Ingkar Janji (Khianat), Watak Kaum Yahudi

 

“HAI Bani Israil , ingatlah ni’mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku , niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al Baqarah (2) :40)

Dalam tulisan yang lalu telah dibahas tentang sifat orang-orang Yahudi yang suka “melupakan ni’mat” atau “tidak bersyukur”.

Bani Israil telah diambil janjinya baik dalam keadaan nyaman maupun di bawah ancaman bukit Thursina.

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertaqwa”. (QS. Al Baqarah (2) :63)

Isi perjanjian itu adalah melaksanakan sekuat tenaga apa yang telah diberikan kepada mereka, yaitu Taurat, yang kemudian injil pada masa Nabi Isa ‘Alaihissalam. Dan Allah akan menepati pula janji-Nya bila Bani Israil menepati janjinya kepada Allah. Namun, meskipun telah berjanji di bawah ancaman bukit Thursina, tapi tetap saja kemudian mereka berpaling.

“Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi. ” (QS. Al Baqarah (2) :64)
Namun Allah adalah Dzat Yang Maha Pemberi Karunia dan Maha Rahman. Janji yang lain adalah: jika datang Nabi Muhammada Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah Allah janjikan, supaya beriman kepadanya dan mengikutinya. Namun ketika janji Allah itu telah tiba, yaitu datangnya Nabi akhir zaman, mereka justeru mengingkarinya hanya karena Muhammad itu dari bangsa Arab (QS Al Baqarah (2) : 89) dan hanya karena Muhammad tidak memusuhi Jibril (QS Al Baqarah (2): 97).

Tidak hanya mengingkari janjinya kepada Allah, Bani Israil juga suka mengkhianati perjanjian-perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Muslimin. Tercatat jelas dalam sejarah para nabi hingga era millenium ini, deretan daftar panjang perjanjian-perjanjian yang dikhianati oleh kaum Yahudi ini. Melanggar perjanjian membuat mereka diusir dari Madinah dan menciptakan beberapa perang besar. Pelanggaran panjang pun selalu mereka lakukan di dalam konflik berdarah Palestina – Israel. Yang terbaru adalah kaum Yahudi ini melanggar perjanjian international dengan tidak mematuhi resolusi PBB dalam penyerangan koalisi terhadap Libya.

Tokoh-tokoh Yahudi menciptakan aturan-aturan international guna mengintervensi negara-negara lain. Sedangkan di sisi lain justeru mereka yang melanggarnya. Pelanggaran international yang tak pernah mereka hentikan adalah penjajahan dan pembantaian terhadap Muslimin, wanita dan anak-anak Palestina.
Melanggar janji atau berkhianat adalah bagian dari karakter kuat Bani Israil (Yahudi). Maka Muslim yang suka berkhianat, jelas raganya Muslim tapi sifatnya Yahudi.

Bukan hanya Bani Israil yang punya ikatan janji kepada Allah dan Rasul-Nya, tapi juga Muslimin. Janji adalah hal yang tidak terpisahkan dari “tha’at”. Setiap Muslim telah diikat oleh janji. Adalah wajib untuk memenuhinya. Karena, jika tidak dipenuhi, maka hal itu akan jadi “boomerang” bagi Muslim itu sendiri.

“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (jahannam).” (QS. Ar Ra’d (13) :25)

“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih. ” (QS. Ali Imran (3) :77)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak sempurna iman bagi mereka yang tidak bersifat amanah dan tidak sempurna agama bagi mereka yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad).
“Tipu daya, tipuan dan khianat itu di neraka.” (HR. Abu Daud).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: “Tiga orang, Aku musuhnya pada hari Kiamat, yaitu seseorang yang memberikan kepada-Ku (janji) kemudian ia khianat, seseorang yang men jual orang merdeka lalu harganya dimakannya, dan seseorang yang mempekerjakan buruh yang telah menyempurnakannya namun ia tidak diberi upanya”.” (HR. Bukhari)

Sebelum melakoni kehidupan di dunia, manusia telah diambil kesaksiannya di alam ruh. Meskipun sifatnya kesaksian, tetapi hal tersebut pun mengandung kesepakantan antara Allah dan manusia.

“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Rabbmu”. Mereka menjawab: “Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb). Atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Ilah sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang yang sesat dahulu ?” (QS. Al A’raf ( 7):172- 173).

Karena itulah Allah mengutus para Rasul untuk mengingatkan manusia tentang kesepakatan anatara manusia dengan Allah tersebut. Dan di dunia ini, berulang kali pula Allah mengambil dan memegang janji manusia.
Syahadat adalah satu ikrar janji setia dan suci. Seorang Muslim dituntut dan dituntun untuk selalu mengucapkan dan mengingat janji yang utama ini, minimal dalam setiap sholat.

Di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, selain ucapan 2 kalimat syahadat, para sahabat pun mengadakan kesepakatan janji setia pula kepada Rasulullah dengan cara syari’at “bai’at”. Bai’at (janji setia) yang menyatakan akan menolong Allah (agama Allah) dan Rasul-Nya. Bahkan para wanita  pun berbai’at (berjanji setia) untuk tidak mempersekutukan Allah dan tidak  bermaksiat (QS. Al Mumthahanah (60): 12).

Berjanji kepada Allah, tidak mungkin langsung kepada Allah. Karana itulah Allah menetapkan pembantu-Nya di dunia, yaitu para Rasul sebagai sarana perantara. Termasuk dalam hal penerimaan janji dan sumpah. Bani Israil diambil janjinya melalui perantara tangan para Rasul. Para sahabat dan sahabiyah diambil janjinya melalui perantara tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ketika Rasulullah telah wafat, maka janji setia itu melalui tangan para khalifah yang menggantikan kedudukan para Nabi dan Rasul sebagai sarana perantara antara umat dengan Allah dalam beberapa syari’at yang bersifat khusus sebagaimana telah dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Memenuhi janji adalah wajib (QS. Al Maidah (5): 1).

Qalamullah:

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah . Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (QS. Al Fath (48):10).

Jelas tidak ada pilihan lain bagi seorang Mu’min selain memenuhi janji-janjinya, terutama janji kepada Allah. Ketika Muslimin bisa menepati janji-janjinya, akan terciptalah ummat yang sangat kuat dan penuh loyalitas kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah, Yahudi berupaya melemahkan sumber-sumber energi kekuatan Muslimin yang salah satunya terletak pada “janji setia”. Maka Yahudi mencoba menghilangkan syari’at “bai’at” dengan menggulirkan opini angker tentang “bai’at”. Yahudi menciptakan momok bagi masyarakat dunia tentang “bai’at”. “Bai’at sangat identik dengan teroris”. Akibatnya, Muslimin takut dengan syari’atnya sendiri.

Banyaknya syari’at janji (bai’at) di dalam Al Qur’an dan Al hadits, jelas menunjukkan “wajib”-nya seorang Muslim memiliki ikatan janji kepada Allah. Dan tata cara berjanji setia itu telah dicontohkan oleh para sahabat, yaitu “berbai’at”.

Wahai Muslimin! Berbai’atlah kepada Allah melalui wakilnya di dunia dan penuhilah janji setia itu, maka Allah akan menepati janji-Nya dengan memberikan surga.

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah ( 9) :111).

Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah mengancam:

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berklata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  bersabda, “Barang siapa yang melepaskan (diri) satu jengkal dari ketha’tan (kepada Allah), maka ia di hari Kiamat nanti akan bertemu dengan Allah dengan tidak membawa alasan. Dan barang siapa yang mati dan di lehernya tidak terdapat janji bai’at kepada Allah, maka ia mati seperti dalam keadaan jahiliyah”. (HR. Muslim).
Untuk itu, tepatilah janji kita, jangan sampai karakter Yahudi ini membuat kita mengingkari syahadat kita!
Wallahu a’lam. (Abu Dzakir/Islampos)

Posting Komentar untuk "Ingkar Janji (Khianat), Watak Kaum Yahudi"