Menyoal Bahaya Aktivitas Sosial Yang Dilakukan Sebuah Gerakan Dakwah

“Tidak usah berkoar-koar di jalan, lakukan aktivitas yang nyata saja, umat tidak akan sejahtera dengan banyak nya seminar, konfrensi, masirah atau demo”. Mungkin diantara kita sudah tidak asing dengan kalimat seperti itu atau yang sejenisnya.

Sadar atau tidak sadar, orang-orang yang berkata demikian adalah orang-orang yang telah tersusupi di dalam pemikirannya tentang aktivitas yang bersifat praktis atau istilah lain adalah lahir dari sikap pragmatis ketika melihat kondisi atau sebuah persoalan yang terjadi. Dan sikap seperti itu juga sebenarnya adalah bermula dari salahnya dalam melihat realitas keterpurukan yang sedang melanda umat manusia di seluruh dunia, khususnya kepada umat Islam.

Untuk meluruskan pemahaman yang salah seperti ini,maka harus ada persoalan yang di pecahkan. Yakni tentang aktivitas tujuan utama dakwah sebagai hakikat di bentuknya gerakan dakwah itu sendiri.

Dalam surat Ali Imron ayat 104, Allah swt berfirman :
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan (Islam)
dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”
(TQS Ali Imran [3]: 104).

Dari ayat di atas, sangat jelas sekali, bahwa tugas dari sebuah kutlah dakwah atau kelompok dakwah adalah mengajak orang kafir untuk masuk ke dalam Islam, mengajak yang sudah beraqidah Islam untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah atau totalitas, serta melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Itulah fungsi pokok dari sebuah gerakan dakwah Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya, aktivitas amar makruf nahi mungkar yang dilakukan sebuah gerakan dakwah ini terbagi menjadi dua aktivitas, yakni aktivitas Tabanni Mashalih al-Ummah dan aktivitas Ri‘ayah Syu‘ûn al-Ummah.


Tabanni Mashalih al-Ummah
yakni aktivitas mengadopsi dan menetapkan kemaslahatan umat dengan cara melayani dan mengatur urusan umat sesuai dengan hukum syariah. Kemaslahatan yang diangkat dalam TMU merupakan persoalan menyangkut kemaslahatan umat yang tengah berlangsung. Sifatnya bisa persoalan parsial yang menyangkut kasus tertentu (seperti BBM, pendidikan sekular dan mahal, disintegrasi, campur tangan asing, dan kristenisasi) maupun dalam skala global.

TMU dilakukan dengan cara mengambil suatu persoalan yang dipecahkan secara salah oleh penguasa, lalu menjelaskan kerusakan dan kekeliruan pemecahan tersebut, juga kezaliman terhadap masyarakat akibat kerusakan dan kekeliruan tersebut. Setelah itu disodorkan solusi yang benar dan tepat, baik secara syar’i maupun realitas. Penjelasan dan solusi tersebut disampaikan kepada masyarakat luas disertai dengan dorongan agar mereka berpegang, melakukan, dan memperjuangkan arah dan solusi yang benar tersebut.

Misalnya terhadap isu dinaikannya harga BBM pada bulan April 2012, sebuah gerakan dakwah berkewajiban menjelaskan akan kebijakan dzalim yang di lakukan oleh penguasa di negeri ini. Menjelaskan akibat dari dinaikannya harga BBM tersebut sehingga harga barang-barang lain akan ikut merangkak naik, menunjukkan kezaliman penguasa, menjelaskan penipuan istilah ‘subsidi pemerintah’ yang sebenarnya tidak mengeluarkan uang, menjelaskan bagaimana hak rakyat di dalamnya karena BBM ditetapkan Allah SWT sebagai milik umum (milkiyah ‘âmmah), serta bagaimana Islam menyelesaikan permasalahan tersebut, maka dengan itu, umat akan sadar dan faham akan realitas yang sebenarnya terjadi. Itulah salah satu aktivitas TMU.


Ri‘ayah Syu‘ûn al-Ummah
Aktivitas Ri’ayah syu’unil ummah (RSU) berbeda dengan aktivitas Tabhani mashalih ummah (TMM). Tabanni Mashâlih Ummah (TMU) bukanlah ditujukan untuk menyelesaikan persoalan secara kongkret. Ketika gerakan dakwah berbicara tentang BBM, bukan berarti harus menuntaskan persoalan BBM dan menyejahterakan rakyat. Ketika mengangkat recovery Aceh bukan berarti gerakan dakwah itu melakukan recovery secara langsung dan tuntas. TMU berada pada tataran gagasan, penumbuhan kesadaran umat, dan koreksi terhadap penguasa. Sedangkan implementasinya berada pada tataran praktis dan nyata yang merupakan kewajiban negara.

Walaupun demikian, boleh saja jika sebuah gerakan dakwah melakukan aktivitas RSU, selama aktivitas itu bukanlah dijadikan sebagai tujuan utama dari tujuan dakwah itu sendiri. Boleh saja sebuah gerakan dakwah membantu korban bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir bandang dan lain-lain, namun sekali lagi, sifatnya hanyalah sementara, bukan tetap.

Karena pada hakikatnya, aktivitas RSU tersebut merupakan aktivitas sebuah Negara, bukan kelompok dakwah. kewajibannya dibebankan kepada Negara, bukan kelompok dakwah, hal ini sesuai dengan hadisr Rasulullah saw yang bersabda :
“Pemimpin itu adalah penggembala/pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang diurusinya tersebut.”[HR. Bukhari dan Muslim].

Karena fakta juga menunjukan bahwa negaralah yang memiliki sarana dan prasarana untuk melakukan aktivitas RSU tersebut. Sebuah kelompok dakwah tidak bisa melakukan RSU, karena darimana mereka akan mendapatkan dana milyaran rupiah untuk membantu korban bencana alam? Alat-alat penunjang dan lainnya? Belum lagi persoalan lainnya. Maka sudah sepantasnya lah memang aktivitas RSU tersebut merupakan aktivitas yang wajib di lakukan oleh Negara, disamping nash syara’ juga menyampaikan demikian.

Disamping itu, fakta aktivitas amar makruf dan nahi mungkar itu harus difahami secara menyeluruh. Amar makruf nahi munkar itu meliputi semua kemakrufan dan kemunkaran. Dan karena fakta kemakrufan dan kemunkaran itu ada yang bersifat individu, kelompok atau negara, maka amar makruf nahi munkar tersebut harus meliputi semuanya. Dan faktanya bahwa sumber kemakrufan dan kemunkaran yang paling efektif dalam mewujudkan kemakrufan dan menangkal kemunkaran itu adalah Negara. Maka negaralah yang sebenarnya paling efektif dalam rangka melakukan aktivitas-aktivitas tersebut, bukan sebuah kelompok dakwah. Walaupun demikian, sebuah kutlah dakwah tetap wajib melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar tersebut, sebagaimana kewajiban yang di sebutkan di dalam surat Ali Imron ayat 104 dia atas, dan dilakukan sebatas kemapuan yang dibebankan sebagai sebuah gerakan dakwah.


Bahaya Solusi Praktis
Bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas memberikan solusi praktis kepada masyarakat adalah adanya pembodohan kepada pola fikir masyarakat. Masyarakat akan semakin dininabobokan oleh solusi-solusi yang sifatnya hanya sementara, solusi yang tidak menyentuh akar persoalan utamanya. Padahal, seharusnya yang diberikan adalah solusi total, yakni akar penyebab kenapa persoalan it terus ada.

Ibarat menjadi seorang dokter, maka ketika dokter hendak mengobati seorang pasien, ia harus mendiagnosis terlebih dulu apa penyebab utama penyakit sang pasien. Dokter “tidak boleh salah” sedikitpun dalam mengidentifikasi masalah ini. Sebab, kesalahan dalam mengidentifikasi masalah ini akan berdampak pada langkah medis berikutnya. Jika identifikasi terhadap sumber penyakitnya salah, obat yang diberikan kepada pasien pun salah, perlakuan medis juga salah, dan semua langkah berikutnya pasti salah. Akibatnya, pasien tidak pernah sembuh dari sakitnya, bahkan bisa-bisa mati secara tragis, atau terkena komplikasi kronis. 

Kesalahan identifikasi terhadap persoalan utama umat Islam juga akan mengakibatkan kesalahan pada penentuan tujuan dan metode dakwah, konsentrasi amal, persiapan-persiapan, serta perkara-perkara cabang lainnya. Dengan kata lain, kesalahan dalam perkara ini akan berimplikasi signifikan pada langkah-langkah selanjutnya.

Untuk itu, pengkajian terhadap persoalan utama kaum Muslim harus dilakukan dengan teliti. Dengan itu, upaya yang dilakukan oleh gerakan dakwah Islam bisa benar-benar menyelesaikan akar masalah sesungguhnya. Dengan itu pula, gerakan-gerakan Islam tidak memboroskan waktu dan energi umat pada perjuangan-perjuangan yang sebenarnya tidak menyentuh substansi dasar permasalahan umat.


Tujuan Utama Gerakan Dakwah
Setelah melakukan kajian yang mendalam dan cemerlang, didapatilah bahwa penyebab utama persolan yang mendera umat Islam di seluruh dunia ini adalah akibat dari diterapkannya system kehidupan yang tidak berlandaskan syariat Islam. Sehingga lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama: tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta sistem pendidikan yang materialistik.
Hal itu bermula ketika kekhilafahan Islam terakhir di bubarkan oleh Mustafa Kemal AtTarturk pada 3 maret 1924. Sejak saat itulah umat Islam menjadi santapan empuk para penjajah imperialis.

Oleh karenanya, jika ingin menyelesaikan persoalan umat Islam secara keseluruhan, maka harus kembali kepada persoalan bagaimana agar kehidupan Islam itu bisa terwujud kembali. Dan untuk mewujudkan kehidupan Islam tersebut harus berada pada sebuah naungan system, itulah system Islam yakni Khilafah Islam. 

Maka, kewajiban utama dari sebuah gerakan Islam, adalah bagaimana berusaha agar mewujudkan tegaknya system khilafah Islam tersebut. Yaitu dengan cara terus terjun ke masyarakat, memahamkan mereka akan kondisi keterpurukan yang ada, memberikan solusi berdasarkan syariat Islam, memahamkan kewajiban menjalankan syariat Islam secara kaffah, dan menjelaskan bahwa tak akan sempurna syariah Islam tanpa adanya sebuah system yang menjalankan penerapan syariat Islam tersebut, yakni system khilafah.

Wallahu A’lam bis-showab.

Posting Komentar untuk "Menyoal Bahaya Aktivitas Sosial Yang Dilakukan Sebuah Gerakan Dakwah"