World Muslimah Budaya Latah

Oleh: Naila Ridla, MSi
Penggiat CIIA Bidang Kajian Sosial Budaya
Di tengah
kontroversi penyelenggaraan Miss World di Indonesia, beberapa hari lagi
tepatnya tanggal 18 September akan diselenggarakan gelaran World
Muslimah di Balai Sarbini Jakarta. Sebuah ajang untuk memilih Wanita sebagai Duta Muslimah Sedunia. Seolah ajang World Muslimah digelar sebagai sebuah even tandingan Miss World. “Kalau orang barat bisa melombakan wanita, kenapa tidak dengan orang Islam.”
Mungkin ada yang berpikiran seperti itu sehingga muncullah ide untuk
mengadakan sebuah kontes bernama World Muslimah sejak tiga tahun lalu. Sangat kental dengan budaya latah dan apologisnya. Budaya ikut-ikutan, mengadopsi bahkan mengekor “sesuatu” yang datangnya dari luar Islam.
Berbeda
dengan kontes perempuan cantik sejagad yang mengusung penilaian 3B
(brain, beauty, behaviour), maka World Muslimah mempunyai kriteria 3S,
yakni soleha, smart, dan stylish.
Eka
Shanty, CEO dan pendiri World Muslimah, menuturkan dalam kompas.com 1
Agustus 2013, bahwa tahun ini menjadi tantangan besar buat yang terpilih
sebagai pemenang karena ada peran dan misi sosial yang diembannya yaitu
World Muslimah 2013 akan menjadi duta kemanusiaan, bukan sekadar duta
fashion saja. Jadi juga bergerak untuk gerakan kemanusiaan. Disampaikan Eka, ada lima misi sosial yang akan diemban oleh pemenang World Muslimah 2013.
Di antaranya berperan aktif membantu muslimah lain dalam kemudahan
memperoleh akses pendidikan, membantu mereka yang mengungsi dan
terlantar, serta membantu muslimah berpotensi besar tetapi tidak punya
kesempatan.
World Muslimah diklaim benar-benar berbeda dengan Miss World. Sebab peserta World Muslimah seratus persen orang Islam. Pakaian yang dikenakannya juga menutup aurat. Semua syari. Tapi benarkah?
Jika dilihat sejarahnya, setidaknya satu tahun lalu World Muslimah bernama “World Muslimah Beauty”.
Meski kata “beauty” sudah dihilangkan tetap saja sisi kecantikan secara
fisik tak bisa dipungkiri sebagai atribut utama yang dinilai.
Jadi yang tidak cantik, sumbing, gigi tak beraturan, pendek, pincang
tak mungkin bisa ikut ajang ini, meski hapal 30 juzz Alquran, hadits,
rajin sholat dan puasa serta berhijab sempurna sejak masa baligh.
Dari
sisi usia pun, hanya wanita muda di bawah 30 tahun yang secara kasat
sedang pada kondisi ” paling menarik” yang boleh mengikuti ajang ini. Lewat usia ini apalagi 40 tahun ke atas dan sudah menikah tak mungkin bisa jadi “World Muslimah”.
Dalam kontes ini juga digemborkan bahwa yang dicari adalah sosok muslimah yang sholeha, smart dan stylish (3S). Benarkah?
Bukankah kesholihahan seorang wanita itu mencakup seluruh pikiran,
ucapan dan perilakunya yang memiliki ketundukan totalitas pada Alloh SWT
sepanjang hidupnya? Amat sangat tak cukup hanya dinilai dari aktifitas mengaji bersama dan saat dalam masa karantina yang hanya beberapa hari.
Perlu tolak ukur yang jelas dan sesuai syariat. Bisakah seseorang
dikatakan sholehah sementara tindakannya justru melanggar hukum syara. Ikut ajang “World Muslimah” saja sudah bisa menggugurkan predikat “sholihah” pada dirinya. Mengapa? Kerena ia telah memilih dengan sadar memamerkan kecantikannya. Tidak layak seorang muslimah yang sholehah membanggakan dan melombakan kecantikan diri yang datangnya dari Sang Khalik. Cantik sama sekali bukan prestasi. Cantik hanyalah pemberian Alloh yang sewaktu-waktu bisa diambil kembali. Mungkin lewat kecelakaan atau kebakaran yang merusak wajah seseorang. Sunatulloh, Alloh menciptakan wanita ada yang lebih cantik, ada yang kurang cantik.
Lagipula jika benar “sholihah” pasti tahu bahwa Alloh memandang
seseorang itu “sholehah atau tidak” hanyalah berdasarkan taqwanya. Bukan cantiknya atau yang lain, apalagi menangnya pada kontes muslimah.
Bila
benar “sholeha” yang diusung, seharusnya dalam ajang world muslimah
tidak ada aksi lenggak-lenggok, runway di atas catwalk apalagi jalannya
pun diatur dengan koreografi, yang tentunya agar menarik perhatian. Lalu untuk apa hal itu tetap dilakukan? Dan apakah tindakan seperti itu menunjukkan sholiha?
Sementara ratusan pasang mata pria non muhrim bebas menatap lekat,
mungkin dengan penuh kekaguman atas benda yang bergerak indah nan cantik
bernama wanita. Pria normal manapun pasti merasa tertarik saat yang dipandangnya adalah makhluk yang menggoda mata.
Selain itu ketika berlenggak-lenggok, meski menutup aurat pasti peserta world muslimah bermake up, memakai lipstik dan wewangian. Ada tabaruj disana. Sesuatu yang terlarang dalam Islam, bersolek untuk dilihat pria asing selain suami atau mahrom.
Rosululloh SAW bersabda, “Seorang wanita yang mengenakan wewangian
kemudian melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang
dia pakai maka wanita tersebut adalah seorang pelacur [HR An Nasa’i,
Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al-Albani dalam “Shohibul Jami” no. 323 menyatakan bahwa hadits ini shohih.]
Wanita
mana saja yang berwangi-wangian lalu keluar, dan melewati satu kaum
sehingga mereka mencium baunya, maka wanita itu pezina, dan setiap mata
berbuat zina [HR An- Nasa’i ]. Dari kedua hadits ini rasanya tak mungkin ada muslimah yang mau dianggap pezina atau pelacur.
Berbicara tentang Smart, sejatinya darimana sebuah smart itu berasal? Dari Alloh yang Maha Pencipta yang telah menganugerahkan otak dan akal untuk berpikir, manusia hanya mengolah dan mengasahnya. Smart dalam Islam tak sekedar pintar dan cerdas saat menjawab berbagai macam pertanyaan. Tapi lebih dari itu, perlu pembuktian lewat cobaan dan ujian hidup yang teraplikasi dalam tindakan nyata.
Alloh SWT berfirman,” Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
(saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)
Smart juga perlu diaplikasikan melalui perilaku keseharian sebagai amalan yang ikhlas, ridho dan tidak riya. Bukan justru dipertontonkan dan ingin dinilai orang. Orang yang smart berpikir jauh ke depan, bahkan pada kehidupan setelah kematian. Orang smart akan mempersiapkan sebaik-baiknya agar selamat di akhirat setelah mati. Orang smart akan mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki tetap pada relNya. Dan world muslimah bukanlah jalan yang benar untuk pembuktian “smart” yang sesuai dengan Islam. Salah, terlalu dangkal dan sempit. Lalu smart seperti apa yang diusung oleh world muslimah? Bukankah wanita “smart” itu mahal? Tak mungkin rela melakukan perbuatan yang justru dilarang Alloh. Mempertontonkan kecantikan, kepintaran agar dikagumi orang lain, pria khususnya. Memamerkan diri untuk dinilai dewan juri, yang pasti ada lelakinya. Karena itu sama saja merelakan diri dibenci dan dilaknat Alloh. Wanita “smart” tak mungkin mau memilih jalan world muslimah. Ternyata “smart ala World Muslimah” hanya sebuah “lipstik”.
Stylish
yang dijadikan kriteria di kontes ini adalah tentang gaya hidup Islam,
yang meliputi enam hal pokok yaitu Islamic fashion, Islamic syariah,
food halal, fundamental education, funding, dan tourism. Namun lagi-lagi sebagian besar masih konsep teoritis belaka. Hanya berupa sekumpulan pengetahuan Islam, minim praktek. Masa karantina sama sekali tak mencerminkan gaya hidup muslimah. Tak membuktikan apa-apa selain tentang pengetahuan ilmu agamanya. Pengetahuan yang bisa dipelajari, karena “mendadak world muslimah”. Pengetahuan yang bisa diperoleh sekalipun dengan cara “tiba-tiba” agar bisa menjawab pertanyaan juri.
Dalam
Islam, gaya hidup seseorang tercermin dari sesuatu yang dhahir ( nampak
nyata ), yang terlihat dari ucapan dan perbuatannya secara terus
menerus selama hayat masih dikandung badan. Jadi tidak bisa sesaat saja. Dan juga meliputi seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Mulai dari masalah politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Mulai dari cara berpakaian hingga tata cara pergaulan. Pendek kata, muslimah yang baik harus mengikatkan diri segala hal dalam dirinya pada aturan Sang Maha Rahman. Tutur katanya, dan tindakannya harus sesuai dengan hukum Alloh. Tak setitik pun berniat menyalahi syariatNya. Sementara dalam World Muslimah bisa saja gaya hidup dibuat-buat, atau dikondisikan sesuai kebutuhan.
Bahkan memilih dengan sadar mengadakan, menyelenggarakan dan mengikuti
World Muslimah pun adalah bagian dari gaya hidup muslimah. Hanya saja dengan fakta-fakta dan hukum yang ada, ternyata World Muslimah tak sesuai dengan syariah.
Kalau
dikatakan bahwa ajang World Muslimah dapat memunculkan wanita yang
peduli dengan kemanusian, maka pendapat ini juga mudah dimentahkan. Tanpa ada ajang World Muslimah pun banyak wanita sholihah yang peduli dengan sesamanya. Ada Cut Nyak Dien, dan Nyai Hj Ahmad Dahlan.
Tanpa ada kontes apapun, telah banyak wanita smart yang pandai mendidik
buah hatinya menjadi istimewa seperti ibunda Imam Syafii. Tanpa World Muslimah pun banyak wanita memiliki stylish Islam dan tetap istiqomah sampai akhir hidupnya.
Hal ini bisa dimengerti karena mereka memang wanita sholihah yang hanya
mengharap penilaian Alloh semata, jauh dari ingin dinilai manusia. Hanya memilih ketundukan atas syariatNya tanpa syarat. Peduli dan menolong sesama pun bisa dilakukan kapan pun, dari usia muda sampai tua. Tak perlu menunggu adanya World Muslimah.
Alloh berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
melampaui batas.” (QS. Al Maidah: 2)
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqoroh: 148)
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa walau bagaimanapun, ajang kontes wanita tak pernah diajarkan dalam Islam. Tak pernah dicontohkan oleh nabi. Hanya Alloh yang Maha Tahu yang sejatinya mengerti tentang “raport” kita. Roqib atid tak pernah salah mencatatnya. Jika mengonteskan muslimah memang baik menurut rosul, dari dulu pasti sudah diadakan. Apalagi beliau memiliki putri yang cantik jelita, kepandaian dan gaya hidup Islaminya tak satupun manusia berani meragukannya. Namun itu tidak beliau lakukan. Kenapa? Karena Alloh tak pernah mengajarkan. Dan rosul ridho, tunduk dengan aturan itu. Tak lagi bertanya-tanya atas nama ” kebudayaan, potensi, pariwisata, gaya hidup” atau apa pun.
Terakhir,
penting digarisbawahi pernyataan dari Eka Shanty, CEO World Muslimah
sebagaimana yang dilansir detik.com Kamis 12 September bahwa meski
berlabel World Muslimah, namun beberapa bintang tamu tidak berhijab saat
mengisi acara. “Itu sebagai salah satu keberpihakan bahwa ini bukan perempuan berhijab saja yang bisa Sholeha, Smart dan Stylish. Ketiganya bisa dipakai oleh perempuan mana pun, agama apapun.”
Dari
pernyataan di atas semakin jelas menunjukkan kemana arah
diselenggarakannya World Muslimah, apalagi kata ” sholeha” bisa
disematkan pada perempuan manapun dan agama apa pun. Astaghfirullohil ‘adhiim.
Bukan karena merasa lebih baik ditulis untaian kalimat ini, tapi karena cintaku padamu duhai saudara muslimahku yang sholihah.[www.bringislam.eb.id]
Posting Komentar untuk "World Muslimah Budaya Latah"