Berita Penistaan Terhadap Tuhan, Bukan Informasi Menarik Bagi Media-media Sekuler

Oleh: Mahbub Wildan, Praktisi Komunikasi dan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENISTAAN kepada Tuhan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya menjadi buah bibir belakangan ini. Aksi nekat mereka yang mengaku intelektual itu menambah deretan aksi mahasiswa nyeleneh di kampus Islam.

Tentu umat Islam masih ingat dengan ulah mahasiswa UINSunan Gunung Djati Bandung. Di depan para mahasiswa baru mereka nekat memploklamirkan “Area Bebas Tuhan.”



Namun maraknya penistaan terhadap Tuhan menjadi isu yang tak menarik bagi media-media sekuler di Indonesia. Meski tindakan para mahasiswa tersebut tergolong penodaan agama, media-media tetap bungkam seribu bahasa. Hanya media-media Islam lah yang terlihat bersuara ketika Allah dilecehkan di negara ini.

Sikap media-media sekuler itupun bertolak belakang dengan sikap mereka merespon pemberitaan Islamic State (IS). Bagai koor yang dipandu dirijen, media serempak “membully” tema-tema keIslaman seperti Khilafah dan Jihad.

Waktu berganti waktu, hari berganti hari, media-media sekuler (lebih cocok disebut liberal) silih berganti menghadirkan para pengamat, aparatur negara, dan tokoh-tokoh agama. Mereka diberikan panggung secara bebas untuk mengkritisi IS.

Tak jarang, para narasumber itu ikut pula menelanjangi ajaran-ajaran Islam. Ujung-ujungnya adalah deIslamisasi. Secara sistematis mereka berubaya untuk menjauhkan umat Islam dari penegakan Syariat Islam. Tidak lebih. ISIS hanyalah dijadikan momentum untuk menggapai kepentingan pragmatis para pembenci Islam.
Spanduk Tuhan Membusuk Ospek UIN Sunan Ampel



Sejatinya, tidak ada media yang objektif. Semua media memiliki kepentingannya sendiri-sendiri. Mereka subjektif dan memiliki ideologis.

Berita, kata Wilbur Schramm, bukanlah peristiwa itu sendiri. Tapi berita merupakan usaha rekonstruksi kerangka peristiwa yang terjadi. Sedangkan menurut  James W. Carey, fakta atau realitas itu diproduksi

Padahal problematika di UIN bisa jadi lebih berbahaya. Sebab berapa banyak mahasiswa yang telah diliberalkan oleh UIN. Mereka liberal bukan karena ingin liberal, tapi mereka liberal karena berjalannya sistem pemikiran Islam yang rusak di UIN.

Di titik inilah, banyak para pelajar dari daerah yang tak faham mengenai liberalisme bertemu dengan kepentingan tokoh-tokoh liberal di UIN yang terus mencari “kader” untuk “disetor” ke Barat.

Para lulusan Barat itu kemudian menyebar di beberapa kampus lainnya seperti UI, UNJ, UGM, untuk mengisi pos dosen agama. Kasus Jurusan Ilmu Agama Islam (JIAI) Universitas Negeri Jakarta seharusnya menjadi pelajaran. Alih-alih mencetak guru agama yang soleh dan solehah, kenyataannya justru banyak diisi dosen-dosen liberal dan telah berkali-kali membuat kontroversi dengan mengundang tokoh-tokoh Syiah.

Pemikiran liberal tidak hanya menyentuh ranah fisik, tapi juga psikis. Betapa galaunya para mahasiswa yang gandung akan pemikiran ateisme. Tak sedikit para mahasiswa melawan Tuhannya karena menyakini tidak ada kebenaran yang mutlak.

Cita-cita orangtua agar mereka kelak jadi kyai, justru malah menjadi mahasiswa peragu hadis nabi.

Problematika di UIN bukanlah problematika sepele. Gerakan pemikiran liberal ini ini akan mengancam generasi penerus bangsa. Sudah seharusnya media massa sadar potensi ancaman ini. Kecuali jika memang media juga bagian dari liberalisme itu sendiri.

Banyak orang percaya, teks media menuntun cara pandang masyarakat terhadap dunia. Tatkala dunia semakin sesak oleh laju arus informasi dan pesatnya pertumbuhan, media tak sekadar jadi pegangan tetapi kebutuhan. Ia kerap diibaratkan sebagai matahari yang menerangi dunia, menyampaikan pesan yang merasuk ke kalbu umat manusia dan memberi pencerahan (Siregar, 2004:107). Wallahua’lam. []
[www.bringislam.web.id]

Posting Komentar untuk "Berita Penistaan Terhadap Tuhan, Bukan Informasi Menarik Bagi Media-media Sekuler"