Khilafah Menyelesaikan Sengketa Tanah Hanya dalam Sehari

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Dalam kitab Qudhat Qurthubah, karya al-Khasyani, dituturkan, bahwa ada seorang pria yang tidak berdaya datang dari Cordoba kepada Qadhi ‘Amru bin ‘Abdillah, Qadhi Cordoba. Pria itu mengadukan kepadanya tentang beberapa pejabat Emir, Muhammad. Pejabat ini mempunyai posisi dan kedudukan penting, yang ketika itu dicalonkan menjadi gubenur di Madinah. Setelah itu, dia pun menjadi gubenur di Madinah. Pria itu datang kepadanya, “Wahai Qadhi kaum Muslim, si Fulan telah merampas rumahku.” Qadhi yang dimaksud berkata kepada pria tersebut, “Ambil saja, langsung.” Pria malang itu pun berkata, “Orang seperti saya, berjalan kepadanya untuk mengambilnya langsung? Saya tidak bisa menjamin keamanan diri saya terhadapnya.” Qadhi berkata kepadanya, “Ambillah langsung, sebagaimana yang saya perintahkan kepadamu.” Lalu, pria itu mengambilnya, kemudian membawanya menghadap Qadhi.

Hanya dalam satu jam, pria malang itu kembali, dan berkata, “Wahai Qadhi, saya telah mengajukannya kepada dia dari jauh, kemudian saya lari kepada Anda.” ‘Amru berkata kepadanya, “Duduklah, dia akan dipaksa.” Belum sempat menyelah, tiba-tiba ada pria datang dengan kendaraan mewah. Di depannya ada kesatria dan pengawal. Dia menyiapkan pelananya, lalu turun dari kendaraannya. Kemudian dia masuk masjid, mengucapkan salam kepada Qadhi dan semua yang duduk. Dia pun pergi begitu saja, dan menyandarkan punggungnya ke dinding masjid. Qadhi, ‘Amru bin ‘Abdillah, berkata kepadanya, “Berdirilah di sini, dan duduklah di depan orang yang memperkarakamu.” Orang itu berkata kepada Qadhi, “Semoga Allah memperbaiki kondisi Qadhi. Ini hanyalah masjid. Di sini, hanya ada satu majelis. Tidak ada bedanya, satu dengan yang lain.” ‘Amru berkata kepadanya, “Kalau begitu, berdirilah di sini, sebagaimana yang saya perintahkan kepadamu. Duduk di depan orang yang memperkarakanmu.” Ketika dia melihat keseriusan Qadhi, dia pun berdiri dan duduk di depannya. Qadhi pun menunjuk kepada pria yang malang tadi, agar dia duduk bersama-sama di depannya.

‘Amru bertanya kepada pria malang itu, “Apa yang ingin kamu katakan?” Dia menjawab, “Saya tegaskan, dia telah merampas rumahku.” Qadhi berkata kepada orang yang dituntut tadi, “Apa yang ingin kamu katakan?” Dia berkata, “Saya berkewajiban untuk mendidiknya terhadap sesuatu yang dituduhkan kepada saya, sebagai rampasan.” Qadhi menjawab, “Kalau itu disampaikan kepada orang salih, yang berkewajiban untuk mendidik, sebagaimana yang kamu katakan, tetapi untuk orang yang dikenal sebagai perampas, jelas tidak.” Qadhi berkata kepada para pengawal yang ada di depannya, “Pergilah bersamanya, dan serahkanlah barangnya. Jika harus dikembalikan, maka kembalikan rumah itu kepadanya. Jika tidak tidak, kembalikan kepadaku, atau urusannya saya laporkan kepada Emir –semoga Allah memperbaiki urusannya. Saya akan laporkan kezaliman dan tindakannya mengulur-ulur.” Dia pun keluar bersama para pengikutnya. Tidak ada sejam, pria malang itu kembali bersama pengikut orang tadi. Pria malang itu berkata kepada Qadhi, “Semoga Allah membalas kepada untuk Anda karena kebaikan Anda pada saya. Dia benar-benar telah mengembalikan rumahku.” Qadhi berkata, “Pergilah dengan baik-baik.”

Fakta ini membuktikan, bahwa seorang Qadhi benar-benar mempunyai wibawa dan pengaruh, dan independen. Semua orang berkedudukan sama di depan hukum, tidak ada bedanya antara yang kuat dan lemah, serta kaya dan miskin. Fakta ini juga membuktikan, bahwa proses pengadilan dalam Islam sangat cepat, dimana hanya dalam sehari sengketa rumah dan tanah tersebut bisa diselesaikan. Rumah dan tanah tersebut berhasil dikembalikan pada hari yang sama.[]

Posting Komentar untuk "Khilafah Menyelesaikan Sengketa Tanah Hanya dalam Sehari"