Konflik Kepentingan Menelanjangi Pemilu 2014


 Konflik Kepentingan Menelanjangi Pemilu 2014
Oleh: Rizqi Awal


Pengamat Politik dan Ekonomi Lembaga Analisis Politik Indonesia (LAPI)

Agak berbeda dengan pemilu yang berlalu, pemilu hari ini mengikutkan sejumlah tokoh-tokoh media secara langsung. ARB membawa media VIVA Group, sementara Surya Paloh membawa Media Indonesia Group, Dahlan Iskan berada pada dukungan Jawa Pos Group, serta Harry Tanoe sang pemilik MNC Group.

Konflik Kepentingan sangat terasa sekali. Itu terlihat, bagaimana masing-masing media milih para tokoh politikus itu berebut pengaruh. Demi lolos sebagai penguasa parlemen, coba melakukan intrik-intrik demi raihan suara terbanyak. Bahkan, semakin tajam tatkala Jokowi resmi dicalonkan oleh PDIP. Konflik yang menggambarkan para tokoh politik itu, sesungguhnya mewakili pertarungan Politik antar partai politik.

Apa mampu menarik minat masyarakat, untuk melabuhkan suaranya pada tanggal 9 April 2014? Sekali lagi, masyarakat telah jenuh pada sistem politik demokrasi hari ini. Partai politik menyumbang ketidak-percayaan masyarakat kepada perubahan dalam pemilu 2014. Apalagi, telah beredar luasnya sejumlah kampanye partai yang justru berbau goyangan erotis, tanpa memberikan penyadaran betapa pentingnya urusan politik.

Konflik kepentingan antar partai, saling bongkar aib telah begitu terbuka. Apalagi tersebarnya foto seorang capres dari partai tertentu yang sedang bermesraan dengan artis ternama di negeri ini, telah membuktikan bahwa pertarungan politik tak sehat telah terjadi pada sistem Demokrasi. Tak ada partai pemilu, yang memiliki ideologi yang jelas sekalipun. Mau itu Nasionalis, atau bahkan partai islam sekalipun.

Kecenderungan penurunan partisipasi pemilih terjadi dalam tiga pemilu yakni 1999, 2004, dan 2009. Pada 1999 animo masyarakat untuk ikut pemilu sekitar 90 persen, 2004 turun menjadi 80 persen, dan 2009 turun lagi menjadi sekitar 70 persen. Kekhawatiran bahwa akan terjadi penurunan lagi pada Pemilu 2014 diperkuat oleh hasil survei yang dilakukan Lembaga Riset dan Polling Indonesia yang mencatat jumlah golongan putih (golput) pada Pemilu 2014 diperkirakan melebihi 50 persen.

Pertarungan Popularitas

Banyak calon legislatif hari ini, tak memberikan gagasan perubahan negeri. Yang ada adalah perang popularitas. Tak sedikit diantara mereka, harus mengeluarkan uang hingga milyaran rupiah demi mampu duduk di kursi DPR/MPR nantinya. Mereka memanfaatkan uang tersebut, untuk menaikkan tingkat kepercayaan dan popularitas mereka dihadapan publik. Tak heran, hari ini masyarakat mendapati sampah-sampah visual dimana-mana. Bahkan, tak lagi melihat etika kebudayaan dan kesopanan di tengah-tengah masyarakat.

Apalagi, di kota-kota besar kampanye caleg mulai merambah akses dunia maya. Sekali lagi agar duduk di legislatif, apapun dilakukan demi dapat duduk di kursi senayan atau dewan perwakilan rakyat di daerah.

Pertarungan gagasan dan Ideologi tak begitu kental. Disebabkan lagi, karena memang pengalaman politik dan tingkat kapabilitas caleg yang ada tak terlihat oleh masyarakat. Gagasan yang ada, justru sifatnya sekedar janji kosong belaka.

Apalagi tawaran caleg-caleg yang tersedia, tidak bisa mewakili rakyat. Bahkan, diantara mereka sebenarnya para caleg, bisa jadi tak pernah berkomunikasi aktif dengan rakyat yang akan memilihnya. Jangan heran, masyarakat mulai banyak apatis.

Hentikan Pemilu 2014?

Pada akhirnya, pemerintah dan partai politik di dalam demokrasi harus menghentikan Pemilu 2014. Kenapa demikian? Jelas, karena Pemilu 2014, tidak lagi menggambarkan politik yang sehat. Bahkan, disinyalir, pemilu hari ini hanya akan menghabiskan banyak anggaran, dan berada pada titik chaos antar pendukung yang terbuka. Sementara masyarakat, telah sadar dan tahu, bagaimana caleg-caleg yang beredar hari ini tak pernah menunjukkan kesetiaan dan amanah yang diwakili.

Bukan berarti dengan berhentinya pemilu, situasi makin kacau. Justru seluruh pihak harus menganalisis kembali, apakah penting melaksanakan pemilu sementara kesadaran politik masyarakat masih kurang. Selain itu, yang menjadi akar masalah ini adalah sistem pemerintah dan kekuasaan hari ini tak menjamin lahirnya orang-orang yang amanah. Sebab sistemnya sendiri mengajarkan ketidak-amanahan.

Untuk itu, jalan utama untuk penyelesaian problematika hari ini bukanlah tawaran pergantian rezim pada demokrasi. Tetapi menawarkan sistem yang baru, yang menjamin masyarakat untuk sehat secara kehidupan, damai dalam bermasyarakat dan mampu membawa Indonesia pergi melesat. Sistem itu harus lahir dari Sang Pencipta. Tak lain, sistem harusnya berasal dari Islam.

[www.bringislam.web.id]

Posting Komentar untuk " Konflik Kepentingan Menelanjangi Pemilu 2014"