Renungan Akhir Tahun 2009

[Al-Islam 487] Tahun 2009 adalah tahun
Pemilu. Dalam Pemilu Legislatif Partai
Demokrat keluar sebagai pemenang,
disusul berturut-turut Golkar, PDI-P, PKS,
PAN, PPP, PKB, Gerindra dan Hanura.
Pemilu memang menghasilkan pergantian
orang di DPR; sekitar 70% anggota DPR
periode 2009-2014 adalah orang baru.
Namun, DPR baru itu tetap didominasi
oleh partai-partai lama yang sekular.
Karena itu, umat Islam yang mayoritas di
negeri ini tentu tidak bisa banyak berharap
bahwa DPR baru ini akan berpihak pada
kepentingan umat. Jangan berharap,
misalnya, DPR baru akan banyak
menerbitkan UU yang sesuai dengan
syariah, meloloskan peraturan yang
melarang aliran-aliran sesat seperti
Ahmadiyah dan sebagainya. Yang bakal
terjadi adalah seperti DPR periode lalu.
Mereka akan banyak memproduksi UU
sekular yang notabene bertentangan
dengan syariah. Hal itu pun sudah bisa
dilihat dari penyusunan Prolegnas 2010. Di
dalamnya beberapa UU yang
“ bermasalah” seperti UU Rahasia Negara
justru menjadi prioritas.
Adapun dalam ajang Pilpres, pasangan
SBY-Boediono menjadi jawaranya. Dalam
kampanye, pasangan pemenang ini
menjanjikan pengentasan kemiskinan
melalui dua jalur. Pertama: meningkatkan
ekonomi yang meliputi pertumbuhan,
sektor riil, investasi, revitalisasi pertanian
dan ekonomi pedesaaan. Kedua: campur
tangan Pemerintah melalui Bantuan
Langsung Tunai (BLT), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri dan mendorong usaha mikro.
Rakyat pun berharap, kabinet baru
dibentuk untuk memenuhi janji-janji itu.
Namun, rakyat agaknya kembali harus
gigit jari. Nyatanya, para menteri,
khususnya bidang ekonomi, terutama pos
yang berkait langsung dengan sektor riil,
banyak diisi dari hasil kompromi politik.
Masyarakat juga harus sudah bersiap
untuk kembali menelan kekecewaan.
Pasalnya, kabinet yang baru ini tetap
kental dengan corak neoliberal. Hal itu
terlihat dari komposisi kabinet yang masih
diisi oleh orang-orang yang dikenal
sebagai bagian dari neolib; mereka bahkan
menduduki posisi kunci.
Di sektor keuangan, Indonesia menjadi
negara yang tidak pernah merdeka dari
jeratan hutang. Pada Desember 2003
posisi hutang Indonesia adalah Rp 1.275
triliun. Menurut data Dirjen Pengelolaan
Utang Departemen Keuangan, sampai Juli
2009, jumlah total utang pemerintah
pusat adalah Rp 1.585 triliun atau setara
dengan US$ 159,87 miliar; terdiri dari
pinjaman luar negeri sebesar Rp US$
62,99 miliar dan Surat Berharga Negara
(SBN) sebesar US$ 96,87 miliar. Artinya,
hanya dalam kurun empat tahun
pemerintahan SBY-JK hutang negara naik
lebih dari 300 triliun, yakni naik sekitar Rp
75 triliun pertahun. Inilah “prestasi
hutang” terbesar dari pemerintahan SBY-
JK.
Akibatnya, dalam APBN 2009
pembayaran bunga hutang mencapai Rp
109,59 triliun. Ini baru bunganya, belum
pokoknya. Bandingkan dengan anggaran
untuk sektor yang menyangkut hajat
hidup rakyat banyak seperti pertanian (Rp
8 triliun), pendidikan (Rp 62 triliun),
kesehatan (Rp 20 triliun) atau kementerian
lingkungan hidup (Rp 376 miliar). Yang
lebih ironis, program BLT yang diklaim
sebagai program hasil rancangan
Pemerintah Indonesia ternyata ini adalah
"program Bank Dunia dan didukung oleh
Asian Development Bank dan Jepang",
(Media Indonesia, 15/6/2009).
Lalu bagaimana ke depan? Jika selama
kampanye dijanjikan program BLT akan
dilanjutkan, nyatanya di dalam APBN 2010
anggaran untuk BLT tidak ada. Subsidi
obat generik yang pada APBN-P 2009
besarnya Rp 350 miliar, pada APBN 2010
dihapus. Subsidi pangan dianggarkan 11,4
triliun menurun dari Rp 12,987 triliun pada
APBN-P 2009. Jumlah itu diperkirakan
hanya cukup untuk melaksanakan
program raskin 15 kg perbulan bagi 17,5
juta rumah tangga sasaran (RTS) selama
10 bulan. Subsidi pupuk yang di APBN-P
2009 sebesar Rp 18,43 triliun dipangkas
Rp 7,13 triliun atau 38,68 % menjadi Rp
11,3 triliun. Pada tahun 2010 harga pupuk
dipastikan akan naik.
Penderitaan rakyat itu masih ditambah lagi
dengan pengurangan subsidi listrik dari Rp
47,546 triliun (APBN-P 2009) menjadi Rp
37,8 triliun. Ironisnya, subsidi pajak
ditanggung Pemerintah (DTP) ditetapkan
sebesar Rp 16,9 triliun. Padahal selama ini
fasilitas fiskal itu lebih banyak dinikmati
oleh para pengusaha. Artinya, subsidi
untuk rakyat kecil dan miskin dipangkas,
sementara subsidi untuk orang kaya
begitu besar. Lebih ironis lagi dalam APBN
2010 dianggarkan Rp 115,594 triliun hanya
untuk membayar bunga utang saja yang
terdiri Rp 77,436 triliun untuk pembayaran
bunga utang dalam negeri dan sebesar Rp
38,157 triliun untuk pembayaran bunga
utang luar negeri.
Di sektor peradilan, akhirnya terkuak jelas
adanya mafia hukum dan peradilan. Hal
itu menjadi bukti bobroknya sistem
hukum dan peradilan yang ada. Banyak
koruptor yang mengemplang miliaran
bahkan puluhan miliar hanya dihukum
sebentar, bahkan tidak sedikit yang bebas.
Sebaliknya, hanya karena sepasang
sandal, sebiji semangka, tiga butir kakao,
setengah kilogram kacang dan hal sepele
lainnya, banyak rakyat negeri ini yang
divonis penjara.
Di sisi lain, Indonesia termasuk negara
paling korup di dunia. salah satu contoh
yang paling menyentak adalah Skandal
Bank Century. Dengan sejumlah rekayasa
dan ‘pat-gulipat’ peraturan dikucurkan Rp
6,7 triliun ke Bank Century. Jumlah itu bisa
dibelanjakan untuk mendirikan 6700
sekolah yang cukup bagus atau menggaji
200.000 guru selama setahun dengan gaji
Rp 2,8 juta setiap bulan.
Tahun 2009 juga menjadi tahun
bangkitnya kembali isu terorisme yang
diawali meledaknya bom di dua hotel
mewah Marriot dan Ritz Carlton pada 17
Juli 2009. Proyek global “war on
terrorism” yang dikomandoi AS seolah
menemukan momentumnya kembali.
Proyek itu hanyalah kedok untuk
menyerang Islam dan para pejuangnya.
Untuk itu Barat dan agen-agen mereka
melakukan pemetaan dan politik belah
bambu: yang satu diinjak, yang satu
diangkat. Yang dianggap radikal
fundamentalis mereka injak. Sebaliknya,
yang liberal dan moderat diangkat dan
dipromosikan.
Ke depan upaya deradikalisasi ideologi
radikal juga dilakukan, antara lain dengan:
(1) Pemberdayaan tokoh-tokoh moderat
agama untuk menyebarluaskan ajaran
moderat; (2) Interfaith dialogue (dialog
antariman); (3) Menyebarluaskan buku-
buku ajaran agama moderat; (4)
Kurikulum lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan yang moderat; (5) Kemitraan
dengan lembaga-lembaga kultural/budaya
untuk menyosialisasikan bahaya terorisme
serta menetralisasi radikalisme dan
budaya kekerasan (Disarikan dari bahan
Lokakarya Sespim 27/10/09: Kebijakan
Penanggulangan Terorisme di Indonesia,
oleh Ketua Desk Koordinasi
Pemberantasan Terorisme (DKPT) Irjen
(Purn) Pol. Drs. AnsyaadMbai).
Selain hal-hal penting di atas, sepanjang
tahun 2009 negeri yang oleh para
pujangga dulu disebut zamrud
khatulistiwa juga ditimpa banyak sekali
bencana berupa gempa bumi, banjir dan
tanah longsong. Namun demikian, meski
begitu banyak bencana, bangsa ini
tampaknya tidak juga mau segera tunduk
dan taat kepada Allah SWT. Buktinya
hingga kini masih sangat banyak larangan
Allah (riba, pornografi, kezaliman,
ketidakadilan, korupsi dan sebagainya)
dilanggar dan masih sangat banyak
kewajiban Allah (penerapan syariah, zakat,
‘ uqûbat, shalat, haji dan sebagainya) yang
tidak dilaksanakan. Pertanyaannya,
haruskah ada bencana yang lebih besar
lagi untuk menyadarkan bangsa ini agar
segera tunduk dan taat kepada Allah SWT
dengan menerapkan syariah-Nya secara
total dalam seluruh aspek kehidupan?
Akibat Sistem Bobrok dan Pemimpin Tak
Amanah
Jujur harus diakui, seluruh problem di atas
sepenuhnya terjadi akibat pemimpin/
rezim yang tidak amanah dan sistem
yang bobrok, yakni sistem Kapitalisme
dan Sekularisme. Karena itu, jika kita ingin
sungguh-sungguh lepas dari berbagai
persoalan di atas, kita harus memilih
sistem yang baik dan pemimpin yang
amanah. Sistem yang baik hanya
mungkin datang dari Zat Yang Mahabaik.
Itulah syariah Islam. Adapun pemimpin
yang amanah adalah yang mau tunduk
pada sistem yang baik itu.
Di sinilah sesungguhnya pentingnya untuk
terus menyerukan, "Selamatkan Indonesia
dengan Syariah." Karena hanya dengan
sistem yang berdasarkan syariah dan
dipimpin oleh orang amanah saja
Indonesia benar-benar bisa menjadi lebih
baik. Dengan sistem ini pula terdapat nilai
keimanan dan takwa dalam setiap aktivitas
sehari-hari yang akan membentengi tiap
orang agar bekerja ikhlas dan penuh
amanah.
Karena itu, diserukan kepada seluruh umat
Islam, khususnya mereka yang memiliki
kekuatan dan pengaruh seperti pejabat
pemerintah, para perwira militer dan
kepolisian, pimpinan orpol dan ormas,
anggota parlemen, para jurnalis dan tokoh
umat untuk berusaha dengan sungguh-
sungguh memperjuangkan tegaknya
syariah di negeri ini. Hanya dengan
syariah saja kita yakin bisa menyongsong
masa depan dengan lebih baik.
Sementara itu, untuk mewujudkan
kesatuan umat di seluruh dunia dan
penerapan syariah secara kâffah mutlak
diperlukan Khilafah. Dengan kesatuan itu,
umat akan menjadi kuat dan dengan
kekuatan itu segala penjajahan dan
kezaliman di Dunia Islam bisa diatasi
secara sepadan. Insya Allah.
Sebagai penutup, ada baiknya kita
merenungkan kembali firman Allah SWT:
] ْوَلَو َّنَأ َلْهَأ ىَرُقْلا
اوُنَمآ اْوَقَّتاَو اَنْحَتَفَل
ْمِهْيَلَع ٍتاَكَرَب َنِم
ِءاَمَّسلا ِضْرألاَو ْنِكَلَو
اوُبَّذَك ْمُهاَنْذَخَأَف اَمِب
اوُناَك َنوُبِسْكَي [
Jika penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi. Namun, mereka malah
mendustakan (ayat-ayat Kami itu). Karena
itu, Kami menyiksa mereka karena apa
yang mereka perbuat itu (QS al-A'raf [7]:
7)
KOMENTAR AL-ISLAM:
SBY Prihatin dengan Fenomena Fitnah
(yang ditujukan ke SBY dan PD, red.).
(Detik.com, 27/12/2009)
Ada yang lebih layak diprihatinkan: terus
dicampakknya hukum-hukum Allah SWT
serta tetap bercokolnya sistem dan rezim
sekular di negeri ini.

Posting Komentar untuk "Renungan Akhir Tahun 2009"