Hancur Umat Muhammad Tanpa Khilafah, Pesantren Assalam Ikut Natalan Persembahkan Pujian

Ilustrasi NataL, Foto: Jemaat kristiani menyalakan lilin saat mengikuti ibadah natal bersama Gereja Tiberias 2015 stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, 5 Desember 2015. (Suara Pembaruan/Joanito De Saojoao)

Ada yang berbeda dalam ibadah Natal yang digelar Gereja Kristen Jawa (GKJ) Jakarta, pada Jumat (25/12). Bukan karena digelar pada bangunan gedung yang masih dalam tahap pembangunan. Melainkan, persatuan dan kesatuan yang ditunjukkan dengan hadirnya pengasuh dan sejumlah siswa didik Pesantren Assalam, Bogor.

"Ya nabi salam alaika.
"Ya rasul salam alaika.
"Salawatullah alaika..."

Terdengar suara Ustadz Muhammad Hasbi bernyanyi dalam bahasa Arab. Meskipun, jelas gitar yang dialunkannya memainkan lagu "Malam Kudus" dan "Alam Raya Berkumandang".

Digawangi oleh Ali Qohar atau akrab disapa Kang Aang, Hasbi dan tiga siswa didik pesantren hadir dalam Ibadah untuk turut merayakan Natal atau peringatan lahirnya Yesus Kristus.

Bahkan, sebagai tanda turut merayakan kelahiran Kristus, keempatnya bernyanyi mempersembahkan pujian dalam ibadah.

Jemaah pun bertepuk tangan menyambut musik dan nyanyian yang dimainkan Hasbi dan tiga orang siswi binaan pesantren Assalam tersebut.

Ditemui wartawan usai ibadah, Kang Aang menegaskan, kehadirannya dalam ibadah, sebagai wujud menyambut kelahiran 'Sang Juruslamat', yaitu Yesus Kristus atau dalam Islam disapa Isa Almasih atau nabi Isa.

"Buat kami ini (Isa Almasih) orang suci, nabi yang diutus Tuhan. Kebetulan, kemarin kami menyambut kelahiran Muhammad SAW. Jadi, semangat itu yang membuat kami ingin kami merayakan," .

Apalagi, lanjutnya, jelas dikatakan dalam Alkitab bahwa Yesus datang bukan hanya untuk ummat Kristiani. Melainkan, Yesus lahir untuk seluruh umat manusia.

"Seperti yang disampaikan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) Almahrum, bahwa semustinya Natal tidak hanya dirayakan teman-teman Kristen karena Nabi Isa hadir untuk menjadi Juruslamat untuk semuanya, bukan cuma orang Kristen," ujarnya.

Sementara itu, terkait pujian yang dinyanyikan Ustadz Hasbi, dijelaskan Kang Aang berisi salam salam dan pujian penyembahan kepada nabi Isa.

Untuk apa yang dilakukannya tersebut, Kang Aang mengaku tidak menyalahi hukum Islam. Sebab, menurutnya, tidak ada yang mengatur pelarangan mengucapkan selamat Natal ataupun beribadah mempersembahkan pujian.

"Ada sebagian kecil orang yang bilang itu (mengucapkan Selamat Natal) tidak boleh. Tetapi, itu (pelarangan) bukan Hukum Islam secara keseluruhan. Banyak orang Islam lain yang boleh mengucapkan, mengormati, bahkan wajib menghormati. Sebab, kami orang Islam tinggal di Indonesia dengan suku, bangsa, agama yang beragam," jelasnya.

Dengan kehadiran dan pujian yang dipersembahkan anak asuhnya, Kang Aang ingin menunjukkan betapa indahnya kebersamaan dan perdamaian. Seperti dilansir berita satu 25 Desember 2015

Kenapa Haram Ikut Acara datal dan mengucapkan Selamat Natal?

“Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)

‘Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan)

Haram Ikut Merayakan atau Mengucapkan Selamat Natal

Ucapan selamat mengandung doa dan harapan kebaikan untuk orang yang diberi selamat. Juga menjadi ungkapan kegembiraan dan kesenangan bahkan penghargaan atas apa yang dilakukan atau dicapai oleh orang yang diberi selamat.

Sementara perayaan Natal adalah peringatan kelahiran anak Tuhan dan Tuhan anak. Dengan kata lain itu adalah perayaan atas kesyirikan menyekutukan Allah SWT. Lalu bagaimana mungkin, umat Islam mengucapkan selamat, dengan semua kandungannya itu, kepada orang yang menyekutukan Allah? Padahal jelas-jelas, Allah SWT menyatakan mereka adalah orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72-75), yang di akhirat kelak akan dijatuhi siksaan yang teramat pedih. Disamping itu, keyakinan Trinitas di sisi Allah adalah dosa dan kejahatan yang sangat besar, kejahatan yang hampir-hampir membuat langit pecah, bumi belah, dan gunung-gunung runtuh (lihat QS Maryam [19]: 90-92).

Jadi jelas sekali, mengucapkan selamat Natal dan selamat hari raya agama lain adalah haram dan dosa. Apalagi jika justru ikut serta merayakannya, tentu lebih haram dan lebih berdosa.

MUI telah mengeluarkan fatwa melarang umat Islam untuk menghadiri perayaan Natal Bersama. Dalam fatwa yang dikeluarkan Komisi Fatwa MUI pada 7 Maret 1981, MUI diantaranya menyatakan: (1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram (2) agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid II, oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah (1991), hal. 238-240, juga sudah diterangkan, bahwa hukum menghadiri PNB adalah Haram.

Ikut merayakan Natal dan hari raya agama lain hukumnya jelas haram dan bertentangan dengan al-Quran. Ada beberapa alasan yang mendasari.

Pertama, Allah SWT berfirman:

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS al-Furqan [25]: 72).

Az-zûra ini meliputi semua bentuk kebatilan. Yang paling besar adalah syirik, dan mengagungkan sekutu Allah. Karena itu Ibn Katsir mengutip dari Abu al-‘Aliyah, Thawus, Muhammad bin Sirrin, adh-Dhahhak, ar-Rabi’ bin Anas, dan lainnya, az-zûra itu adalah hari raya kaum Musyrik. (Tafsir Ibnu Katsir, iii/1346).

Menurut asy-Syawkani, kata lâ yasyhadûna, menurut jumhur ulama’ bermakna lâ yahdhurûna az-zûra, tidak menghadirinya (Fath al-Qadîr, iv/89). Menurut al-Qurthubi, yasyhadûna az-zûra ini adalah menghadirkan kebohongan dan kebatilan, serta menyaksikannya. Ibn ‘Abbas, menjelaskan, makna yasyhadûna az-zûra adalah menyaksikan hari raya orang-orang musyrik. Termasuk dalam konteks larangan ayat ini adalah mengikuti hari raya mereka.

Kedua, perayaan Natal adalah bagian dari ajaran agama, karena itu merayakannya bagian dari ritual agama mereka. Orang Islam yang merayakannya, bukan hanya maksiat, tetapi bisa sampai murtad jika disertai dengan I’tiqad, karena, telah melakukan ritual agama lain.

Ketiga, Rasul melarang kita menyerupai (tasyabbuh) kaum kafir, maka lebih dari menyerupai tentu lebih tidak boleh lagi. Merayakan Natal, bukan hanya menyerupai orang Kristen, tetapi lebih dari itu justru telah mempraktikkan bagian dari ritual mereka.

Selain tidak boleh menghadiri Natal Bersama, kaum Muslim juga dilarang ikut menyemarakkan, meramaikan atau membantu mempublikasikan. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang suka perkara keji (fakhisyah) itu tersebar di tengah-tengah orang Mukmin, maka mereka berhak mendapatkan azab yang pedih di dunia dan akhirat.” (TQS an-Nur [24]: 19)

Menyebarkan fakhisyah itu bukan hanya masalah pornografi dan pornoaksi, tetapi juga semua bentuk kemaksiatan. Menyemarakkan Perayaan Natal, meramaikan dan menyiarkannya jelas menyebarluaskan kekufuran dan syirik yang diharamkan. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan, “Sebagaimana mereka (kaum Musyrik) tidak diperbolehkan menampakkan syiar-syiar mereka, maka tidak diperbolehkan pula bagi kaum Muslimin menyetujui dan membantu mereka melakukan syiar itu serta hadir bersama mereka. Demikian menurut kesepakatan ahli ilmu.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ahkâm Ahl al-Dzimmah, i/235).

Para ulama dahulu juga telah jelas menyatakan haramnya menghadiri perayaan hari raya kaum kafir. Imam Baihaqi menyatakan, “Kaum Muslimin diharamkan memasuki gereja, apalagi merayakan hari raya mereka.” Al-Qadhi Abu Ya’la berkata, “Kaum Muslimin telah dilarang untuk merayakan hari raya orang-orang kafir atau musyrik”. Imam Malik menyatakan, “Kaum Muslimin dilarang untuk merayakan hari raya kaum musyrik atau kafir, atau memberikan sesuatu (hadiah), atau menjual sesuatu kepada mereka, atau naik kendaraan yang digunakan mereka untuk merayakan hari rayanya.” (Ibnu Tamiyyah, Iqtidhâ’ al-Shirâth al-Mustaqîm, hal. 201).

Wahai kaum Muslimin

Tak sepantasnya umat terpedaya ikut merayakan Natal dan hari raya agama lain. Realita yang ada ini bukti, penjagaan akidah itu butuh kekuasaan yang menjunjung kedaulatan syara’ dan menerapkan syariah Islam, tidak lain adalah Khilafah Islamiyah Rasyidah. Tugas kitalah untuk segera mewujudkannya. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Baca; Bolehkah Seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal?

Baca: Haram Mengikuti Budaya Natal


[www.bringislam.web.id]

Posting Komentar untuk "Hancur Umat Muhammad Tanpa Khilafah, Pesantren Assalam Ikut Natalan Persembahkan Pujian"