Rohis : Persemaian Keshalehan Bukan Sarang Teroris
[Al Islam 624] Dalam dua minggu belakangan muncul
semaca “tuduhan”, Rohis menjadi sarang teroris. Pemicunya dalah dialog
dalam Program Metro Hari Ini, Edisi 5 September, di Metro TV dengan tag line
yang provokatif “Awas, Generasi Baru Teroris”. Dalam acara itu
ditampilkan info grafis pola rekrutmen teroris muda: 1. Sasarannya siswa
SMP akhir – SMA dari sekolah-sekolah umum; 2. Masuk melalui program
ekstra kurikuler di masjid-masjid sekolah; 3. Siswa-siswi yang terlihat
tertarik kemudian diajak diskusi di luar sekolah; 4. Dijejali berbagai
kondisi sosial yang buruk, penguasa korup, keadilan tidak seimbang; dan
5. Dijejali dengan doktrin bahwa penguasa adalah thoghut/kafir/musuh.
Reaksi penolakan dan protes pun segera bermunculan dari berbagai
pihak dan kalangan, termasuk ramai-ramai diadukan ke Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI). Hingga Senin (17/9), KPI telah menerima sebanyak 8.040
pengaduan terkait acara dialog yang mengkaitkan organisasi Rohis di
sekolah-sekolah dengan terorisme di Indonesia.
Sepuluh hari kemudian (15/9) pihak Metro TV memberikan penjelasan
atau lebih tepat disebut pembelaan diri. Diantaranya, “Dalam dialog
tersebut Profesor Bambang Pranowo menyampaikan hasil penelitiannya bahwa
ada lima pola rekrutmen teroris muda. Salah satunya melalui
ekstrakurikuler di masjid-masjid sekolah. Saat dialog berlangsung,
ditayangkan info grafik berisi poin-poin lima pola rekrutmen teroris
versi Profesor Bambang Pranowo.
Memang redaksi tidak menyebutkan sumber dari info grafik tersebut
yang kemudian menimbulkan tafsir bahwa lima pola itu bersumber dari Metro TV. Untuk itu, Metro TV meminta maaf karena telah menimbulkan kesalahpahaman. (Metrotvnews.com, 15/9).
Dalam klarifikasinya ke KPI, pihak Metro TV mengaku dalam acara
tersebut tidak menyebutkan organisasi Rohis. Akan tetapi, hal ini
berbeda dengan rekaman yang dimiliki KPI yang menunjukkan adanya
penyebutan Rohis yang diucapkan salah seorang narasumber. Koordinator
Bidang Isi Siaran KPI Nina Mutmainnah mengatakan, “Kalau kata Rohis, ada
(dalam rekaman milik KPI) yang diucapkan narasumber” (Republika.co.id,
17/9).
Intimidasi dan Tuduhan Ngawur
Point-point dalam dialog itu, menyimpan suatu bentuk intimidasi
terhadap masyarakat, khususnya para orang tua dan juga pelajar tingkat
SMP dan SMU. Di dalamnya dengan jelas disebutkan, siswa kelas IX SMP dan
siswa SMU menjadi sasaran perekrutan teroris. Kesimpulan itu bisa
menjadi “teror” tersendiri bagi para orang tua yang menyekolahkan
anaknya di lebih dari 28.700 sekolah SMP, 10.700 SMU dan 7.500 SMK di
seluruh negeri ini. Para orang tua bisa dibuat khawatir dan was-was
anak-anak mereka akan menjadi sasaran direkrut oleh teroris. Sungguh
aneh, sesuatu yang diklaim bagian dari upaya memberantas terorisme,
justru menjadi “teror” yang menanamkan rasa takut dan was-was di
masyarakat.
Di dalamnya juga dikatakan, teroris masuk melalui program ekstra
kurikuler di masjid-masjid sekolah. Dari point ini, nalar publik dengan
sangat mudah memahaminya sebagai pernyataan bahwa teroris masuk melalui
Rohis. Sebab program ekstrak kurikuler di masjid sekolah tidak ada lain
kecuali Rohis. Karena itu sangat wajar, hal itu merupakan tuduhan, Rohis
menjadi salah satu pintu masuk perekrutan teroris; atau sama saja
menyatakan Rohis identik dengan teroris.
Disamping itu, tuduhan tersebut juga merupakan tuduhan ngawur.
Ungkapan Ketua MUI Lampung, Mawardi AS, bisa mewakili hal itu,
“Bagaimana mungkin, organisasi yang memiliki peran besar dalam
menyelamatkan pemuda agar memiliki pribadi yang berkarakter, justru
dinyatakan sebagai tempat pembentukan teroris?”
Tuduhan ngawur itu muncul karena menggunakan nalar generalisasi. Jika
ada satu dua pelaku yang terlibat dalam tindakan teror, dulunya pernah
aktif di Rohis, adalah bentuk sesat pikir jika lantas diambil
kesimpulan, Rohis menjadi tempat persemaian terorisme atau menjadi pintu
masuk terorisme. Padahal ada puluhan ribu Rohis di seluruh negeri ini
mengingat total jumlah SMP, SMU dan SMK di negeri ini lebih dari 40.000
sekolah. Jika kesimpulan dalam info grafis itu benar, tentu sudah lahir
puluhan ribu alumni Rohis yang terlibat teror. Nyatanya, jumlah mereka
tidak lebih dari hitungan jari.
Kenyataan lain, ada satu dua pelaku teror adalah desertir TNI atau
Polri, sungguh ngawur jika dilontarkan kesimpulan bahwa TNI atau Polri
menjadi salah satu pintu masuk terorisme. Sama halnya, jika ada koruptor
yang lulusan suatu universitas, tentu akan sangat ngawur jika dikatakan
universitas itu menjadi tempat persemaian koruptor.
Meskipun tampak jelas logika yang dipakai itu merupakan suatu bentuk
sesat pikir, toh tetap saja dipakai bahkan bukan hanya dalam kasus
tuduhan atas Rohis itu. Sesat pikir yang sama juga terjadi dalam program
kontra terorisme. Ketika, pelaku teror menggunakan ungkapan jihad,
menggunakan istilah syariah Islam dan khilafah, menentang Amerika dan
Barat, dsb, lantas disimpulkan bahwa jihad adalah pemicu terorisme, dan
siapa pun yang menyuarakan syariah Islam dan khilafah serta menentang AS
dan Barat berarti turut mempromosikan terorisme.
Sesat pikir generalisasi itu ketika digunakan akan sangat berbahaya dan berdampak luas. Pertama, pasti jadi ada tindakan-tindakan tertentu dari pemerintah atau pihak keamanan untuk mengawasi Rohis. Kedua, pihak
sekolah bisa terdorong untuk melarang atau setidaknya membatasi Rohis,
padahal keberadaan Rohis sangat positif dan berguna juga bagi pihak
sekolah. Ketiga, orang tua akan bisa sangat mungkin melarang anaknya untuk aktif di Rohis.
Rohis Persemaian Keshalihan
Tuduhan Rohis menjadi pintu masuk rekrutmen terorisme itu jelas
sangat berbahaya. Sebab suatu kegiatan yang sangat positif kemudian
dihindari. Padahal keberadaan Rohis itu justru sangat diperlukan saat
ini. Sebab saat ini banyak masalah yang mengintai siswa SMP dan SMU,
seperti masalah tawuran, narkoba, seks bebas dan sebagainya.
Komisi Perlindungan Anak (KPA) mencatat, enam bulan pertama tahun
2012 ini saja ditemukan 139 kasus tawuran antar pelajar. Sebanyak 12
pelajar tewas dan sisanya luka berat dan ringan. Angka tersebut
meningkat dibandingkan periode sama pada tahun 2011, yaitu 128 kasus
tawuran. Kasus paling akhir adalah tawuran antar siswa SMU 6 dan SMU 70
Jakarta yang menewaskan Alawy siswa SMAN 6 Jakarta pada 24 September
lalu.
Kasus Narkoba di kalangan pelajar juga terus meningkat dan makin
membuat miris. Menurut data Badan Narkotika Nasional DKI, tercatat pada
2011, kasus narkoba yang menjerat SMP sebanyak 1.345. Pada tingkat SMA,
3.187 pelajar terancam rusak masa depannya karena barang haram ini
(Republika.co.id, 26/5). Sementara itu secara nasional, hasil survei BNN
menunjukkan, prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar
mencapai 4,7% dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695
orang (MICOM, 19/2/2011).
Masalah remaja pun makin runyam dengan makin maraknya seks bebas di
kalangan remaja. Banyak survei memberi bukti. Akibatnya. angka aborsi di
kalangan remaja tinggi. Total dari 2008 – 2010 jumlahnya sebanyak 2,5
juta kasus. Mirisnya, berdasarkan data yang dimiliki Komnas PA, dari 2,5
juta kasus aborsi, sebanyak 62,6 persen dilakukan anak di bawah umur 18
tahun.
Masih ada sederet masalah lain mengancam remaja termasuk siswa SMP
dan SMU. Di tengah situasi semacam itu, justru muncul tuduhan tentang
Rohis itu. Padahal, Rohis justru sangat diperlukan dan sangat mendukung
upaya menyelesaikan segala problem itu.
Mengomentari maraknya tawuran antar pelajar, Kapolda DKI Untung S
Rajab, mengatakan, “Paling tidak ada tiga aspek yang harus dimiliki,
yaitu knowledge, keterampilan dan moral. Sumber moral adalah agama
(Merdeka.com, 25/9). Di sekolah umum, Rohis lah wadah para siswa memupuk
moralitas itu dengan mempelajari Islam dan mempraktekkannya, satu hal
yang sulit atau hampir mustahil bisa diwujudkan melalui pelajaran agama
di sekolah yang hanya dua jam seminggu. Maka sungguh aneh jika muncul
tuduhan dan opini yang bisa mendorong Rohis dihambat, diawasi bahkan
dilarang.
Sebaliknya, yang semestinya, keberadaan Rohis dan kegiatannya harus
didukung, diberi ruang dan difasilitasi. Para orang tua pun semestinya
justru mendorong anaknya aktif di kegiatan Rohis, bukan sebaliknya.
Bahkan untuk menyelesaikan berbagai masalah remaja yang ada, salah satu
cara yang efektif adalah melalui pembinaan Rohis secara intensif. Itu
artinya adalah kembali kepada ajaran Islam. Al-Quran sendiri menegaskan,
ketika tampak jelas berbagai kerusakan, maka solusinya hanyalah kembali
kepada Islam, kembali kepada Syariah.
] ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ [
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (TQS ar-Rum [30]: 41)
Wahai Kaum Muslim
Tuduhan diatas disadari atau tidak adalah bagian dari ekspresi phobi
terhadap Islam dan bagian dari upaya untuk memadamkan cahaya Islam yang
hanya pantas dilakukan oleh kaum kafir. Namun hal itu pasti gagal.
Firman Allah SWT:
] يُرِيدُونَ
أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا
أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ [
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak
menyukai. (TQS at-Tawbah [9]: 32)
Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar
Apa kejahatan yang paling masif dan terstruktur serta membahayakan
bangsa? Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, punya jawabannya, yaitu
korupsi. 40 juta penduduk miskin Indonesia jadi korban korupsi, makin
melarat kehidupannya secara ekonomi dan budaya. (Republika.co.id, 25/9)
- Korupsi menelan korban lebih banyak dari “terorisme”, jika terorisme diperangi bersama mestinya semua pihak serius melenyapkan korupsi.
- Korupsi di negeri ini, akar masalah atau “produsen”nya adalah sistem politik demokrasi yang mahal dan ideologi kapitalisme yang mengajarkan kerakusan dan asas manfaat
- Jika serius lenyapkan korupsi, campakkan dahulu sistem politik demokrasi dan ideologi kapitalisme yang menjadi induknya. Berikutnya terapkan syariah Islam secara total dalam bingkai Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Posting Komentar untuk "Rohis : Persemaian Keshalehan Bukan Sarang Teroris"