Modus Korupsi, Pejabat Daerah Sering Menambahkan Mata Anggaran

Ada satu modus yang sering dijumpai dalam mata anggaran. Menurut Sekretaris Jenderal Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yuna Farhan, modus itu terjadi dalam perkara korupsi di daerah. Menurutnya, oknum pejabat daerah seringkali menambahkan mata anggaran baru berupa tambahan penghasilan atau penunjang di luar ketentuan yang berlaku.

Tidak hanya itu, Yuna menjelaskan, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester 1 Tahun 2009, terdapat 80 daerah yang menghasilkan kerugian negara senilai Rp 117 Miliar. Menurutnya, banyak DPRD yang penghasilannya melebihi ketentuan dan belum mengembalikan tunjangan yang sudah terlanjur diberikan sebagai implikasi pemberlakuan PP 37 Tahun 2006 tentang tunjangan jabatan. “Ini baru audit 2009, belum yang 2011 masih kita kerjakan,” ujarnya, Ahad (4/3).

Modus lainnya, kata dia, yakni pembentukan yayasan fiktif untuk menerima bantuan sosial yang dikucurkan atau menjadi instrumen kampanye. Menurutnya, modus tersebut terjadi pada kasus yang menjerat anggota DPRD Jawa Timur beberapa waktu lalu.

Perjalanan dinas fiktif oleh oknum pejabat eksekutif dan legislatif juga kerap terjadi seperti yang terjadi di Kutai Kartanegara. Kemudian, lanjut Yuna, modus transaksional dalam penyusunan anggaran yang terlihat saat anggota DPRD Kota Semarang menerima suap dari pihak eksekutif terkait pengesahan anggaran.

Meski beberapa perkara tersebut sudah masuk ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, seringkali para terdakwa divonis bebas. Indonesia Corruption Watch, merilis terdapat 51 terdakwa korupsi yang divonis bebas sejak 2010 dari Surabaya, Bandung, hingga Samarinda. (republika.co.id, 5/3/2012)




Posting Komentar untuk "Modus Korupsi, Pejabat Daerah Sering Menambahkan Mata Anggaran"