Komnas HAM: Umat Islam Tolak Ahok Tak Bisa Disebut SARA

Berbagai pernyataan dan kebijakan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok terus menimbulkan kontroversi dan meresahkan masyarakat. Kecaman dan kritik pun mengalir deras ke arah Pelaksana tugas (Plt.) Gubernur DKI Jakarta ini. Sampai akhirnya terjadi aksi penolakan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta dan pemberhentian dari jabatannya saat ini.

Dari sebagian pernyataan dan kebijakannya, Ahok diduga telah melanggar HAM. Apa saja pernyataan dan kebijakannya? Bagaimana Komnas HAM memandang hal ini? Berikut hasil wawancara wartawan Islampos, Andi Ryansyah dengan Dr. Manager Nasution, M.A., Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

Beberapa waktu lalu, Ahok menyeru petugas untuk membunuh demonstran yang anarkis. Bagaimana menurut Anda?

Dalam catatan Komnas HAM, Jokowi pernah kami panggil atas kasus penggusuran yang dilakukan oleh Satpol PP terhadap rumah-rumah di sekitar Waduk Pluit, Jakarta Utara. Namun Ahok menganggap panggilan kami tidak diperlukan dan malah komentar macam-macam di koran. Namun, Jokowi tetap memenuhi panggilan Komnas HAM. Data ini menunjukkan bahwa Ahok tidak kooperatif dengan Komnas HAM.

Berkaitan dengan pertanyaan tadi, saya belum mendapat rekaman suara Ahok yang menyeru petugas untuk membunuh demonstran yang anarkis. Namun kalau Ahok mengatakan demikian, pernyataan itu pasti keliru, tidak pada tempatnya, dan sebagai bentuk arogansi kekuasaan. Sebab Indonesia adalah negara hukum.

Siapa pun yang melakukan aksi kekerasan, maka harus diproses melalui hukum yang berlaku. Tidak ada kamusnya membunuh seperti itu. Apalagi hak untuk hidup itu bagian dari hak asasi yang tidak boleh dikurangi, kecuali ada Undang-Undang (UU) yang membatasi. Dalam catatan kami, sudah ada hukuman maksimal dalam UU seperti kasus terorisme, pembunuhan berencana, serta pemberontakan dan perlawanan terhadap negara.

Jadi biarkan pengadilan yang menyatakan orang bersalah atau tidak dan apa hukumannya. Pemimpin itu tidak bertugas menyatakan bunuh sana bunuh sini atau bubar sana bubar sini. Tugas mereka membawa kasus kekerasan ke ranah hukum.

Ahok juga membuat kebijakan pelarangan penyembelihan hewan qurban di halaman sekolah. Tanggapan Anda?

Pemimpin itu harus mempertimbangkan hal-hal yang sensitif sebelum mengeluarkan pernyataan dan kebijakan. Apalagi yang berkaitan dengan perasaan keagamaan, keyakinan keagamaan, dan pengamalan keagamaan. Karena hak untuk
memilih,meyakini, dan mengamalkan keagamaan adalah hak yang tidak boleh dibatasi. Jangan sampai pemimpin menyentuh wilayah-wilayah di luar domainnya mereka.

Penyembelihan hewan qurban adalah bagian dari pengamalan keagamaan. Jadi negara tidak boleh melarang, membatasi, dan menunda itu. Justru negara harus menjamin warga negara dalam mengamalkan agamanya.

Dalam tradisi Islam, penyembelihan hewan qurban adalah ibadah yang harus diwariskan kepada anak-anak agar mereka tahu bahwa itu adalah bagian dari agama mereka.

Negara hanya boleh melarang pengamalan keagamaan bila mengganggu keamanan negara dan merusak kesehatan publik. Misal dulu ada paham keagamaan tertentu di Bandung yang pengamalan keagamaannya pergaulan bebas. Negara harus mengatur dan melarangnya karena merusak kesehatan publik.

Kemudian baru ini, Masjid Jami’ Al Ikhlas yang menjadi masjid satu-satunya di area bekas terminal Lebak Bulus akan digusur karena proyek pembangunan Mass Rapid Transportation (MRT), komentar Anda?

Saya kira masyarakat bukan tidak ingin adanya pembangunan, akan tetapi hal itu sebenarnya bisa dirundingkan. Kalau negara memberikan pelayanan atau fasilitas publik, maka masjid adalah salah satu fasilitas publik. Harusnya MRT sebagai transportasi publik selain dilengkapi dengan MCK yang bersih, tapi juga masjid agar masyarakat dapat berkunjung dan beribadah di sana. Bukan justru saling menegasikan, bukan fasilitas publik yang satu dibangun, kemudian fasilitas lain dibongkar. Hak warga DKI Jakarta untuk mendapat tempat ibadah yang memadai harus dipenuhi dan itu bagian dari hak asasi pengamalan keagamaan.

Jadi pejabat publik harus memahami HAM secara utuh khususnya hak pengamalan keagamaan dan hati-hati betul dalam berkomentar dan membuat kebijakan, terlebih untuk mayoritas warga DKI Jakarta yang beragama Islam.

Tadi Anda menyebut bahwa hak meyakini dan mengamalkan keagamaan tidak boleh dibatasi. Dalam Islam, umat tidak boleh dipimpin oleh non-Islam. Apakah langkah umat yang menolak Ahok dapat dikatakan diskriminatif dan menyinggung SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan)?

Selama aspirasi itu disampaikan dengan tidak memaksakan kehendak dan melalui kekerasan, sah-sah saja. Sebab yang disampaikan itu berdasarkan keyakinan agama. Semua agama boleh menyampaikan hal itu. Namun menurut saya penyampaian aspirasi yang betul melalui DPRD, dan biar mereka yang memutuskan. Sekali lagi bukan dengan kekerasan dan memaksakan kehendak.

Tindakan apa yang harus diambil oleh aparat penegak hukum kepada Ahok?

Aparat penegak hukum jangan tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Misal Muhammad Arsyad (MA) dihukum karena menghina Jokowi, namun pejabat yang ngomong sembarangan tidak dihukum. Harusnya juga dihukum. Tajam ke atas dan tajam juga ke bawah. Namun memang ada yang namanya delik aduan. Adukan saja pejabat yang ngomong sembarangan ke aparat. Nanti biar proses hukum yang menyatakan dia bersalah atau tidak. Bukan main hakim sendiri dan anarkis. [islampos]
[www.bringislam.web.id]

Posting Komentar untuk "Komnas HAM: Umat Islam Tolak Ahok Tak Bisa Disebut SARA"