islam itu benar-benar diterapkan dan memimpin.Itulah yang ditangkap dan dipahami oleh para pemuka kafir Quraisy sehingga Rasul pun mendapatkan tawaran kekuasaan, harta dan wanita dari mereka.Meski semuanya itu ditolak oleh Beliau.
Nabi saw. menyadari bahwa untuk mewujudkan visi dan misi tathbîq dan tahkîmitu tidak mungkin dilakukan tiba-tiba dengan menerima kekuasaan yang ditawarkan oleh kaum Quraisy. Alasannya, karena betapapun Nabi saw. berkuasa dan memerintah mereka, dan kekuasaan itu ada di tangan Beliau, mereka tetap tidak akan bisa diperintah dengan Islam. Itu artinya, bahwa Islam tidak akan bisa diterapkan di tengah-tengah mereka jika mereka sendiri tidak meyakini Islam, baik sebagai akidah maupun hukum yang berhak mengatur kehidupan mereka. Dengan begitu, visi dan misi liyudhirahu ‘ala ad-dîni kullihiitu tidak akan pernah terwujud, atau dengan kata lain, gagal diwujudkan.
Justru karena itulah, kita memahami bahwa penolakan Nabi saw. terhadap tawaran kekuasaan, harta dan wanita itu membuktikan, bahwa Nabi sangat paham, bahwa visi dan misinya tidak akan terwujud dengan cara seperti itu. Ini sekaligus membuktikan bahwa proses dan tahapan yang dilakukan oleh Nabi saw. itu benar-benar ‘ala bashîrah; sangat jelas, sistematis dan terukur.
Karena itu, dalam konteks proses dan tahapan dakwah itulah yang sebenarnya bisa dipersoalkan; apakah tergesa-gesa atau tidak?
Sejak awal, visi dan misi haruslah jelas, deskriptif dan harus disampaikan secara terbuka, tidak boleh disembunyikan. Maka, ketika orang atau kelompok mengemukakan visi dan misi perubahan yang diinginkannya dengan jelas dan gamblang, tidak bisa dikatakan orang atau kelompok tersebut tergesa-gesa.Justru itu merupakan keniscayaan yang harus dilakukan sejak awal. Sebab, jika tidak, selamanya umat ini tidak akan paham; apa dan bagaimana bentuk perubahan yang akan diupayakan? Inilah yang selama ini terjadi. Ketika berbicara tentang penerapan syariah, apalagi mengembalikan kehidupan Islam dengan menegakkan Khilafah, kebanyakan masyarakat tidak paham; ada juga yang salah paham, bahkan ada yang lebih tragis, pahamnya salah. Jika tidak ada proses penyadaran secara sistematis, deskriptif dan terbuka, pasti selamanya mereka tidak paham. Fakta juga membuktikan, setelah adanya kampanye syariah, dukungan masyarakat terhadap penerapan syariah juga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001, yang menginginkan penerapan syariah mencapai 61,4%, meningkat menjadi 70,6% (2002) dan meningkat lagi 75,5% (2004).1
Namun, ketika membahas proses dan tahapan untuk mewujudkannya, suka atau tidak, kita memang tidak boleh tergesa-gesa, dan harus melalui tahapan-tahapan tersebut dengan sabar. Sebab, untuk itu dituntut pengorbanan yang sangat besar, bahkan untuk jangka waktu yang sangat panjang. Itulah yang ditunjukkan oleh sunnah Rasulullah saw. dan para Sahabat—ridhwânullâh ‘alayhim.
Dimulai dengan mengajak keluarga terdekat (QS 26: 214), Rasulullah saw.mengajak istrinya (Khadijah binti Khuwailid), lalu saudara sepupunya (Ali bin Abi Thalib) dan teman dekatnya (Abu Bakar as-Shiddiq). Kemudian Abu Bakar—sebagai orang yang berpengaruh—mengajak teman-temannya. Selama tiga tahun pertama, mereka melakukan pembinaan intensif, dalam bentuk halqah di rumah-rumah, dan pembinaan kolektif yang dipusatkan di rumah al-Arqam, yang letaknya dekat bukit Shafa, jauh dari pengamatan orang Quraisy. Pada fase ini, Rasulullah saw. membina para Sahabat hingga menjadi pribadi pengemban dakwah yang tangguh. Pada saat yang sama, Rasul berhasil membentuk sebuah kelompok dakwah yang dikenal dengan hizb ar-Rasûl (kelompok Rasul).
Pada tahun ketiga, Rasul mulai melakukan dakwah secara terbuka, setelah Allah menurunkan surah al-Hijr (15): 94. Ini adalah fase tafâ‘ul ma‘a al-ummah(berinteraksi dengan umat), melalui pergolakan pemikiran (as-shirâ‘ al-fikri) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyasi). Ini baru fase bidâyah tafâ‘ul (permulaan interaksi) sampai Umar bin al-Khatthab dan Hamzah bin Abdu al-Muthallib masuk Islam pada tahun ke-6 atau 7 kenabian.
Perlu dicatat, sebelum keduanya masuk Islam, bisa dikatakan Rasul telah berhasil membawa hizb ar-Rasûl untuk memahami jalan, mulai mengetuk pintuk masyarakat, dan mengetuknya. Hanya  saja, mereka belum berhasil membuka pintu masyarakat. Namun, begitu Umar dan Hamzah masuk Islam, pintu itu pun mulai terbuka. Sejak itu, dakwah Nabi saw. benar-benar telah menyempurnakan fase interaksinya dengan masyarakat (tafâ‘ul tâm), terutama setelah melakukan tawaf secara demonstratif di Ka’bah dengan dua shaf, yang masing-masing dipimpin oleh Umar dan Hamzah.
Dampak dari semua itu memang tidak ringan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh kafir Quraisy untuk menggagalkan dakwah Nabi saw.; mulai dari stigmatisasi, pengejaran, penangkapan, penyiksaan, pembunuhan, hingga pemboikotan (embargo). Namun, semua itu ternyata tidak berhasil mempengaruhi jamaah yang telah dibangun oleh Nabi itu.
Karena itu, bisa dikatakan, bahwa jarak antara kemenangan dan kelompok ini tinggal selangkah. Lalu, tepat satu tahun setelah peristiwa Isra’ Mikraj, Allah memberikan pertolongan kepada Rasulullah saw. Melalui kaum Anshar, yaitu orang-orang Aus dan Khazraj yang telah membaiat Rasulullah di Aqabah, Beliau berhasil mewujudkan visi dan misinya dengan gemilang. Setelah Madinah dipersiapkan oleh Mus‘ab bin Umair selama satu tahun, perubahan itu pun terjadi; syariah dan pemerintahan Islam pertama tegak di sana. Hijrah Beliau untuk menjadi pemimpin di sana pun disambut dengan shalawat Badar.Subhânallâh!
Dari uraian di atas, tampak sekali  perbedaan proses—yang oleh Nabi saw.sendiri dikatakan: agar jangan tergesa-gesa, tetapi harus sabar, karena memang memakan waktu—dengan visi dan misi yang sejak awal harus jelas, deskriptif dan disampaikan secara terbuka sehingga bisa mencerahkan umat.
Jika ada yang mengatakan bahwa pemaparan visi dan misi secara deskriptif, jelas dan lugas itu sebagai tergesa-gesa, sebenarnya bisa disimpulkan, karena orang tersebut tidak bisa membedakan visi dan misi dengan proses dan metode.Hal ini memang bisa dipahami, karena belum pernah ada ijtihad, termasuk mujtahid yang merumuskan seperti apa visi, misi dan metode untuk mengembalikan Islam setelah Islam tidak ada lagi dalam kehidupan. Sebabnya, pada zaman mereka, Islam masih diterapkan, dan Khilafah masih ada. Karena itu, apa yang telah digali dan dirumuskan oleh Al-‘Allamah as-Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani —rahimahullâh— sebenarnya tidak lebih untuk mengisi kekosongan ijtihad ini. Wallâhu a’lam. d
Catatan Kaki:
1   Majalah Gatra, 6 Mei 2006, diambil dari hasil penelitian PPIM UIN Jakarta (2001, 2002 dan 2004), hlm 22.
 http://hayatulislam.multiply.com/journal/item/21

Posting Komentar untuk "Menegakkan Khilafah Perjuangan yang Tergesa-gesa?"