Pemimpin Partai Politik : Antara Syahwat Kekuasaan dan Kemaluan
Jakarta Bangsa
dan rakyat Indonesia harus berterima kasih dan memberikan apresiasi
serta penghargaan kepada seluruh pimpinan KPK, Abraham Samad, Bambang
Widjojanto, Busyro Muqaddas, serta Pandu Praja yang telah menelanjangi
topeng para pemimpin partai politik.
Para pimpinan KPK sudah menunjukkan
integritas, komitmen, dan keberaniannya, melakukan pencegahan, dan
penindakan terhadap para pelaku korupsi, yang umumnya para tokoh dan
pimpinan partai politik di Indonesia. Ini tidak mudah. Karena, KPK
sendiri dipilih dan lahir dari DPR, yang notabene DPR menjadi
perpanjangan tangan partai politik.
Bisa dibayangkan kalau tidak ada lembaga
KPK, dan lembaga KPK ini lemah, dan terdiri dari para tokoh yang tidak
berintegritas, tidak memiliki komitmen, serta orang-orang yang tidak
bernyali? Pasti negeri ini akan lebih cepat menuju jurang kehancuran.
Sebab, negara dan bangsa ini,
perlahan-lahan menuju jurang kehancuran, akibat korupsi, dan para
pelakunya justeru para pemimpin partai politik. Bukan siapa-siapa. Para
pemimpin partai politik yang menjadi pilar politik negara, menggerogoti
negara dengan korupsi. Menggerogoti dengan segala kejahatannya, dan
tanpa ada malu.
Diantara para pemimpin partai politik
itu, mereka dengan sadar dan paham, tindakannya. Bukan mereka tidak
mengerti dan paham atas tindakan yang sangat terkutuk, dan tidak lagi
memiliki moral alias melakukan moral hazard.
Sejatinya mereka itu tidak lain para
penipu dan pendusta terhadap rakyat. Mereka bertopeng seakan mereka
menjadi pembela rakyat. Mereka bertopeng seakan menjadi manusia mulia.
Tetapi, sejatinya mereka itu, hanyalah para penjahat, yang
berpura-berpura, sebagai manusia-manusia mulia. Mereka memiliki hiden
agenda (agenda terselubung), menghancurkan kehidupan rakyat dan bangsa.
Mereka manusia-manusia egois. Mereka
manusia-manusia tanpa hati nurani. Mereka manusia-manusia tamak, rakus,
dan tak pernah merasa cukup dengan segala yang telah mereka miliki dan
kecap. Selalu merasa kurang dan tidak puasl.
Sekalipun mereka di depan pengikutnya dengan sangat hebat ber-orasi dan ber-retorika sembari mengatakan "iyyaka na'budu wa iyyaki nasyta'in",
tetapi mereka tidak pernah menjadikan al haq (Allah Azza Wa Jalla),
sebagai satu-satunya yang diibadahi dan disembah serta ditaati, dan
mereka tidak pernah menjadikan al-haq (Allah Azza Wa Jalla) sebagai
satu-satu tempat bergantung dan meminta pertolongan.
Mereka hanya beribadah kepada syahwat
perut dan kemaluannya. Tidak kepada al-haq. Mereka dengan fasih
ber-orasi dan ber-retorika di depan para pengikutnya, dan berhasil
menyihir dan menipu para pengikutnya, tetapi mereka tidak akan pernah
bisa menipu terhadap diri mereka sendiri.
Mereka dengan kemahiran dan kecanggihan
berwacana berhasil mengelabuhi para pengikutnya dengan ungkapan
kata-kata, tetapi mereka itu secara tidak sadar telah membuka
topeng-topeng busuk mereka sendiri, dan yang sangat menjijikan.
Apa yang mereka sembunyikan itu,
akhirnya terpampang dengan telanjang bulat, bahwa sejatinya mereka itu
bukan pejuang dan penegak al-haq. Tetapi, mereka para pemuja syahwa
perut dan kemaluan, dan mereka menghalangi-halangi umat manusia kepada
kepada kebenaran (al-haq).
Mereka ingin menipu dan melakukan makar
terhadap al-haq (Allah Azza Wa Jalla), kemudian dibuka topeng mereka
sangat busuk itu. Allah Azza Wa Jalla menunjukkan siapa sebenarnya jati
diri mereka? Sampai seluruh rakyat dan bangsa ini mengetahui siapa
sebenarnya mereka itu? Tidak ada lagi tempat bersembunyi dan menutupi
kebusukannya.
Selama ini rakyat dan bangsa ini tidak
pernah tahu dan mengerti siapa sejatinya yang mengaku para pemimpin
partai politik itu? Rakyat selalu disuguhi janji dan retorika politik,
dan menggunakan kata-kata yang sangat menarik, dan membuat rakyat
menjadi terpikat dengan kata-kata mereka.
Para pemimpin partai pemuja kekuasaan
dan syahwat perut serta kemaluan, yang mengaku pemimpin yang maksum
(suci), ternyata mereka ini tak lebih, hanyalah pemimpin yang mesum.
Mesum pikirannya, hatinya, dan perbuatannya, dan tidak mampu menjaga
dirinya, dan terjerumus menjadi hamba perut dan kemaluan.
Mereka mengumpulkan harta dengan cara
tidak halal, dan bahkan menghalalkan yang diharamkan oleh Allah Azza Wa
Jalla. Sudah mirip dengan Yahudi yang menghalalkan yang diharamkan oleh
Allah Azza Wa Jalla. Sogok-suap serta korupsi sudah menjadi manhaj
(methode) atau jalan hidup mereka mendapatkan uang.
Sesudah mendapatkan uang dan menumpuk
harta, lalu mereka memuja syahwat kemaluan. Tidak aneh. Kalau ada tokoh
dan pemimpin partai yang meminta sogok uang dan pelacur, karena sudah
satu paket dalam dirinya. Karena mereka pemuja syahwat perut dan
kemaluan.
Tentu, para pemimpin partai politik itu,
bisa hidup dan terus menikkmati kehidupan, karena didukung para
pengikutnya yang taklid. Pengikutnya yang selalu, "pejah gesang nderek pemimpin" (hidup
dan matiku ikut pemimpin), benar-benar pemimpin dimanjakan. Segala
kesalahan yang sudah dilakukannya itu, sebagai sesuatu yang dimaklumi.
Bukan dosa.
Para pengikutnya terjangkit subhat
pemikiran. Pemikiran para pengikutnya sangat tergantung kepada para
pemimpinnya. Apa saja yang dikerjakan dan keputusannya, dianggap selalu
benar, dan pernah salah.
Para pemimpin mereka tidak pernah
berbuat salah. Para pemimpin mereka orang-orang yang maksum. Mereka
akan berbuat apa saja demi pemimpin mereka. Mereka memiliki loyalitas
yang sangat tinggi kepada pemimpin mereka.
Mereka menganggap selalu pemimpin mereka adalah orang-orang yang maksum (suci). Tidak pernah berbuat salah, maksiat, dan dosa.
Mereka tidak pernah mau mendengar,
betapa hiruk-pikuknya berita tentang pemimpin mereka, yang sudah menjadi
pesakitan. Sungguh luar biasa. Penghormatan yang tiada tara terhadap
para pemimpin partai politik.
Melihat kondisi ini sungguh sangat
berbahagia mereka yang menjadi pemimpin partai politik, dan akan selalu
dihormati, dipuja-puja, serta mendapatkan penghormatan dari para
pengikutnya, betapa mereka sudah terendam dalam lumpur kebobrokan,
akibat syahwat perut dan kemaluannya. Wallahu'alam (www.bringislam.web.id)
Posting Komentar untuk "Pemimpin Partai Politik : Antara Syahwat Kekuasaan dan Kemaluan"