KONTRAVERSI PERDA MIRAS, MENDAGRI KURANG KERJAAN!

Tautan

Oleh : Harits Abu Ulya

Dalam rapim MUI bersama Pimpinan Ormas Pusat, SABTU 14 Januari 2012; 10.00 WIB-13.00 WIB. Merespon langkah Kemendagri melakukan evaluasi terhadap Perda Miras, menghasilkan beberapa kesimpulan setelah diskusi dan kesimpulan tersebut menjadi isi dari pernyataan bersama antara MUI Pusat dan Pimpinan-pimpinan Ormas di Pusat. Ada fakta yang perlu di pahami terlebih dahulu agar penyikapannya "cerdas" tidak emosional:

1. Ada beberapa daerah (kotamadya/kabupaten) yang memiliki produk perundang-undangan dalam bentuk PERDA, ada sekitar 9 daerah. Dan itu dalam kaca mata "demokrasi" adalah produk legal karena lahir dari mekanisme demokrasi.

2. Memang benar adanya; berdasarkan surat klarifikasi dari Mendagri yang bernomor: 188.34/4561/SJ, pertanggal 16 November 2011,intinya berisi surat perintah dari Kemendagri kepada pemda setempat untuk menghentikan pelaksanaan Peraturan Daerah (terkait perda anti miras), dan selanjutnya segera pemda untuk mengusulkan proses pencabutan kepada DPRD.

3. Dari beberapa daerah yang memiliki perda anti miras, berdasarkan penulusaran yang kita lakukan ternyata surat perintah tersebut baru dikirim ke Pemda Indramayu, daerah seperti Pamekasan, Maros-Sulsel dan lainya belum menerima surat perintah tersebut.

4. Adanya Kepres Nomer 3 Tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol. Produk orde baru terkait minuman keras, dan satu-satunya regulasi yang berbicara tentang Miras di Indonesia.

5. Adanya fakta reaksi umat Islam yang "keras", sementara kurang proporsional memahami fakta dan kemungkinan konspirasi/pat gulipat dari isu miras ini.

Dalam diskusi terbatas yang saya lakukan dengan KH.Ma'ruf Amin (pimpinan rapat/pimpinan komisi Fatwa MUI Pusat) setelah Rapim usai berkaitan dengan fakta-fakta tersebut fokus kepada beberapa point (termasuk yang sudah saya usulkan saat rapim) adalah sebagai berikut:

1. Langkah mendagri kurang kerjaan, dalam koridor demokrasi memang benar Mendagri punya kewenangan untuk evaluasi produk hukum (Perda) yang menyangkut kewenangannya. Seperti contoh Depkeu sudah membatalkan ribuan Perda yang berkaitan restribusi. Namun demikian jika dilihat urgensitasnya langkah Mendagri sudah tidak proporsional dan kelewat batas. Isi perda adalah aspirasi umat dan itupun legal dalam mekanisme demokrasi (versi mereka). Dan sangat tidak bermartabat dengan cara mengeluarkan surat perintah penghentian implementasi dari Perda anti miras dan meminjam tangan Pemda setempat agar mengusulkan Perda tersebut di cabut.

2. Jika Mendagri mendasarkan argumentasinya dengan Kepres nomer 3 tahun 1997, ini lebih konyol lagi. Seharusnya dia bekerja untuk bisa mencabut Kepres tersebut, dan itu produk rezim orba yang dipakai untuk melindungi para berandal pebisnis minuman keras yang ada diseputar kekuasaan. Bukan malah sebaliknya, langkahnya berusaha untuk mengamputasi Perda.

3. Umat juga perlu waspada, dengan surat perintah Mendagri baru ke Pemda Indramayu ini mengindikasikan adanya "tester" untuk melihat respon masyarakat terhadap langkah mendagri. Dan ini sekaligus melahirkan tanda tanya kenapa demikian? maka, respon yang tidak proporsional terhadap isu pencabutan perda miras bisa melahirkan blunder. Blunder pertama; bisa memunculkan pihak yang menjadi folower dari isu miras dan akhirnya mampu melakukan pengalihan dari isu yang lebih besar yang mengancam status quo, seperti kasus Century gate, Wisma Atlet dll. Blunder kedua; sikap emosional bukan sikap cerdas dan merespon isu miras perlu langkah soft power, sekalipun tekanan-tekanan riil dalam wujud aksi juga penting agar pemerintah tidak mempermainkan nasib umat ini.

4. Perlu (mungkin) regulasi dalam bentuk UU anti miras, dan ini yang di sepakati oleh MUI dan sekaligus mendorong dan memberi dukungan agar pemda&DPRDnya tetap mempertahankan Perda anti miras yang ada. Justru tinggal menjadikan Perda adalah basis untuk mendorong lahirnya UU Anti miras. Dan ini butuh waktu.

5.Dan umat harus sadar, inilah negeri kalau dikelola dengan sistem demokrasi-sekuler...blunder demi blunder melilit kehidupan umat Islam. Standar penentuan hukum tidak lagi halal-haram tapi asas manfaat.

Pada sesi terakhir saya memwakili pimpinan HTI harus tanda tangan di pernyataan bersama untuk mengecam dll atas langkah kemendagri yang merekayasa dalam bentuk membatalkan pelaksanaan perda dan rekayasa mencabut perda. Aneh menteri muslim tapi lebih takut dengan Kepres nomer 3 tahun 1997, dibanding takut kepada Allah swt dan hisabnya kelak..kenapa hukum thogut lebih dia taati dibanding hukum Allah swt yang telah menghidupkan dia.Negara tidak dipimpin oleh orang yang amanah dengan visi mencerdasakan kehidupan bangsa, tapi malah sebaliknya membuat MABUK anak-anak bangsa. Lucunya negeri Indonesia ini.....saatnya REVOLUSI!


Moga sharing informasi ini manfaat.

wassalam

HAU

Sumber : Harits Abu Ulya

1 komentar untuk "KONTRAVERSI PERDA MIRAS, MENDAGRI KURANG KERJAAN!"

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus