APEC (Alat Penjajahan Ekonomi Capitalis): Indonesia Lebih Banyak Buntung daripada Untung!!
[Al-Islam edisi 674] Pertemuan APEC tahun ini diselenggarakan di Bali 1-8 Oktober. KTT APEC ini mengusung tema “Resilient Asia Pacific, Engine of Global Growth (Asia Pasifik yang Tangguh sebagai Mesin Pertumbuhan Global)” dengan tiga prioritas: Pertama, attaining the Bogor Goals yaitu perluasan perdagangan dan investasi, serta reformasi struktural. Kedua, sustainable Growth with Equity, dengan fokus pada daya saing global UKM, inklusi finansial, ketahanan pangan dan kesehatan. Ketiga, promoting connectivity dengan
fokus pada isu konektifitas fisik termasuk pengembangan dan investasi
infrastruktur dan konektifitas kelautan, konektifitas institusional dan
konektifitas antar orang.
Inti dari misi APEC adalah mewujudkan secara penuh liberalisasi dan
fasilitasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. Misi itu
sudah diusung selama 24 tahun sejak dibentuk pada 1989.
Capaian Makro
Selama ikut APEC ekonomi Indonesia juga tumbuh cukup tinggi. Ketika
menyampaikan RAPBN 2014 (16/8/2013) presiden SBY mengklaim sejumlah
capaian ekonomi 2004-2013 (republika.co.id, 16/8/2013). Ekonomi
Indonesia periode 2004-2009 rata-rata tumbuh 5,5 persen per tahun. Pada
periode 2009 sd Juni 2013, ekonomi tumbuh rata-rata 5,9 persen per
tahun.
PDB Indonesia meningkat dari US$ 1.177 per kapita, pada 2004, menjadi
US$ 2.299 per kapita pada 2009, dan naik lagi menjadi US$ 3.592 per
kapita pada 2012. Pada periode yang sama angka pengangguran terbuka
turun dari 9,86 persen pada 2004 menjadi 5,92 persen pada Maret 2013.
Dan berikutnya angka kemiskinan pun turun dari 16,66 persen atau 37,2
juta orang pada 2004 menjadi 11,37 persen atau 28,07 juta orang pada
Maret 2013.
Data BPS, pendapatan nasional tiga tahun terakhir meningkat tajam,
dari Rp 5.718,35 triliun tahun 2010, lalu Rp 6.660,23 triliun tahun 2011
dan berikutnya Rp 7.544,15 triliun tahun 2012. Pendapatan perkapita
2000-2012 naik drastis, yakni Rp 6,12 juta tahun 2000, Rp 9,16 juta
tahun 2004, Rp 18,77 juta tahun 2008, Rp 23,76 juta tahun 2010 dan naik
menjadi 30,52 juta tahun 2012. Artinya, tahun 2012 tiap orang penduduk
berpenghasilan Rp 2,5 juta perbulan. Semua angka itu mengindikasikan
rakyat Indonesia makin makmur. Benarkah?
Hanya Capaian Semu
Nyatanya, angka-angka di atas sekadar capaian makro yang lebih
bersifat semu. Fakta dan data pada tataran riil justru menunjukkan
negeri ini lebih banyak buntungnya.
Faktanya masih ada 28,07 juta lebih orang yang miskin, dengan
kriteria pengeluaran kurang dari Rp 259.520 per orang perbulan. Bahkan
data lain lebih tinggi. Menurut data Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di bawah koordinasi Wapres, jumlah
orang miskin di Indonesia tahun 2012-2013 mencapai angka 96 juta jiwa.
Angka ini naik signifikan dari angka 76,4 juta jiwa di tahun sebelumnya
(lihat, nasional.kontan.co.id, 17/01/2013). Sementara itu jumlah
keluarga miskin yang mendapat jatah raskin sebanyak 15,5 juta rumah
tangga atau 62 juta orang (asumsi, satu rumah tangga terdiri dari empat
orang).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi lebih banyak dinikmati kelompok kaya.
Ekonomi tumbuh disertai naiknya kesenjangan pendapatan. Hal ini bisa
dilihat dari naiknya rasio gini (diukur 0-1, makin tinggi artinya
kesenjangan pendapatan makin tinggi). Berdasarkan data BPS, angka rasio
gini terus naik dari 0,32 tahun 2002, 0,357 tahun 2009, 0,38 tahun 2010
dan tahun 2012 naik menjadi 0,41. Angka terakhir ini artinya, 40 persen
penduduk dengan pendapatan terendah hanya menikmati 16,88 persen dari
total pendapatan, sementara 20 persen penduduk dengan pendapatan
tertinggi justru menikmati 48,94 persen dari total pendapatan. Artinya
separo dari total pendapatan nasional hanya dinikmati oleh 20 persen
penduduk.
Lebih Banyak Buntung
Liberalisasi perdagangan mengharuskan tarif impor berbagai komoditas
diturunkan bahkan dinolkan. Hambatan non tarif pun juga harus
disingkirkan. Konsekuensinya barang dari luar pun masuk mengalir deras
membanjiri pasar dalam negeri. Ini ditunjukkan oleh terus meningkatnya
angka impor hingga menimbulkan defisit perdagangan. Bahkan angka defisit
perdagangan tahun 2012 menjadi tertinggi sejak 1961.
Lonjakan impor itu terjadi hampir pada semua sektor, pertanian maupun
industri. Menurut data Kementerian Pertanian, nilai impor pertanian
pada 2004 baru sekitar USD 5 miliar, lalu menjadi USD 5,2 miliar pada
2005, lalu menjadi USD 8,6 miliar pada 2007, dan melonjak menjadi USD
20,6 miliar pada 2011. Artinya selama 2004-2011 nilai impor pertanian
naik empat kali lipat.
Di sisi lain, liberalisasi mengharuskan pengurangan bahkan pencabutan
berbagai subsidi bagi petani. Para petani dan produsen pertanian pun
kedodoran dan kalah bersaing dengan produk pertanian dari luar yang
harganya murah. Impor pertanian pun terus membengkak dan ketergantungan
kepada pangan impor makin besar, seperti dalam kasus kedelai, kacang
merah, jagung, daging sapi, sayuran, produk hortikultura bahkan singkong
dan garam.
Dalam sektor industri, banyak industri dalam negeri yang tidak bisa
bersaing dengan produk luar yang terus membanjiri pasar dalam negeri
dengan harga lebih murah. Akibatnya banyak perusahaan terpaksa gulung
tikar dan tutup. Menurut data BPS tentang Jumlah Perusahaan Menurut Sub
Sektor 2001-2010, dari tahun 2006-2010 jumlah perusahaan makanan dan
minuman turun dari 6.615 menjadi 5.579 (sebanyak 1.036 perusahaan
lenyap); perusahaan tembakau turun dari 1.286 tahun 2006 menjadi 978
tahun 2010 (308 perusahaan lenyap); perusahaan tekstil turun dari 2.809
tahun 2006 menjadi 2.585 tahun 2010 (224 perusahaan lenyap); perusahaan
pakaian jadi turun dari 3.256 tahun 2006 menjadi 1.968 tahun 2010 (1.288
perusahaan lenyap). Dan secara total sebanyak 6.123 bermacam perusahaan
lenyap (29.468 perusahaan tahun 2006 menjadi 23.345 perusahaan tahun
2010). Lenyapnya 6.123 perusahaan, termasuk di antaranya perusahaan
padat karya seperti tembakau, makanan dan minuman, tekstil, pakaian
jadi, dsb, tentu mengakibatkan puluhan atau ratusan ribu bahkan jutaan
orang kehilangan pekerjaan, dan berikutnya keluarga mereka jutaan bahkan
puluhan juta orang juga kesulitan.
Makin Dikuasai Asing
Liberalisasi investasi mengharuskan pintu investasi asing dibuka
selebar-lebarnya, kepemilikan asing atas usaha di dalam negeri dan
bidang usaha untuk investasi asing tidak boleh dibatasi. Dalam UU
Penanaman Modal No. 25/2007, modal asing dan modal dalam negeri
diperlakukan sama. UU ini memfasilitasi penguasaan lahan dalam bentuk
Hak Guna Usaha (HGU) hingga 95 tahun. Padahal zaman Agrariches Wet-nya
kolonial Belanda penggunaan tanah oleh swasta hanya dibolehkan hingga 75
tahun.
Sementara berdasarkan daftar negative investasi yakni Perpres 36
Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha
Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, hampir
seluruh sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, migas, keuangan
dan perbankkan boleh dikuasai oleh modal asing secara mayoritas bahkan
hingga 95 %.
Akibatnya, perekonomian negeri ini sebagian besar dikuasai asing.
Asing menguasai sebagian besar industri migas, perbankan, manufaktur,
dsb. Bahkan banyak perusahaan dalam negeri akhirnya dikuasai asing.
Sebagian besar kebutuhan hidup di negeri ini dikuasai asing. Mulai
air minum dalam kemasan dari Pure Life Nestle perusahaan Swiss dan Aqua
yang dikuasai Danone Perancis; kecap Cap Bango dan Teh Sariwangi
dimiliki Unilever Inggris; Susu SGM milik Sari Husada 82% sahamnya
dikuasai Numico Belanda; sabun Lux, Pepsodent dan aneka shampo dikuasai
Unilever, Inggris. Beras impor dari Thailand dan Vietnam, gula impor
dari Meksiko dan India. Motor/mobil dari perusahaan Jepang, Cina, India,
Eropa atau Amerika. Segala macam peralatan elektronik, komputer, ponsel
buatan perusahaan Jepang, Korea, atau Cina. Operator telepon mayoritas
dikuasai asing baik Indosat, XL, Telkomsel. Belanja? Carrefour punya
Perancis, Alfamart 75% sahamnya punya Carrefour; Giant dan Hero dikuasai
Dairy Farm International, Circle K dari Amerika dan Lotte dari Korsel.
Beberapa Bank (BCA, Danamon, BII, dan Bank Niaga) sudah milik asing
meski namanya masih Indonesia. Bangun rumah pakai semen: Tiga Roda
Indocement milik Heidelberg, Jerman (61,70%), Semen Gresik milik Cemex
Meksiko dan Semen Cibinong milik Holcim (Swiss).
Wahai Kaum Muslimin
Jalan semua itu dibuka lebar oleh kebijakan liberalisasi ekonomi,
perdagangan dan investasi yang diusung langsung oleh forum APEC. Semua
anggotanya harus mengikuti dan memenuhi semua yang digariskan dalam
forum APEC yang tentu lebih ditentukan oleh negara maju. Maka secara
langsung APEC adalah jalan penguasaan asing atas negeri ini khususnya di
bidang ekonomi. Tak terkecuali ajang APEC kali ini, disinyalir akan
dilakukan penandatanganan perpanjangan kontrak Freeport. Sekaligus APEC
juga menjadi pintu kontrol untuk mengarahkan kebijakan ekonomi dan
kebijakan lainnya yang terkait.
Maka APEC secara langsung memberikan jalan kepada kaum kafir untuk
menguasai negeri ini dan penduduknya yang mayoritasnya muslim. Ini jelas
perkara yang tidak dibenarkan, sebab Allah SWT berfirman:
وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman (TQS an-Nisa’ [4]: 141)
Maka semua itu harus segera diakhiri. Hal itu tidak bisa terwujud
selama sistem kapitalisme yang melahirkan dan memelihara APEC tetap
dipertahankan. Karena itu, sistem kapitalisme ini harus segera
dicampakkan. Hal itu hanya akan terwujud melalui penerapan syariah Islam
secara total di bawah sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar
Pihak Gedung Putih AS memerintahkan seluruh kantor pemerintahan
berhenti beroperasi setelah pihak Kongres tidak menyetujui anggaran baru
hingga batas waktu yang ditentukan. Ini karena pihak legislatif tidak
menyetujui anggaran baru, yang isinya antara lain menaikkan batas utang
pemerintah sehingga bisa menjalankan negara. Saat ini, kas pemerintah AS
menipis karena tidak diperbolehkan menambah utang, untuk menjalankan
sejumlah program baru Presiden Barack Obama. (finance.cetik.com, 1/10)
- Solusinya bisa diduga: Kongres setuju menaikkan plafon utang. Itu artinya pencetakan dolar baru, dampaknya akan dirasakan oleh seluruh dunia karena terkait melalui dolar.
- Bukti bahwa Amerika yang dianggap perekonomian terkuat di dunia, ternyata sangat rapuh. Sekaligus bukti betapa bobroknya sistem kapitalisme yang dianut Amerika, karenanya tidak layak dicontoh dan harus segera dicampakkan.
- Saatnya umat segera kembali kepada penerapan syariah secara total di bawah sistem Khilafah Rasyidah.
Posting Komentar untuk "APEC (Alat Penjajahan Ekonomi Capitalis): Indonesia Lebih Banyak Buntung daripada Untung!!"