Bayi Batuk Pilek Tak Butuh Obat Kimia
Saya pun sebagai orang tua
baru, juga tidak pernah membayangkan bayi saya akan sakit. Sekitar 2
minggu lalu, bayi saya yang berusia 2 bulan, tertular flu dari ayahnya.
Ceritanya, ayahnya ketularan flu dari teman-temannya di kantor. Sama
seperti ayahnya yang batuk pilek, bayi saya juga batuk pilek. Tapi
alhamdulillah, bayi saya tidak mengalami demam. Sementara ayahnya sempat
demam tinggi.
Sebenarnya, saya sudah
menjauhkan betul-betul bayi saya dari ayahnya. Toh, ayahnya juga tidak
tidur sekamar maupun seranjang dengan saya dan bayi saya. Tapi, yang
namanya cuma hidup bertiga dengan bayi, dan jauh dari orang tua maupun
keluarga, saya tidak memiliki partner yang bisa dijadikan teman berganti
tugas. Saat saya lelah mengurus bayi yang saat itu sedang sering rewel,
mau tak mau, saya melibatkan suami saya untuk bergantian menggendong
maupun menenangkan bayi kami. Meskipun suami saya sudah selalu memakai
masker saat dekat dengan bayi kami, toh ternyata virus itu menular juga.
Kami menyadari kalau bayi
kami tertular flu saat tahu nafasnya berbunyi ngik-ngik ketika tidur
pada malam hari. Selain itu, pada malam itu, tidurnya tidak tenang.
Tangannya bergerak terus mencakar-cakar muka dan hidungnya. Keesokan
paginya, dari dalam hidungnya (atau tenggorokannya?) muncul suara
nggruk-nggruk saat dia bernafas. Kami menebaknya, itu adalah dahak.
Meskipun sejak hamil, saya
dan suami sudah berkali-kali meyakinkan pada diri kami bahwa kami akan
tetap tenang saat anak nggak enak badan, tapi ternyata ketika terjadi
betulan, saya panik. Saya bersyukur suami tidak panik. Padahal biasanya,
dia lebih panik daripada saya. Coba kalau dua-duanya panik, pasti ribet
jadinya. Di tengah kepanikan saya, langkah pertama yang saya lakukan
adalah meminta tolong suami untuk mengontak kakak ipar saya yang
berprofesi sebagai bidan, menanyakan apa obat flu bagi bayi 2 bulan.
Karena tidak memeriksa langsung bayi kami, kakak ipar saya tidak berani
merekomendasikan obat apa yang bisa dikonsumsi bayi kami.
Syukur alhamdulillah, saat
itu ada ibu saya yang sedang menginap di rumah. Lantas ibu membuatkan
ramuan obat tradisional berupa bawang merah diparut dan dicampur minyak
telon, kemudian diusapkan ke ubun-ubun bayi, telapak kaki bayi, pusar
bayi, dan juga punggung bayi. Katanya, itu adalah obat tradisonal jika
bayi terkena batuk pilek. Saat di kantor, suami saya juga googling obat
tradisional lain yang bisa kami berikan buat bayi kami. Tiga lembar daun
sirih diremas-remas, dicampur air perasan jeruk nipis, kemudian
dioleskan pada leher bayi.
Sehari setelah diberi
ramuan-ramuan itu dan batuk pileknya belum sembuh-sembuh juga, saya yang
masih panik mengajak suami untuk memeriksakan bayi kami ke rumah sakit.
Saat itu sekitar jam 11 siang, di tengah teriknya sinar matahari.
Sesampainya di rumah sakit, ternyata dokter anak yang kami cari, sedang
tidak ada. Duuuh … sedihnya. Siang-siang panas-panas begini, tapi
dokternya nggak ada. Akhirnya kami membawa bayi kami ke rumah bersalin
di dekat rumah. Di sana, bidan yang memeriksa memberikan obat batuk
pilek berupa sirup. Obat itu diberikan 3 kali sehari dengan takaran 1/4
sendok sirup. Tahu begini, dari tadi ke rumah bersalin ini saja.
Langsung ketemu paramedisnya, juga diberi obat. Pikir saya waku itu.
Sesampainya di rumah, saya
berikan sirup itu memakai sendok. Tapi ternyata, bayi kami melepehnya.
Obatnya tidak tertelan sepertinya. Kalaupun tertelan, sepertinya hanya
sedikit sekali. Malamnya, saya kembali memberikan sirup itu menggunakan
sendok. Tapi lagi-lagi bayi kami melepehnya. Melihat begitu, ibu saya
menyarankan agar besok pagi memberikan sirupnya memakai kapas agar
tertelan bayi. Ternyata benar tertelan. Saya ambil sedikit kapas,
mencelupkan ke sirup yang sudah ditakar dalam sendok obat, kemudian
memasukkan kapas itu ke mulut bayi dan memerasnya saat sudah ada di
dalam mulut bayi. Obat itu tertelan semua. Saya ‘berhasil’ memasukkan
obat itu sebanyak 4 kali selama 4 kali waktu meminum obat.
Saat saya di kantor dan buka
facebook, saya menulis status tentang batuk pilek yang diderita bayi
kami. Alhamdulillah, ada resep-resep yang diberikan beberapa teman. Ada
terapi pijat batuk pilek, memberikan ASI lebih banyak, juga ada memberi
ramuan obat tradisional yang sudah kami lakukan. Kemudian secara tak
sengaja, saya membaca sebuah up load tulisan tentang anak yang terkena
batuk pilek. Ya Allah … saya sudah pernah membaca tulisan itu, dulu saat
saya belum hamil, juga saat saya hamil. Tapi kok saya lupa yaaaaa?
Inti dari tulisan itu adalah
bahwa saat anak kita, terutama bayi, terkena batuk pilek, kita tidak
perlu buru-buru memberinya obat kimia. Karena sebetulnya, bayi kita
tidak memerlukan obat kimia untuk batuk pileknya. Perbanyak minum dan
istirahat. Kalau masih bayi, perbanyak ASI. Bahkan jika bayi kita tidak
meminta ASI, si ibu harus memberikan ASInya. ASI-lah yang nanti akan
menjadi penyembuh batuk pilek bayi.
Deg! Saya jadi tersadar.
Kenapa saya lupaaaaa? Bukankah saya pernah membacanya? Juga membaca
artikel-artikel serupa? Setelah membacanya, segera saya kirim SMS kepada
suami saya. Saya bilang bahwa saya membatalkan untuk memeriksakan
kembali bayi kami yang belum sembuh itu ke dokter. Saya bilang,
singkirkan obat sirup itu. Kami tidak akan memberikan sirup itu pada
bayi kami. Kasihan tubuhnya yang masih ringkih, yang masih berusia 2
bulan, tapi sudah terpapar obat kimia. Apalagi obat kimia itu tidak
dibutuhkan tubuh bayi saya.
Akhirnya saya mensyukuri
kakak ipar saya yang tidak berani merekomendasikan obat untuk bayi kami.
Saya juga mensyukuri dokter anak yang kami cari, sedang tidak ada di
rumah sakit saat kami ke sana. Saya juga bersyukur, bayi saya pintar.
Dia melepeh sirup itu. Meskipun saya juga menyesal, ada juga sirup yang
tertelan olehnya, 4 kali.
Untuk menyembuhkan batuk
pileknya, ASI yang sudah banyak saya berikan, saya perbanyak lagi. Saya
juga tetap memberikan ramuan obat tradisional bawang merah parut
dicampur minyak telon. Saya juga menguapi bayi kami dengan cara merebus
air hingga mendidih, kemudian meneteskan 5 hingga 10 tetes minyak telon.
Biarkan uapnya dihirup bayi. Uap itu akan meredakan hidung mampet. Saya
juga menjemur bayi saya pada pagi hari selama sekitar 10 menit. Bayi
ditelungkupkan, kemudian tepuk-tepuk punggungnya. Itu untuk merangsang
bayi batuk sehingga dahaknya keluar. Saya pun juga meletakkan
irisan-irisan bawang merah di sudut-sudut kamar tempat bayi saya tidur.
Katanya, irisan-irisan bawang merah itu akan mensterilisasi ruangan.
Tak hanya itu, saya juga
melakukan terapi pijat batuk pilek di rumah bersalin di dekat rumah itu.
Bayi kami disinari menggunakan sinar infra merah. Sinar itu akan
mencairkan dahak. Kemudian ditepuk-tepuk dada dan punggungnya untuk
merangsang bayi batuk sehingga dahaknya keluar. Duuuh … kok ya bidannya
waktu itu tidak menyarankan agar bayi saya terapi pijat batuk pilek
saja? Toh juga di klinik itu. Keuntungannya juga buat klinik itu. Saat
saya memeriksakan bayi kami ke sana, saya belum tahu tentang terapi
pijat batuk pilek untuk bayi dan anak-anak.
Tapi, mungkin inilah yang
namanya menimba ilmu dan pengalaman. Pengalaman adalah guru yang paling
berharga. Dari sini, saya dan suami juga tambah ilmu, tambah belajar.
Terima kasih, anakku sayang, kau telah mengajari Ibu. Alhamdulillah,
setahap demi setahap, bayi kami lekas sembuh dari batuk pileknya. Dan
sekarang, dia sudah kembali ceria. Sudah ketawa-ketawa riang lagi.
Senangnyaaaaaa. ^_^
Posting Komentar untuk "Bayi Batuk Pilek Tak Butuh Obat Kimia "