Ketentuan ijtima’ (berkumpul) pria dan wanita dalam kehidupan khusus
وأمّا في الحياة الخاصة فلا يجوز أن تعيش إلا مع النساء أو محارمها ولا يجوز أن تعيش مع الرجال الأجانب.
“Adapun dalam kehidupan khusus, maka (wanita) tidak dibolehkan untuk
hidup (di dalamnya) kecuali bersama kaum wanita atau para mahramnya dan
tidak dibolehkan untuk hidup bersama para laki-laki asing (non mahram)”.
Dalam kitab An Nidhom Al Ijtima’iy disebutkan:
فاجتماع الرجال الاجانب بالنساء في الحياة الخاصة حرام مطلقا , إلا في
الحالات التي استثناها الشارع كالطعام وصلة الارحام, علي أن يكون مع المرأة
ذو محرم لها, وأن تكون ساترة لجميع عورتها.
“Dengan demikian, berkumpulnya para laki-laki asing (non mahram)
dengan para wanita dalam kehidupan khusus adalah haram secara mutlak,
kecuali dalam kondisi-kondisi yang dikecualikan oleh Asy Syari’ (Allah)
seperti jamuan makan dan “shilatul arham“, dengan ketentuan hendaknya wanita bersama mahramnya dan menutup seluruh auratnya”.
Dalam soal-jawab tentang hukum wanita di dalam mobil bersama sopir, Amir Hizb yang sekarang mengatakan:
السيارة الخاصة حكمها حكم البيت لأنها تحتاج إلى إذن للدخول (للركوب)
لذلك لا يجوز أن يوجد فيها مع المرأة إلا محارمها أو زوجها، كما هو في
البيت.
“Mobil pribadi hukumnya seperti hukum rumah, karena ia membutuhkan
ijin untuk masuk (ke dalam kendaraan). Oleh karena itu, tidak ada yang
boleh bersama wanita di dalamnya kecuali para mahram dan suami wanita
tsb, sebagaimana (hukum) yang berlaku di dalam rumah”.
Lalu beliau mengatakan:
ولا يستثنى من ذلك إلا ما استثناه النص في البيوت مثل صلة الأرحام
للأقارب سواء أكانوا محرماً مثل العم، أو من غير المحارم دون خلوة مثل ابن
العم، فيجوز الزيارة لأرحامهم صلةً للرحم في العيد مثلاً أو نحو ذلك، لورود
النصوص العامة في صلة الرحم: وجوب الصلة للمحارم، ونَدْب الصلة للأرحام
غير المحارم دون خلوة. وأية حالة أخرى إذا وجد لها نص يجيز اجتماع الرجال
والنساء في
البيت
“Dan tidak ada yang dikecualikan dari ketentuan itu selama tidak ada
nash yang memberi pengecualian mengenai rumah seperti silatur rahim
dengan orang-orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan (al-aqorib),
baik yang termasuk mahram –seperti paman- atau pun yang tidak termasuk
mahram –seperti sepupu- asalkan tanpa berkholwat. Maka dari itu
dibolehkan untuk mengunjungi karabat untuk menjalin silatur rahim
seperti pada saat hari raya atau yang semisalnya, karena adanya
nash-nash umum mengenai shilatur rahim: wajibnya menjalin hubungan
dengan mahram, dan sunahnya menjalin silaturahim dengan kerabat selain
mahram selama tidak kholwat. Dan kondisi-kondisi lain yang terdapat nash
yang membolehkan berkumpulnya pria dan wanita di dalam rumah”.
Ulasan:
Dari semua kutipan di atas, jelaslah bahwa hukum asalnya para wanita
itu tidak boleh berkumpul dan bertemu dengan para pria asing di dalam
rumah. Pihak yang boleh ada di dalam rumah bersama wanita hanyalah suami
dan para mahramnya. Wanita dan pria hanya boleh berkumpul dan bertemu
di dalam rumah ketika mereka memiliki kepentingan yang dijelaskan oleh
nash bahwa kepentingan tersebut boleh dilakukan bersama pria dan wanita
di dalam rumah, dengan catatan tidak ada kholwat. Dengan demikian, harus
ada nash yang datang untuk mengecualikan kepentingan itu dari ketentuan
umum. Salah satu kepentingan yang dikecualikan oleh nash dari ketentuan
umum tersebut adalah shilatur rahim. Pengertian shilatur rahim dalam
fiqh berbeda dengan pengertian silaturahmi yang dipakai di indonesia.
Dalam fiqh, shilatur rahim adalah menjalin hubungan dengan orang-orang
yang masih memiliki pertalian darah alias karib-kerabat. Dalam An Nidhom
Al Ijtima’iy dicontohkan kepentingan lain, yaitu jamuan makan, dengan
catatan para wanita harus bersama mahram dan menutup aurat. Selain
kepentingan seperti yang disebutkan itu (yang ada nashnya), maka pria
dan wanita tidak boleh berkumpul/bertemu di dalam rumah. Maka, mereka
tidak boleh berkumpul di dalam rumah untuk sekedar berkumpul,
mengerjakan tugas, rapat atau nonton TV. Sebab, tidak ada nash yang
membolehkannya, apalagi jika para wanitanya tidak bersama mahram.
Posting Komentar untuk "Ketentuan ijtima’ (berkumpul) pria dan wanita dalam kehidupan khusus"