Spirit Perjuangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Tengah Tekanan dan Ancaman
Spirit Perjuangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Tengah Tekanan dan Ancaman
Ilustrasi : Tongkrongan Islami
Oleh : Dr. Slamet Muliono (Dosen UIN Sunan Ampel dan Direktur PUSKIP/Pusat Kajian Islam dan Peradaban)
Spirit perjuangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk berdakwah dan mengajak manusia untuk masuk ke dalam agamanya demikian kuat dan gigih. Peristiwa meninggalnya dua orang yang melindungi jiwa dan menopang dakwah tidak membuatnya surut atau menghentikan dakwahnya. Kegigihan dalam menyebarkan Islam benar-benar membawa hasil, sehingga memberi energi dan spirit yang kuat terhadap para sahabat untuk berpegang teguh pada Islam.
Kesedihan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Pasca Kematian Abu Thalib dan Khadijah
Tidak ada rasa kesedihan yang mendalam kecuali ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditinggal mati oleh paman tercintaanya, Abu Thalib. Abu Thalib adalah paman Nabi yang secara terang-terangan melidungi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Abu Thalib merupakan tokoh Quraisy dari kabilah Bani Hasyim yang sanagat disegani. Keberadaan Abu Thalib benar-banr membuat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merasa nyaman dan leluasaa berdakwah. Musuh-musuh Islam tidak berani mengganggu atau mengancam fisik Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kecuali hanya bisikan dana omongan saja. Bahkan berbagai rencana jahat dari musuh-musuh Islam harus menyampaikan harus menyampaikan ke Abu Thalib ketika akan menghentikan dakwah Nabi atau ketika hendak membunuh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dengan kematian Abu Thalib, maka jaminan keamanan atas dakwah Nabi akan terancam.
Perasaan sedih semakin besar ketika ditinggal oleh istri tercointanya, Khadijah. Dia adalah satu-satunya perempuan yang menopang dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sekaligus menjadi belahan jiwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Seluruh hidupnyanya dicurahkan untuk menopang dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bahkan seluruh harta dan kekayaannya diperuntukkan untuk dakwah. Khadijah adalah satu-satunya istri yang memberi keturunan. Khadijah adalah sosok perempuan yang beriman kepada ajakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di pendustaan manusia pada ajakannya. Demikian besar dukungan dan perjuangannya pada Nabi, hingga Jibril pernah nitip salam dari Allah untuk Khadijah oleh karena itu, pantas apabila kematian Khadijah, dua bulan setelah kematian Abu Thalib, cukup mengguncang hati Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Sebagai manusia, tentu perasaan sedih ini sangat wajar, karena dua orang ini (Abu Thalib dan Khadijah) merupakan sosok utama yang menopang dakwah Nabi. Meski memiliki peran yang berbeda, namun keduanya benar-benar menopang dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Meskipun keduanya memilih jalan yang beerbeda, dimana Abu Thalib meninggal dengan tetap memeluk agama nenek moyangnya, sementara Khadijah meninggal dalam keadaan berpegang teguh pada Islam.
Benar juga, setelah kematian dua orang tercintanya, serangan Quraisy terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan pengikutnya semakin keras dan gencar. Para sahabaat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memmperoleh serangan dan gangguan. Ketika daakwah terasa tidak nyaman dan serangan fisik semakin berat, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah.
Penolakan Dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Thaif
Tekanan dan penolakan yang demikian keras terhadap dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, pasca kematian Abu Thalib dan Khadijah, membuat Nabi untuk berangkat ke Thaif. Bersama Zaid bin Haritsah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berjalan kaki untuk berdakwah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi para pembesar untuk menyampaikan dan mengajak masuk Islam. Para pembesar itu bukan hanya menolak dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetapi justru mengejek dan menghinakan nabi. Salah satu di antara ucapan buruk yang diucapkan mereka adalan “Aku akan menyobek-nyobek Kiswah jika Allah mengutusmu sebagai Nabi, apakah tidak ada orang lain sehingga Allah memilihmu menjadi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.”
Setelah dakwahnya ditolak, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meminta agar menyembunyikan keberadaannya supaya tidak diketahui orang lain. Bukannya merahasiakan keberadaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para pembesar itu justru memprovokasi masyarakat untuk melempari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan batu sehingga Nabi berdarah-darah. Maka semakin sedihnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena dakwah ditolak dan mengalami penghinaan dan pelemparan batu.
Setelah keluar dari kampung yang menolak dakwahnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sampai di kebun milik Utbah dan Syaibah bin Rabiah (orang kafir Quraisy). Mereka dilayani Addas, seorang pembantu yang menyuguhinya buah anggur. Saat mau makan anggur itu, Nabi mengucaapkan Bismillah. Adas merasa dengan ucapan Nabi itu. Kemudianya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya asalnya dari mana. Adas menjawab dari Rinawa. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan bahwa kota itu adalah tempat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Yunus diutus. Kemudian Adas mengiyakannya dan melawani dengan baik.
Setelah itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melanjutkan perjalanan dengan diselimuti perasaan sedih karena tidak tahu harus kemana untuk menyampaikan dakwaahnya. Karena mengalami berbagai penolakan. Saat di Qornul Manazil, malaikat Jibril turun dan mengutus 2 malaikat (malakul jabal). Dua malaikat itu datang untuk menawari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan siap merima perintah untuk melepaskan kekesalannya. Dua malaikat itu siap menimpakan gunung itu kepada penduduk Thaif yang telah menyakiti hati Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kesiapan untuk menjalankan perintah itu ditolak oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan Nabi mendoakan penduduk negeri itu agar suatu saaat nabi akan muncul generasi yang memperoleh hidayah untuk membela Islam. Hal ini terbukti dalaam sejarah, dimana ketika banyak umat Islam mengalami pemurtadan, maka penduduk Thaif ini tetap istiqamah memeluk Islam.
Dua peristiwa besar (kematian Abu Thalib-Khadijah dan penolakan kaum Thaif) merupakan bukti kekokohan jiwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak surut dan meleleh dalam berdakwah, tetapi justru memberi spirit untuk semakin teguh dan kuat dalam menyampaikan dakwah. Pasca penolakan penduduk Thaaif itu, Nabi masih kembali ke Mekkah dan mencari suaka (jaminan perlindungan) untuk bisa berdakwah kembali. Upaya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini berhasil karena memperoleh jaminaan keamanan, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bisa berdakwah kembali. Melihat kegigihan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam berdakwah ini memberi suntikan kepada para sahabat untuk ikut dan tidak surut dalam membela dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Kuatnya spirit Nabi itu berhasil melewati cobaan besar. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak larut dalam kesedihan yang mendalam dan berlarut-larut. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian membangun sinergi untuk semakin menancapkan panji-panji Islam di tanah Arab, sehingga berhasil menembus dakwah kepada berbagaai lapisan masyarakat sehingga Islam bisa diterima sebagai aagama yang benar bagi masyarakat Arab.
Surabaya, 2 Oktober 2018
(nahimunkar.org)
(Dibaca 324 kali, 77 untuk hari ini)
Anda sedang membaca Spirit Perjuangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Tengah Tekanan dan Ancaman
Lebih lengkap baca sumber http://bitly.com/2CusKNa
Posting Komentar untuk "Spirit Perjuangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Tengah Tekanan dan Ancaman"